dua puluh sembilan

72.1K 8.8K 1.8K
                                    

Warning!
Sekali lagi, diingatkan kepada teman-teman pembaca yang budiman, untuk menyiapkan diri sendiri sebaik mungkin agar bisa membaca chapter ini hingga habis dengan selamat sentosa.

Terima kasih.

Part : 29

Words : 2992
__________________________________

Aga menatap ponselnya dengan datar. Layarnya mati dan tidak mau hidup. Beberapa tetes air, jatuh dari benda persegi itu. Lalu, ia menghela napas dan mendudukkan dirinya di tepi ranjang milik Gio.

Aga sudah menerima dengan lapang dada saat ajal menjemput benda persegi tersebut. Karena memang, ponselnya sudah sekarat sejak dulu. Jadi, akan lebih baik jika dia pergi daripada tetap hidup tapi menderita.

Semoga kau tenang di alam sana Paupau, batin Aga.

Paupau itu nama ponselnya, btw.

Pintu kamar itu terbuka dan Gio masuk.

Aga membungkus ponsel tak bernyawa itu dengan kain yang entah kenapa bisa selamat dari basahnya terpaan badai tadi.

Sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk, Gio mengernyit menatap Aga.

"Hape lo kenapa?" tanyanya.

Aga menggeleng pelan, "Paupau tidak bisa diselamatkan lagi. Ia telah meninggal dunia sore ini, pada pukul lima belas lewat empat puluh tujuh menit waktu Indonesia barat."

Kerutan di dahi pemuda tinggi itu semakin mendalam. Meninggal? Paupau? Ini anak kenapa sih? Apa diguyur hujan membuat otaknya jadi miring?

"Err.. hape lo mati?" tanya Gio lagi mencoba untuk menjadi pihak yang waras.

Aga mengangguk.

"Basah ya? Sini, coba dikeringin dulu," ujar Gio sambil menyodorkan tangannya.

Aga memeluk benda yang sudah ia bungkus itu dan menggeleng, "Nggak usah. Biar aja dia meninggal dengan tenang. Nggak usah diganggu-ganggu lagi,"

Gio mengerjap, "Erm.. oke," lalu mengalungkan handuk tadi ke lehernya.

"Ga, tolong tutupin gorden jendela dong," Gio berujar sambil beranjak menuju sisi kamarnya dan menghidupkan lampu kamar.

Aga meletakkan ponsel berbalut kain tadi ke atas nakas, lalu segera melakukan hal yang diminta oleh Gio.

"Kenapa hujannya malah makin lebat, sih?" gerutu Aga pelan saat melihat keadaan hujan di luar sana.

Sesekali, petir menyambar dengan keras. Membuat Aga mengernyitkan dahinya karena terganggu.

"Lo nginep di sini aja hari ini ya?"

Aga menghembuskan napasnya. Kalau seperti ini, sudah bisa dipastikan, besok dia tidak akan sekolah lagi. Sepatu dan seragamnya juga basah. Tidak bisa dipakai.

"Absen gue semester ini, huruf A nya bakal banyak banget," gerutunya pelan.

Padahal mereka sudah kelas tiga. Seharusnya tidak boleh lagi bolos-bolos seperti yang Aga lakukan. Tapi, mau bagaimana lagi? Keadaan tidak memungkinkan untuk ia sekolah besok.

SECRET [SELESAI] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang