dua puluh enam

68.9K 8.2K 358
                                    

Aga berbaring malas di ruang tv. Ini hari senin dan seharusnya dia berada di sekolah saat ini, namun karena kondisinya yang tidak memungkinkan kemarin, jadinya Gio terlanjur meminta Mamanya agar membuat surat izin untuk mereka.

Dan di sinilah dia sekarang. Berleha-leha di depan tv dengan rambut sehitam arang yang dibiarkan berantakan.

Jam baru menunjuk pukul sembilan pagi, tapi dia sudah merasa bosan setengah mati. Aga melamun.

Pasti Andrew sedang asik mendengar ocehan Pak Wayan saat ini. Guru itu senang sekali curhat pada anak muridnya hingga menelantarkan materi-materi pelajaran yang seharusnya ia jabarkan.

"Ga? Lo nggak mandi?"

Gio mendudukkan dirinya di lantai ruang tv dengan tubuh yang menyandar di sofa tempat Aga berbaring. Kedua tangannya sibuk mengeringkan rambutnya yang basah.

Aga mengerang malas, "Ntar dulu."

Bau sabun yang berasal dari tubuh Gio menguar hingga memasuki hidung Aga. Pemuda cantik itu merengut.

"Lo make sabun gue seberapa banyak?" tanyanya sebal.

Gio mengerjap, lalu menggeleng cepat, "Nggak banyak kok. Dikit doang! Err... Nggak dikit juga sih, tapi beneran nggak banyak."

"Kalo sabun gue tinggal setengah, lo harus ganti!"

"Tapi, sabun lo emang tinggal setengah!"

"Gue nggak mau tau! Pokoknya ganti! Beliin gue sabun yang botolnya lebih besar!"

Gio cemberut, "Iya, iya. Ntar gue beliin."

'Tok!' 'Tok!' 'Tok!'

Mereka berdua saling tatap sejenak.

"Pintunya lo kunci?" tanya Aga.

Gio mengangguk mengiyakan.

Dengan gerakan malas, Aga beranjak dari sofa dan berjalan menuju pintu rumah. Tangan kirinya masuk ke dalam kaos putih yang ia gunakan dan menggaruk perutnya. Lalu, tangan kanan membuka kunci pintu dan memutar kenopnya.

"Iya?"

Manik sekelam malam itu menatap datar pria dewasa berjas rapi yang berdiri tegap di depannya.

Pria itu tersenyum lebar begitu wajah datar Aga muncul.

"Cari siapa?" tanya Aga.

"Kamu.. anaknya Renaga kan?" tanya pria itu memastikan.

Renaga.

Nama Aga adalah Renaga.

Tapi, nama Ayahnya juga Renaga.

Sengaja diberi nama yang sama agar Aga menjadi pria yang sukses seperti Ayahnya.

"Iya," Aga menjawab pelan.

Pria itu menjulurkan tangan kanannya, "Nama saya Rafael."

Aga menyambutnya dengan setengah hati, "Aga."

Lalu, Rafael tertawa pelan, "Yang senior dipanggil Ren, yang junior dipanggil Aga. RenAga. Sengaja ya?"

Aga melepaskan genggaman tangan mereka, "Maaf, kalo Om cari Ayah saya, dia nggak tinggal di sini lagi."

Aga tidak suka membicarakan nama mereka yang sama. Dia jengah.

Tawa Rafael memudar dan digantikan dengan senyum tipis, "Saya nggak nyari Ayah kamu. Saya nyariin kamu."

Aga mendengus. Ia bersedekap dada dan menyandarkan bahu kanannya ke pintu yang terbuka.

"Ada perlu apa?"

SECRET [SELESAI] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang