dua puluh lima

68.1K 9.1K 300
                                    

Gio terengah. Ia mengusap peluh yang mengalir di pelipisnya. Dia tidak menyangka sama sekali, memberi Aga makan dan obat saat sedang sakit itu semelelahkan ini.

"Duh, pantesan aja si Andrew cabut. Encok dah lama-lama gue kalo diginiin mulu," gerutu Gio sambil mengusap pinggulnya yang mulai sakit. Ternyata ditimpa-timpa sama orang yang badannya kurus itu sakit juga ya.

Sambil meringis, Gio mengambil Fever Patch dari dalam kantong plastik putih yang berada di atas nakas dan membuka bungkusnya, lalu mengambil satu lembar dan membuka plastiknya. Setelah itu, menempelkannya ke dahi Aga.

"Ahh..."

Aga melenguh nikmat.

Dahi Gio berkedut pelan.

Iya, benar. Dahinya. Bukan bagian lain yang berada di bawah sana.

Gio mengabaikan lenguhan itu, lalu mengambil kain yang sedari tadi sudah terjatuh dari dahi Aga dan mengambil mangkok yang masih berisi bubur. Aga hanya memakannya sedikit. Setelah itu, ia keluar dari kamar dan beranjak ke dapur.

Mangkok bubur tadi, ia letakkan di atas meja makan. Lalu, mengambil sebuah baskom berukuran sedang dan mengisinya dengan air. Barulah kain tadi ia celupkan ke dalam baskom dan membawanya ke kamar.

Gio meletakkan baskom itu di nakas. Manik jatinya menatap Aga sejenak, lalu menelan ludah dengan susah payah.

Setelah memantapkan imannya sebentar, Gio mulai membuka kancing piyama yang Aga gunakan. Satu persatu dengan jemari yang sedikit bergetar. Apalagi saat tonjolan pink yang ada di dada Aga mengintip dengan malu-malu di sana.

Neptunus, iman Gio mulai goyah.

Pikiran yang berhasil ia enyahkan dari kepalanya kemarin muncul lagi.

Tangannya gatal untuk meraba dada datar itu.

Tapi, tidak!

Gio menggeleng keras.

Dia tidak boleh melakukan itu! Itu adalah perbuatan tercela! Tidak gentle sama sekali! Gio tidak boleh melakukannya!

Menghembuskan napasnya dengan kasar, Gio membuka piyama yang Aga gunakan. Mengangkat tubuh si cantik dengan lembut dan meloloskan kedua lengannya dari pakaian tersebut.

Kedua matanya berusaha sekuat mungkin untuk tidak menatap dua tonjolan menggemaskan itu. Gio mengambil kain yang berada di dalam baskom, lalu memerasnya. Setelah itu, ia mulai mengusap lengan Aga dengan kain tersebut.

"Ugh..." Tangan Aga menepisnya. Wajahnya terlihat terganggu, "Siput.. jangan.."

Gio menahan lengan itu agar tidak bergerak dan kembali mengusapnya. Setelah itu, beralih ke lengan yang satunya lagi.

Aga mulai tidak tenang. Tubuhnya kembali bergerak ke sana-kemari. Tidak suka saat kain yang dingin itu menyentuh kulit panasnya.

"Aga, diem dulu bentar," gerutu Gio.

Pacar cantiknya itu benar-benar tidak mau diam sama sekali, lalu Aga menelungkupkan tubuhnya. Memamerkan punggung kecil yang mulus.

Entah untuk yang keberapa kalinya, Gio kembali menghela napas. Ia mencelupkan kain itu lagi, lalu memerasnya dan mengusap punggung putih itu.

Aga bergerak. Mendudukan tubuhnya dan menampik tangan Gio dengan kasar.

"Nggak mau!!" serunya kesal. Tubuhnya mulai bergetar. Dingin. Aga harus segera memakai baju kembali.

"Tapi, badan lo itu berkeringat, Ga! Nurut sekali doang nggak rugi kan?!"

Aga terengah. Gio berdecak. Dengan gerakan tiba-tiba, ia menarik tangan Aga dan membaringkannya, lalu segera menduduki paha Aga agar pemuda itu tidak berontak.

SECRET [SELESAI] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang