1.7 ; Penilaian Akhir Semester - Day 1

440 95 37
                                    

♡ tujuh belas : the deal ♡

hari senin, maura terlambat bangun karena semalaman suntuk menghabiskan waktu untuk belajar karena hari ini sma gajah mada mengadakan ujian akhir semester ganjil. rambutnya sudah ia ikat tinggi saat menoleh kearah jam dinding yang menunjukkan pukul enam lebih dua puluh menit. disusul dengan teriakan sang mama, "maura, nanti kamu telat, sayang. buruan turun!"

maura menyahuti seraya membuka pintu kamar dan berlari menuruni tangga dan tangan kirinya sudah menenteng jas almamater berwarna abu-abu dengan logo sma gajah mada yang tertempel di dada sebelah kiri.

maura langsung menolak saat ditawari sarapan oleh sang mama dan memilih langsung berangkat karena dua puluh lima menit lagi, bel sekolahnya akan berbunyi.

"takut macet, ma" jawabnya saat ditanya apa alasan tidak ingin sarapan. "dah, ma!"

setelah mencium pipi kanan sang mama, perempuan itu masuk kedalam mobil yang sudah terdapat calum didalamnya lantas menjalankan mobil membelah jalanan kota yang padat.

hingga lima belas menit kemudian, mobil calum berhenti didepan gerbang sma gajah mada yang ramai oleh siswa-siswi berlalu lalang. perempuan itu pamit sekenanya kepada sang kakak dan langsung meloncat turun dan mencari barisan kelasnya yang berada di lapangan.

sma gajah mada memang unik-mereka akan mengadakan apel pagi setiap hari pertama penilaian akhir semester dilaksanakan; dan bagi siswa-siswi yang sudah berpengalaman, apel pagi tersebut hanya berisi wejangan dari kepala sekolah agar berperilaku jujur saat mengerjakan soal.

maura menyelip diantara kerumunan, tas ranselnya masih melekat dipunggung dan jas almamater berwarna abu-abu miliknya juga sudah melekat di badan. maura menghela napas lega saat dirinya sudah berdiri tegap dibarisan paling belakang.

dan apel pagi dilaksanakan selama sepuluh menit-jauh lebih singkat dari bayangan maura-dan anak-anak sudah diperbolehkan untuk memasuki ruangan ujian masing-masing.

maura belum mengetahui dimana ruangannya, omong-omong.

maka setelah dibubarkan, maura menarik pergelangan tangan icha-teman sebangkunya-lalu bertanya; "kita seruangan sama kelas apa?"

dahi icha mengerut bingung, "loh, lo belom tau?"

maura lanjut melangkahkan kakinya seraya menggeleng pelan. "enggak," perempuan itu mengedarkan pandangan ke koridor yang riuh oleh siswa-siswi. "gue nggak buka grup angkatan. kita seruangan sama kelas apa?"

icha mengangguk-angguk paham lalu berbelok, kembali menyusuri koridor. "sekelas sama xi ips 2."

dan maura tidak salah jika sedetik setelah itu, beberapa dari kakak kelasnya menatapnya aneh karena ia baru saja mengumpat.

xi ips 2—kelas luke.

+++

saat membaca daftar nama yang tertempel didepan pintu, tidak salah jika semakin frustasi dan merutuki dirinya sendiri.

sthepanie maura a. - michael g clifford

frisya athya - luke r hemmings

ia duduk di samping michael, dan icha duduk dibelakangnya-di samping luke.

menarik napas dalam-dalam, perempuan itu melangkah memasuki kelas dan meneliti setiap meja yang dilewatinya, mencari namanya yang tertempel di pojok kiri atas.

letaknya tidak jauh dari pintu-namun hanya terhalang dua meja dari meja pengawas. maura menaruh tasnya diatas meja sebelum mendaratkan tubuhnya diatas kursi kayu berwarna cokelat tersebut.

maura menggembungkan pipi seraya tangannya bergerak untuk membuka zipper tasnya dan mengeluarkan tempat pensil lalu meletakkannya diatas meja dan menaruh tasnya dikolong meja.

saat perempuan itu mendongakkan kepala-yang tidak tahu bahwa detik itu, manik cokelatnya bertemu dengan manik biru yang sudah jarang ia tatap.

tarik nafas, don't think anything, just do your test and go home. simple as that. batin maura sembari mengalihkan pandangan.

maura dengan tenang mengerjakan soal yang berada dihadapannya, irisnya beralih dari lembar jawab kembali ke lembar soal dan menghitamkan lembar jawab dengan jawabannya.

semuanya tidak secanggung yang maura kira—bahkan, tadi saat soal dibagikan, keduanya sempat sekali-dua kali saling melempar candaan.

"kalau lo remed, lo traktir gue," tantang michael sembari mendistribusikan soal ke bangku belakangnya.

maura menoleh kearah michael dengan kedua alis yang dinaikan, bingung. "lah, kok gitu?" protes maura tidak terima.

"kalau gue yang remed, gue yang traktir," michael menerima lembar jawab beserta soal dan meletakkannya diatas meja setelah menoleh sekilas kebelakang—ke arah luke, memastikan soal sudah terdistribusi dengan baik.

"siap," maura tersenyum geli. "kalau gitu, gue doain lo remed semua." ucapnya lalu tertawa pelan.

"kalau dua-duanya remed?" tanya keduanya bersamaan. michael terbahak dan maura lagi-lagi tertawa.

maura terdiam sebentar seraya mengeluarkan pensil dari tempat pensil berwarna birunya. "ya...." maura memiringkan kepala, berpikir. "ya, saling traktir—oh, nggak, liat dulu nilai mana yang rendah. contoh nih, gue dapet enam, lo dapet lima, nah kan dua-duanya remed, tapi lo yang traktir gue."

michael mengangguk-angguk. "berlaku hari ini doang apa sampai kapan?"

"sampai ujian selesai!" jawab maura kelewat semangat. "deal?"

"deal."

+++

bel tanda bahwa pengerjaan sudah selesai sudah berdering sejak dua puluh menit yang lalu. ruang kelas kini sudah sepenuhnya kosong dan hanya menyisakan sosok perempuan yang masih duduk dibangkunya dan sibuk mengotak-atik ponsel. ibu jarinya bergerak keatas dan kebawah, menggulir layar sejak lima belas menit yang lalu.

irisnya tidak berpindah satu senti pun dari layar ponsel. maura pun sadar bahwa hanya dirinya saja yang masih berada didalam kelas. perempuan itu hanya terlalu malas untuk keluar kelas lalu dan menunggu kakaknya.

lalu untuk pertama kalinya sejak dua puluh menit yang lalu, iris cokelat maura berpindah dari layar ponsel menuju pintu kelas yang tiba-tiba terbuka dan memunculkan sosok laki-laki berbadan tegap yang melangkah masuk setelah menutup pintu.

maura terpaku beberapa detik saat mendapati luke yang kini menatapnya lurus. tubuh maura mendingin seketika.

"we need to talk," suara luke benar-benar memberi efek berlebihan pada maura. iris birunya terpancang pada sosok perempuan yang duduk dibangkunya, dengan tas biru yang diletakkan di atas meja. "we really-really need to talk."

maura menarik napas. dalam hati merutuki calum yang baru saja mengirim pesan kepadanya bahwa laki-laki berumur dua puluh tiga tahun tersebut terjebak macet. lantas perempuan itu berdiri, berniat melepaskan diri dari kungkungan tak kasat mata luke.

tangan kanannya menggengam ponsel erat sedangkan tangan kirinya berusaha menyandang ransel dengan sebelah tali. "gue mau pulang. gue mau belajar besok fis—"

buru-buru, luke memotong ucapan yang mengandung alasan agar maura bisa menghindar. "lo besok fisika. right, i know. but we really need to make the things are clear."

maura menghela napas dengan gusar. "dua menit."

"the fuck?"

"two minutes or i'm leaving."

+++

loveliness ♡ luke [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang