2.8 ; Invitation Card

407 92 26
                                    

♡ dua puluh delapan ; undangan.

maura menenggelamkan wajah kusamnya diantara tumpukan bantal seraya menghembuskan napas berat, ia tidak peduli bahwa ditubuhnya masih melekat seragam ditambah ia juga belum melepas sepatu. samar-samar, perempuan itu mendengar langkah kaki mendekati kamarnya yang omong-omong pintunya belum tertutup rapat.

"astaga, maura!" mama membuka pintu kamar maura lebih lebar dan berkacak penggang mendapati kondisi putrinya. maura berjengit kaget, ia menarik wajahnya dari tumpukan bantal lalu serta merta menggulingkan badan, membuat roknya menyibak kemana-mana, namun maura tidak peduli.

"astaga, ma!" perempuan itu menghentakkan napas saat mendapati mamanya berada didepan pintu kamar. "aku kaget, ma, serius."

sang mama hanya menatap putrinya datar sebelum melangkah masuk kedalam kamar. "abis, kamu dari tadi dipanggil sama sekali nggak nyaut," perempuan yang masih terlihat awet muda tersebut duduk diatas kursi yang terletak dimeja belajar maura.

samar-samar, maura menggerutu sebelum kembali menenggelamkan wajahnya diantara tumpukan bantal.

"kamu turun sana," ucap sang mama, masih duduk dimeja belajar maura, menatap putrinya yang kini menggumam sebagai respon. "milih undangan."

hah, maura mengerinyitkan dahi namun masih belum mengangangkat kepalanya dari tumpukan bantal hingga sang mama melanjutkan ucapannya, mampu membuat maura menarik kembali kepalanya dan duduk tegak dengan kedua mata yang membulat.

"pilih undangan tunangan sama michael."

+++

maura menatap layar ponsel yang menyala. sedari tadi perempuan itu menggigit bibir bawah bagian dalamnya dan jemarinya tidak berhenti bergerak memilin satu sama lain. sejak lima belas menit lalu, sejak sang mama keluar dari kamarnya dan menyuruh maura turun untuk memilih model undangan namun maura menolak dengan alasan yang cukup simpel namun dapat membuat sang mama tersenyum.

"aku bilang michael dulu, ma. pilih undangannya juga harus ada dia. kalau cuma aku, nggak adil."

ponsel perempuan itu berdenting pelan, maura meliriknya sekilas membaca notifikasi.

mike gordon : 15 menit nyampe.

sedetik setelah membaca itu, maura beranjak dari tempat nyamannya dan berderap menuju kamar mandi. sekitar sepuluh menit kemudian, maura keluar dari bilik kecil tersebut dalam keadaan yang lebih segar. langkahnya kembali ke kamarnya dan mendekati nakas untuk meraih ponsel sejurus kemudian keluar dari kamarnya.

kakinya melangkah menuruni tangga dengan ponsel yang berada digenggamannya. samar, perempuan itu mendengar bel rumahnya berdenting, maka maura mempercepat langkah kakinya hingga beberapa meter dari pintu utama ia memelankan langkah.

melihat sang mama yang membuka pintu. menyambut entah siapapun orang yang berada dibalik pintu sebelum membukanya semakin lebar, mempersilahkan orang itu masuk kedalam rumah.

dengan jersey futsal yang masih melekat di badan, michael tersenyum kepada maura yang langsung dibalas oleh perempuan itu.

"gue buatin minum dulu, deh," ucap maura setelah michael duduk di sofa ruang tengah. "mau apa?"

michael menaruh tas ranselnya dikaki sofa sebelum mendongak dan menjawab, "terserah."

maura mengangguk-angguk. "oke," ia bergumam sebentar, "es batu!"

+++

"mamah!" maura berteriak nyaring. mampu membuat michael berjengit lalu menjauhkan tubuhnya dari maura yang kini menunjukkan cengiran. perempuan itu menarik napas, bersiap-siap berteriak lagi namun langsung dicegah oleh michael.

laki-laki itu menyentil pelan pipi kiri maura yang langsung terdiam, menatap michael dengan cemberut. "nggak usah teriak, ngga sopan." ia mengangkat sebuah undangan berwarna marun. "fix yang ini?"

maura mengangguk mengiyakan lalu menoleh mendapati sang mama yang berderap kearah keduanya kemudian bertanya setelah berdiri disisi maura. "kenapa? mau model lain?"

buru-buru michael menggeleng lalu tersenyum sopan. "nggak usah, tante, maura mau yang ini," laki-laki itu mengangkat kembali undangan yang dipegangnya.

perempuan paruh baya itu mengangguk paham lalu menoleh kearah putrinya yang memegang sebuah bolpoin dan buku catatan kecil. "ini mau ngundang berapa, ma?" tanya maura.

"nggak usah banyak-banyak," jawab sang mama. "100?"

"SERATUS?" iris maura membulat sempurna menatap sang mama terkejut. "mah, ini tunangan!"

"ya terus?" sang mama tertawa kecil lalu menggeleng pelan. "nggak, sayang. bercanda. lima puluh aja."

diam-diam, maura memutar bola mata sebelum menulis angka satu hingga lima puluh di notes kecilnya. "yang mau diundang siapa aja?" tanya maura lagi.

sang mama mengangkat bahu. "terserah kalian, undang temen, sisanya urusan mama sama tante karen."

maura mengangguk paham sebelum kini memusatkan pandangannya pada michael yang duduk disampingnya. perempuan itu mengangkat satu alisnya. "siapa aja, nih?"

michael menyandarkan punggung seraya menenggak minuman yang tadi maura buatkan. "anak-anak yang ikut ke jogja," jawab michael enteng, "minus zowy."

dengan cekatan, perempuan itu menulis nama-nama yang menjadi rombongan ke jogja kecuali namanya, michael, dan juga zowy.

"arsyana, icha," gumam maura seraya menulis nama yang ia sebutkan. "siapa lagi? baru delapan."

"undang aja satu sekolah," tukas michael bercanda yang langsung disambut tamparan pelan di lengan kanannya.

"mike, ish!" perempuan itu memukul lengan michael dengan catatan kecilnya.  "serius dong!"

michael tergelak sebentar. "aduh," laki-laki itu berusaha mengontrol tawanya. "ya emang kamu mau berapa yang dateng?"

maura terdiam sejenak menatap michael yang kini balik menatapnya dengan raut bertanya. "itu pun, gue yakin ada yang nggak dateng." gumam michael.

alis maura terangkat sebelah lalu bergerak membenarkan posisinya. "siapa?"

"luke" jawab michael langsung. maura tertegun.

"gue sangsi dia bakal dateng."

+++

PUBLIC ANNOUNCEMENT : DUA PART LAGI ABIS!! WAHAHAHAHA SENENG BGT GUE YAALLAH :"")))

see ya fren, stay positive! xoxo

loveliness ♡ luke [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang