Sambil bersiul ceria, Jo turun dari motor gedenya, dan memasuki basecamp tempat ia dan teman-temannya berkumpul tiap hari. Tempat pertama yang ia datangi sepulang sekolah.
Ia mengambil kunci dibawah pot bunga, dan membuka pintu basecamp setelah ia membuka kunci rumah terlebih dahulu. Orang pertama yang memasuki rumah ini pastilah selalu Jo. Karna cowok itu, memang tidak mempunyai acara disiang hari ataupun sore hari.
Dunianya hanya dunia malam.
Balap liar, mabuk-mabukan, berkelahi dengan geng-geng motor, dan lain-lain. Masuk kantor polisi? Sudah biasa.
Tapi, seperti biasa juga, dia akan menemui kantor polisi dan mengusahakan 1001 cara agar Stevan Jonathan tidak memiliki catatan hitam dihidupnya.
Karna, satu saja kasus yang melibatkan dirinya, sama saja membuat catatan hitam dihidup dia yang padahal sudah ternodai.
Tapi~ Jo tidak peduli. Mau hidup dia penuh dengan catatan hitam pun, Jo tidak masalah. Selama ia bebas, dan dapat melakukan semuanya sesuai dengan yang Jo inginkan.
Tak terasa, bokong Jo saat ini sudah menempeli sofa. Ia kemudian mendesah panjang, bersamaan dengan itu, ia mendengar suara dari arah pintu utama.
"YUHU!! ROY GANTENG DISINI!! APAKAH BANG JOJO UDAH DATENG?"
Seruan yang disusul dengan suara langkah kaki membuat Jo terkekeh. Ia menegapkan duduknya, dan melihat laki-laki yang selama ini Jo sebut 'sahabat'nya itu memasuki basecamp dan nyengir lebar saat melihat Jo duduk disofa.
"Udah ada disini aja lo." kata Roy yang melangkah menuju Jo.
"Lo kayak yang gak tau gue aja." kata Jo, kemudian terkekeh bersamaan dengan Roy yang sudah menyender di sofa. "Gue kan gak suka orang fake yang bakal nemenin gue kalo lagi dikantin. Sok-sokan deket sama gue, padahal gak kenal."
"Manusia kan kayak gitu, Jo."
"Oohh, sayangnya, gue bukan manusia, jadi, gue gak kayak gitu."
"Oohh. Lu setan, ya?"
"Lebih tepatnya, malaikat tanpa sayap."
"Iya, malaikat pencabut nyawa, kan?"
"Pernah liat muka malaikat pencabut nyawa yang ganteng kayak gue?"
"Aahh," kata Roy seraya menganggk maklum. "Iya deh. Most wanted guy gak ada yang jelek."
Jo tertawa, menjitak kepala Roy dengan kencang. "Itu tau, lo!"
Roy mencibir sambil mengusap kepalanya dengan cemberut. "Gue gak bilang lo ganteng!"
"Trus apaan lo ngomong kayak tadi? Itu tuh, secara langsung, lo menyatakan bahwa gue ganteng!"
"Seganteng-gantengnya elo, lebih ganteng gue."
"Dan paling ganteng gue."
Roy manyun menghina Jo. "Serah lo deh."
"Asiikk."
"Hoy, ada apa nih?"
Pertanyaan itu membuat Jo dan Roy serentak kembali menatap pintu utama. Seperti biasa, Ali dan Red selalu datang bersamaan.
Jo terkekeh geli, dan menjawab pertanyaan Ali. "Gue dibilang cowok paling ganteng sama Roy."
"Gue gak bilang gitu!" kilah Roy.
"Iya, bilang! Ngaku, lo!"
"Kagak, elah!"
"Iya! Ngaku!"
"Kagak, Jo setan!"
"Gitu deh lo, gak like deh."
Roy yang menggeram dan sudah akan membalas perkataan Jo, dihentikan dengan perkataan Red yang to the point.
"Sekali-kali, lo lamain diem disekolah deh Jo."
Jo menatap Red heran. "Maksudnya?"
Red mengedikan bahu, dan tersenyum. "Karna kadang, 'lamain diem disekolah' itu bisa nambah ilmu pengetahuan."
Jo berdecak. "Aelah, gue besok bakal lama disekolah, kok. Gue kan bakal dibimbing sama si Vany." katanya, kemudian tersenyum lebar. "Betewe, lo tau tukang jual kostum anjing, gak?"
♬ ♬ ♬
"Ngeselin banget, deh."
Gerutuan dari Vany membuat ketiga sahabatnya mengangkat sebelah alis dengan tanda tanya jelas yang tercetak diwajah mereka masing-masing. Sedari tadi, yang dilakukan Vany hanya menggerutu dan menggerutu. Cewek itu bahkan tidak sadar kalau dirinya malah mencoret-coret buku pr, bukannya mengerjakan tugas yang diberikan guru.
"Lo kenapa sih Van?" tanya Prilly, "Valle gak ngabarin lo lagi? Kenapa gak diputusin, sih?"
Vany mengangkat wajahnya, menatap Prilly yang menatapnya dengan tatapan bertanya. Ia mengembuskan napas panjang, menyadari salah satu sahabatnya melupakan nama pacarnya.
Dengan serentak, ia dan kedua temannya mengatakan, "Fares, Prill."
Prilly malah nyengir, kemudian mengangguk. "Iya, Faris. Gue lupa. Betewe, namanya kayak nama kota, ya?"
"Abaikan dia, kawan." kata Jess, menengahi, membuat Prilly cemberut. Ia kemudian menatap Vany sama dengan tatapan yang Prilly berikan pada cewek itu. "Lo kenapa? Dari tadi ngomel mulu."
Vany cemberut, mengingat kejadian dikelas saat ia dan Jo berdebat kecil. "Si Jo pengen banget gue bunuh. Masa dia nyuruh gue pake kostum anjing?" ujarnya, membuat ketiga sahabatnya menahan tawa. "Lo tau? Kalo gue gak mau pake kostum yang besok dia bawa, dia gak akan mau dibimbing sama gue, dan gue bakal dapet nilai D?!"
Anggi adalah yang pertama kali reda dari tahan-menahan tawa, berkata, "Mungkin, dia cuma becanda. Lo tau, kan? Cowok tuh becandaan nya aneh-aneh."
Vany mendengus, ia mendelik menatap Anggi jengah. "Semoga aja dia becanda." katanya, kemudian bergidik. "Gak kebayang gue kalo ada tuh huruf satu dirapor gue."
Ketiga sahabatnya saling lirik, dan mengedikan bahu serentak. Mereka tahu, nilai akademik maupun non akademik milik Vany harus selalu A. Karna Vany, adalah miss perfect.
"Hmm." Jess mulai bersuara. "Gue kalo inget Jo, jadi inget Euis. Ngomong-ngomong, tuh cewek muna masih pacaran gak ya sama Jo?"
Vany mengangat kedua alisnya tinggi-tinggi. "Lo suka sama Jo?!" pekiknya, kemudian mengguncang bahu Jess. "Lo pikir, Rasya bakal sudi lo berpaling ke dia?! Sadar, Jess! Sadar! Rasya bakal ngerasa rendah serendah-rendahnya kalo lo berpaling ke cowok absurd kayak Jo!"
Jess menepis tangan Vany, kemudian memutar kedua bola matanya. "Lo apaan sih? Gue gak akan berpaling! Lebay banget, lo!" katanya, kemudian mendengus. "Gue cuma kepikiran! Terakhir kan, si Euis dikabarin jalan sama cowok lo, Van." lanjutnya, kemudian berdecak. "Lagian, dapet kabar kayak gituan, kenapa lo gak putusin dia aja, sih?"
Vany terdiam. Ia menggigit bibir bawahnya, kemudian menggeleng cepat. "Fares bilang, itu bohong."
Jess menggeleng prihatin. "Justru, dia itu boongin lo."
Vany lagi-lagi terdiam. "Gue..., percaya Fares."
Ketiga temannya kali ini terdiam. Serentak, mereka mengembuskan napas panjang. Yang mereka tahu, cinta Vany pada Fares sangat besar, dan Vany dibutakan oleh cinta.
Padahal, mereka tidak tahu yang sebenarnya. Bahwa Vany, tak akan melepaskan Fares. Takkan pernah.

KAMU SEDANG MEMBACA
JoVan [BADASS #2] [PROSES PENERBITAN]
Kurzgeschichten[Badass Series] #9 dalam short story, 28 April "Lo bisa gak sih, gak nyusain idup sempurna gue?" "Kagak." "Ngeselin." "Gue denger loh, cantik." "Lo denger gue ngomong 'ngeselin', tapi gak denger gue ngomong 'selesein'." "Denger, kok," kata Jo yang m...