14 - Berasap

3K 219 0
                                    

Jo melihatnya. Melihat kejadian dimana Fares mencium Vany diparkiran sore itu.

Saat itu -setelah Jo menghabisi teman-teman Fares, Jo berniat akan menolong Vany yang dipaksa pergi oleh pacarnya yang brengsek itu.

Dan saat ini wajah Jo terlihat kusut. Lebam-lebam diwajahnya sudah agak menghilang seiring waktu, namun, entah mengapa, rasa sesak yang ditimbulkan Vany masih saja terasa. Ia tidak pernah mengalami hal ini. Jika ada wanita yang ingin Jo jauhi, ia tinggal menjauh, dan akan lupa pada wanita itu. Tapi ..., mengapa pada Vany, ini terasa sulit?

Jo menghela napas panjang, dan menyenderkan tubuhnya di kursi kayu yang terdapat dipangkalan motor geng Sebastian.

Setelah kejadian dimana ia melihat adegan ciuman tersebut, ia sudah bertekad untuk menjauhi Vany agar rasa penasarannya tidak berkembang dan malah jadi jatuh cinta pada cewek itu. Dan biasanya, Jo selalu berhasil dalam melupakan wanita yang ada disekitarnya. Seperti Euis, contohnya. Cewek itu sudah beberapa hari ini Jo hindari dan tidak pedulikan. Ada kabar bahwa Euis dibully oleh siswi lain. Namun, Jo seolah menutup telinga dan tidak peduli. Itu gampang, dan tidak membuatnya kepikiran seperti saat ini. Ya. Kenapa Jo malah memikirkan Vany sampai kepalanya berasap?

"Kepala lo berasap!" seruan yang di ikuti oleh lemparan jaket membuat lamunan Jo buyar. Ia mengerjapkan matanya karna agak kaget. Jo menatap jaket tersebut dengan berkerut alis. Sebastian hanya tersenyum dan duduk disamping Jo. "Itu jaket kebanggaan gang motor ini. Lo gue kasih satu."

Jo mengukir senyuman, dan menggenggam jaket itu, menandakan bahwa jaket itu sudah menjadi miliknya. "Jangan sekali-sekali lo minta balik lagi, karna ini, udah jadi milik gue."

Sebastian tertawa. "Yakali gue minta balik lagi setelah gue ngasih nih jaket."

Jo ikut tertawa, dan mengenakan jaket itu ditubuhnya.

"Kenapa kepala lo sampe berasap?"

"Hah?" Jo terkekeh sambil mengerutkan alisnya. "Apaan sih bang? Mana ada kepala yang berasap?"

"Ada."

"Yakali ini kartun."

"Itu kepala lo ada asepnya!"

"Asep anak-anak yang ngerokok, kali!"

"Jo, lo tau maksud gue."

Jo terkekeh dan menganguk. "Ya, ya, gue ngerti kok."

"Ada apa, sih? Dari kemarin gue liat elo murung mulu."

Jo melotot pada Tian. "Masa iya gue dari kemarin murung?"

"Eh, lo gak percaya?"

"Kagak, elah!"

"Yaudah. Cerita aja ribet banget, sih!"

"Kayak ngerti urusan anak muda aja."

Sebastian menggetok kepala Jo dengan gemas. "Lo pikir gue udah aki-aki, hah?"

Jo terkekeh. "Oke, gue ceritain." katanya, dan mengembuskan napas panjang. "Ada yang aneh sama gue."

Sebastian mengerutkan alisnya, tidak mengerti. "Apa yang aneh sama lo?"

Jo menghela napas gusar, dan membenarkan duduknya menjadi menghadap pada Sebastian. "Lo tau kan bang, gue kalo mau jauhi dan lupain cewek, gue bisa dengan gampang lupa sama cewek itu. Tapi, beberapa hari ini, gue pengen ngejauhin cewek, dan malah kangen dan pengen liatin dia walau dari jauh. Itu aneh kan bang?"

Sebastian menatap datar pada wajah serius Jo. "Elo yang bego!"

Ujung hidung Jo berkedut sebelah. "Hah?"

"Sekarang gue tanya, kenapa lo mau ngejauh dari cewek lo yang sekarang?"

"Karna dia selingkuh."

"Kenapa lo masih bertahan sama cewek lo yang sekarang?"

"Karna permintaan seorang cewek."

"Kenapa lo jauhin cewek lo, tapi lo selamatin dia waktu anak-anak mau make?"

Alis Jo kontan berkerut dalam. Ah, ternyata, yang Sebastian maksud itu Vany dan Euis sekaligus. "Gue gak tau ..."

Sebastian menghela napas panjang. "Itu namanya lo jatuh cinta sama dia, Jo. Segimana pun dia mengkhinatai lo, kalo perasaan lo ada di dia, lo gak bisa seenak jidat lo buat menghindari cewek itu."

"Hah?" Jo mengerutkan alisnya. Jatuh cinta? Sama Vany, maksudnya? Yah, berarti, dugaan Jo benar? Rasa penasarannya, kini sudah tumbuh menjadi perasaan yang lebih lagi.

"Gini ya, Jo, gue kasih tau." kata Tian, kemudian menghela napas panjang. "Lo tau kan kalo gue gak gampang buat jatuh cinta?"

Perlahan, Jo mengangguk. "Tau. Trus?"

Sebastian terlihat menelan ludahnya. Sesaat setelah itu, wajahnya memerah, membuat Jo melotot kaget. "Gue lagi suka sama cewek."

Jo mengerjap. "Su-sumpah, lo?"

Tian mengangguk. "Suer gue."

Ingin sekali Jo tertawa melihat wajah Tian yang makin memerah, namun ia tahan untuk menghargai abangnya.

"Tapi ..., gue gak memungkiri perasaan itu," kata Sebastian sambil tersenyum menerawang, membuat Jo tertegun. "Gue sering cemburu liat keramahan dia ke orang lain. Gue juga suka nyesek sendiri liat dia sama pasangannya. Tapi .., gue terima aja perasaan itu muncul karna orang itu. Karna itulah kenikmatan orang jatuh cinta. Dan tanpa peduli orang itu bakal jodoh sama orang lain, kalo gue cinta, gue rela-rela aja nangis karna hal itu." Tian kemudian menoleh ke arah Jo. "Karna itu Jo, coba deh buka mata lo. Elo itu jatuh cinta sama cewek lo. Dan kalo lo menghindar, lo gak akan ngerasain yang namanya kenikmatan cinta."

"Sama cewek lain juga bisa." kata Jo, menatap lurus kedepan. "Kenikmatan bercinta."

"Di ranjang ye? Itu namanya sex, sialan!"

"Yaudahlah, sama aja. Yang pasti ada kata 'cinta'nya."

Dengan geram, Tian menendang bokong Jo. "Balik sana! Balik lo! Sialan, gue udah capek-capek nasehatin lo, lo malah anggap itu becandaan, huh? Balik lo! Balik!!"

Jo menedelik dan berdiri. Ia mengusap bokongnya yang tadi ditendang oleh abangnya. "Iye! Iye! Gue balik, nih! Awas lo jangan kangen!"

"Eh?" Tian membenarkan duduknya. "Aslian lo balik?"

"Dih, gak banget lo, udah kangen sama gue lagi."

"Yee, gue kirain kan bercanda."

Jo tersenyum dan meresleting jaketnya. Ia kemudian menepuk pundak abangnya itu, membuat Tian menatap Jo dengan heran. "Gue cuma mau ngasih tau, tadi waktu lo cerita, muka lo merah kayak kepiting rebus." katanya, membuat wajah Tian kembali memerah. "Iiihhh lucu kayak bayi babi!" dan dengan itu, Jo pun berlari saat Tian berdiri dari duduknya.

Dengan jelas, Jo dapat mendengar teriakan abangnya. "SETAN!! AWAS LO KALO BALIK LAGI, GUE BUNUH MOTOR LO!!"

Dan Jo hanya tertawa kecil dan menjalankan motornya meninggalkan pangkalan motor gang abangnya.

JoVan [BADASS #2] [PROSES PENERBITAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang