25 - Saya Harap

2.3K 172 1
                                    

Bundanya Vany terkekeh kecil. Ia melangkahkan kakinya, menghampiri Jo. Setelah sampai dihadapan Jo, ia melihat pada tanah, tepatnya, pada apa yang dikerjakan Jo. Setelah beberapa detik hanya memperhatikan tumpukan sampah, Bunda Vany mengangguk pelan. "Lumayan buat ukuran cowok," mertuanya berkomentar, kemudian kembali menatap Jo. "Kamu ganteng. Kenapa mau sama anak saya?"

Jo mengerjap beberapa kali, kemudian sedikit terkekeh kecil. "Saya gak tau. Dipelet, mungkin?"

Bunda Vany melotot marah. "Sembarangan! Kamu kira anak saya apaan?!"

Jo mengerjap kembali. Bercandaannya dianggap serius, lah. "Eng-enggak, Tante. Mak-maksud saya ...," nah kan, Jo jadi bingung. Ia kemudian menunduk dalam. "Vany cantik kok, Tante. Jangan buang restunya, ya Tante? Saya cuma bercanda, kok."

Ibunda Vany terkekeh, membuat Jo mengangkat sedikit wajahnya. Tangan wanita paruh baya itu kemudian memukul lengan atas Jo dengan kencang sampai cowok itu terhuyung kesamping. "Saya bercanda, keleus!" ujarnya dengan terkekeh. "Gitu aja dianggap serius. Kamu bercandain saya, ya saya juga bercandain kamu."

Jo terkekeh canggung. Tangan cowok itu terangkat, mengusap tengkuknya dengan gugup.

Ibunda Vany mengehela napas panjang. Tangannya kembali terangkat, mengusap puncak kepala Jo dengan sayang. Menatap pada mata Jo dengan lembut, membuat cowok itu tertegun ditempatnya. "Saya harap, kamu bener-bener tulus sama anak saya," katanya tiba-tiba dengan senyum prihatin diwajahnya. "Saya harap, kamu hanya menginginkan Vany disisimu, tidak dengan yang lain. Dan ..., saya harap, saat kamu menikah nanti dengan Vany, kamu tidak akan meninggalkannya setelah mengetahui kebenaran yang sesungguhnya," lanjutnya, kemudian menghela napas panjang. Mata Jo memincing menatap Ibunda Vany. Maksud dari perkataannya itu ..., apa? Ia dapat melihat mata Bunda Vany yang berkaca-kaca. "Saya harap ..., kamu tidak hanya menginginkan tubuhnya saja."

Jo sekarang mengerti. Ini sepertinya berhubungan. Vany memutuskan Fares kemarin, dan sekarang ..., Bunda Vany datang kemari tanpa pemberitahuan sebelumnya.

Apakah ..., Fares sudah memberitahu keluarga Vany?

Apa mungkin ..., maksud kedatangan Bunda Vany kesini hanya untuk melihat keadaan Vany?

Jo harus memastikannya. "Tante ...," panggilnya pelan dan hati-hati. "Apa Tante udah tau kalau ..., mahkota Vany hilang?"

Wajah Bunda Vany terlihat kaget dan pucat pasi. "Ka-kamu ..., tau?" tanyanya dengan nada suara kaget yang kentara.

Jo hanya diam dengan wajah sedihnya. Matanya memancarkan keprihatinan yang mendalam. Pasti, Ibunda Vany kini sangat sedih dan marah. Seperti Jo dulu. Ibunda Vany pasti kecewa pada Vany. Namun, yang dapat dilakukan Bunda Vany hanya diam seolah tak tahu apa-apa, padahal hatinya berdenyut sangat nyeri saat melihat wajah anaknya. Pasti, karna mengetahui penyakit Vany yang kambuh tadi pagi ..., wanita paruh baya didepannya ini menahan diri untuk menangis atau meneriaki anaknya.

Mata Ibunda Vany berkaca-kaca, kemudian air bening itu keluar dari kelopak matanya, dan mengalir deras. Bahunya bergetar saking kerasnya dia menangis. "Saya ..., saya gak tau harus ngambil tindakan apa? Vany ..., anak cewek satu-satunya yang saya punya. Tapi ..., dia udah dirusak. Anak yang dijaga sama seluruh keluarga itu, dirusak orang lain."

Jo hanya dapat menelan ludahnya dan memperhatikan wanita paruh baya yang berdiri dihadapannya dengan bahu bergetar hebat.

"Saya ..., saya merasa gagal sebagai seorang Ibu. Saya gak bisa berkutik. Saya ..., saya bahkan gak bisa untuk marahin Vany. Dia masih anak saya. Gimana pun juga, dia masih anak perempuan saya satu-satunya."

Bahu itu makin bergetar hebat. Tangis pedih tak berhenti, malah semakin bertambah pilu. Dan Jo hanya dapat terdiam memperhatikan. Ia tak menyangka Fares akan sebejat ini. Lelaki bejat itu ..., telah melukai seorang Ibu yang tulus mencintai anaknya. Yang sangat menyayangi anaknya.

"Saya gak tau gimana Fares ngambil harta berharga satu-satunya milik anak saya. Saya marah. Saya gak bisa ngapa-ngapain. Saya ingin nuntut Fares karna udah melecehkan anak saya. Tapi ..., saya takut nama anak baik saya jadi rusak saat kebenaran ini terungkap."

Semuanya jelas. Sekarang Jo mengerti kenapa Vany harus mempunyai predikat sempurna dimata semua orang.

Nama baik keluarga Vany.

Itu penyebab dari kenapa Vany harus selalu nomor satu disekolah. Karna itu. Karna hal itu.

Demi menutupi kekurangannya.

Kekurangan yang berharga baginya.

Jo hanya bisa menghela napas panjang. "Tante, saya tulus sama Vany. Saya beneran sayang sama dia ...," Jo kini membuka mulut. Ia tak bisa kan membiarkan wanita paruh baya didepannya ini terus-terusan menangis? "Saya janji saya bakal jaga Vany, Tante ... Lagian, didunia ini, mana ada yang sempurna, sih? Walau pun ada, saya bakal milih yang terbaik buat saya. Dan orang itu Vany. Saya akan terima segala kekurangan Vany, seperti Vany yang terima kekurangan saya. Tante gak tau kan kalo saya gak naik kelas tahun kemarin?"

Ibunda Vany tersedak karna tawanya yang sekejap. Tangisnya masih belum berhenti. Bahunya pun masih terus bergetar. "Makasih," katanya pada Jo. "Makasih, makasih, makasih, terima kasih."

Jo hanya mengangguk, sedangkan Ibunda Vany terus menggumamkan kata-kata tersebut.

Yang mereka berdua tidak ketahui adalah, satu pasang telinga mendengarkan percakapan menyedikan dua orang itu dari awal sampai akhir dengan bahu bergetar hebat dan air mata yang mengalir deras. Tubuh Vany merosot dibalik tembok. Ia menutup bibirnya dengan kedua tangannya, menggigit tangannya dengan kencang guna menyembunyikan isakannya.

JoVan [BADASS #2] [PROSES PENERBITAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang