Cowok itu menatap kosong pada pintu yang sedari malam ditutup dengan rapat itu. Jo kemudian menghela napas panjang, dan menunduk.
Semalam Jo tidur disofa.
Kemarin malam berakhir dengan kedua orangtua Euis yang datang menjemput anak semata wayangnya. Euis dan Ibunya sempat bertengkar dirumah Vany. Mereka berdebat tentang melaporkan Fares ke polisi.
Ya, ternyata Fares kembali berbuat ulah dengan memperkosa Euis. Cewek itu kabur dengan tubuh yang sudah ternodai dan baju yang sudah disobek sana-sini oleh Fares.
Kebetulan, kelab yang digunakan oleh Fares untuk melakukan aksinya itu dekat dengan rumah kontrakan Vany. Entah kebetulan atau apa, Euis melihat motor besar Jo dan berinisiatif untuk meminta perlindungan dari mantan pacarnya saja.
Namun Jo tak dapat berbuat apa-apa
Ibunya menuntut.
Namun Euis tidak ingin hal ini dibahas lebih lanjut lagi. Cewek itu menerangkan bahwa jika ia malah akan dibully lagi dan beberapa alasan lainnya.
Pemikiran Euis mungkin sama seperti Vany. Euis tidak ingin nama besar keluarga barunya menjadi tercemar.
Ya. Euis itu anak adopsi keluarga kaya. Bisa saja cewek itu saat ini sedang diasingkan keluar negeri atau ke kampung halamannya.
Dan saat itu Vany dan Jo hanya bisa diam.
Jo bahkan tidak dapat lagi berjanji apa-apa pada Vany ataupun Euis. Karna ia tahu, mau janjinya diutarakan atau tidak, ia takkan bisa menepatinya.
Karna janji yang sebelumnya pun tak dapat Jo penuhi.
Vany terlihat terguncang. Setelah malam kemarin, cewek itu mengunci dirinya didalam kamar. Tangis Vany terdengar samar dari luar karna diredam oleh bantal.
Jo tahu, Vany menyalahkan diri lagi.
Semalaman Jo tidak bisa tidur. Bukan karna ia bermimpi buruk, namun, tangis Vany tak berhenti saat pagi kembali tiba. Bahkan, walaupun samar, Jo masih mendengar segukan dari Vany didalam sana.
Knop pintu bergerak.
Jo langsung berdiri dan berlari kearah pintu. Pintu pun terbuka, dan Jo langsung memeluk Vany yang berdiri didaun pintu. "Sumpahnya ini salah gue, Van ..., bukan salah lo."
Vany bergeming. Tidak menolak ataupun membalas pelukan Jo.
Jo mendesah lelah. "Plis, plis, plis, jangan jauhin gue, Van ..., plis ..." ujarnya melirih.
Vany tetap bergeming. Cewek itu kemudian menghela napasnya, dan memundurkan wajahnya, menatap wajah Jo dari dekat karna cowok itu masih memeluk pinggang Vany. Mata sembab dan memerah milik Vany menatap pada Jo. Tangan cewek itu kemudian terangkat, mengusap pipi Jo dengan lembut. "Gue gak akan jauhi lo, Jo. Tapi ..., gue butuh waktu buat sendirian dan berpikir."
Bahu Jo melemas.
Vany kemudian menunduk dan menjauhkan tubuhnya dari Jo.
Jo hanya bergeming. Ia membuang napasnya dengan kasar. Matanya menatap pada punggung Vany yang kian menjauh. Jo kemudian berlari, menggapai tubuh yang hampir meninggalkannya itu dari belakang, memeluk pacarnya dengan erat. "Jangan pernah berpikiran kalo ini salah lo! Jangan pernah berpikiran apa yang terjadi sama Euis itu terjadi karna lo pacaran sama gue! Jangan pernah berpikiran untuk ninggalin gue, Van!"
Dan Vany hanya bergeming.
Jo menghela napas putus asa. "Van?"
Jo merasakan tangannya yang berada diperut Vany digenggam oleh cewek itu, kemudian~
Dilepaskannya.
Jo membeku.
"Gue butuh berpikir, Jo. Maaf," ujar Vany, kemudian kembali melangkah menjauhi Jo yang masih membeku disana.
Rahang Jo kini mengeras.
Kenapa Fares tidak pernah puas mengganggunya?
Jo menggeram, kemudian mengacak rambutanya dengan frustasi. "ANJING!"
♬ ♬ ♬
Setelah memarkirkan motornya disebuah rumah mewah yang belum dipijakinya selama 2 bulan lebih itu, Jo langsung masuk dengan tergesa kedalam rumah itu.
Tanpa mengetuk atau memencet bel, pelayan yang disiapkan didepan pintu itu langsung membuka pintu, mempersilahkan Tuan Muda nya untuk masuk.
Langkah panjang Jo memasuki rumah itu. Ia menaiki tangga, dan bertemu dengan seorang wanita paruh baya yang menyapa Jo dengan sumringah.
Jo mengabaikannya. Ia langsung menghampiri salah satu pintu disana, dan menggedornya dengan kencang. "FARES!! BUKA PINTUNYA!!"
Wanita paruh baya itu menghampiri Jo dengan panik. "Ada apa Jo?"
Jo mengabaikannya. Ia terus menggedor pintu itu dengan sekuat tenaga, menyuruh orang yang ada didalam untuk keluar. "FARES ANJING!!! KELUAR LO SEKARANG!!"
"Ada apa ini?" sosok pria paruh baya datang dan langsung menatap heran pada Jo. "Jo? Ada apa?"
Jo kini makin tidak sabar. Ia menggoyangkan knop pintu dengan kencang sambil menggedor pintu itu dengan kuat. "BUKA ANJING!!! BUKA PINTU LO ATAU GUE DOBRAK!"
Terdengar erangan dan juga teriakan, "Iya bentar," disana.
Jo diam dengan deru napasnya yang kasar.
"Jo, ada apa, nak?" wanita paruh baya itu kembali bertanya dan Jo tidak meresponnya.
Knop pintu bergerak, dan pintu terbuka menampakan Fares dengan muka bantalnya.
Rahang Jo langsung mengeras. Dengan cepat, tinjunya yang sedari tadi dibuat itu melayang ke wajah Fares dan membuat cowok itu tersungkur. "ANJING! BAJINGAN LO!!" Jo berteriak murka. Cowok itu mencengkram piyama milik Fares, membuat tubuh cowok yang baru saja mendapat pukulan itu sedikit terangkat. "Kenapa harus cewek baik-baik yang lo ambil mahkotanya?! KENAPA GAK JALANG AJA YANG LU TIDURIN, BRENGSEK?!"
Diluar dugaan, Fares memukul pipi Jo dengan keras sehingga cowok itu tersungkur ke samping. Fares menindih Jo kemudian mencengkram kerah kaos yang Jo pakai. "Maksud lo apa, anjing?! Idup lo ngebosenin gak gue ganggu?! HAH?!"
Jo terkekeh sinis. Cowok itu menatap Fares dengan tatapan murkanya. "Lo cuma sampah masyatakat yang beraninya cuma perkosa anak orang."
Fares mengerutkan alisnya dengan bingung, membuat Jo terkekeh sinis lagi. "Mak-maksud lo?"
KAMU SEDANG MEMBACA
JoVan [BADASS #2] [PROSES PENERBITAN]
Short Story[Badass Series] #9 dalam short story, 28 April "Lo bisa gak sih, gak nyusain idup sempurna gue?" "Kagak." "Ngeselin." "Gue denger loh, cantik." "Lo denger gue ngomong 'ngeselin', tapi gak denger gue ngomong 'selesein'." "Denger, kok," kata Jo yang m...