Kelas terasa pengap dengan banyaknya murid dari kelas lain yang menonton kejadian langka saat ini. Disana, dua orang yang tidak pernah akur itu sedang bertatap muka dengan pandangan yang tidak bersahabat.
Vany yang duduk dibangkunya dengan tatapan lurus menatap Jo itu membuat laki-laki yang berdiri dihadapannya kini tersenyum sinis. Kedua tangan Vany mengepal dibawah meja, merutuki bibir sialannya kemarin, serta makhluk sialan didepannya ini. Cewek itu kemudian mengembuskan napas pasrah. Jika saja kejadian kemarin tidak terjadi, juga bibirnya yang sedikit saja dapat dijaga, ia tidak akan ada disituasi ini.
Situasi dimana diatas mejanya terdapat kantung dengan kostum anjing didalamnya.
Vany tidak menyangka bahwa Jo benar-benar berniat menyiksanya hari ini sampai-sampai laki-laki itu rela mengeluarkan uangnya demi membeli kostum anjing ini. Dan karna alasan 'NILAI D', Vany tidak dapat berkutik. Ia hanya dapat menghela napas panjang. "Lo niat banget ya nyiksa gue."
Dengan nada antusias, Jo menjawab, "Iya dong! Gue kalo punya niat gak pernah tuh yang namanya setengah-setengah. Jadi, kalo mau nyiksa, siksa sampe puas sekalian."
Vany terdiam. Dadanya bergemuruh hebat menahan amarah yang sebentar lagi akan keluar. Giginya bergemeletuk, menunjukan bahwa ia amat sangat kesal saat ini. Namun, mau melawan dengan cara apapun atau menyiksa dengan cara sesadis apapun, Vany tahu bahwa permintaan Jo tidak mungkin dapat diganggu gugat. Ah sial. Jika saja ancaman 'NILAI D' itu tidak ada, Vany takkan setersiksa ini, "Oke. Gue bakal pake baju ini. Ntar, kan? Sepulang sekolah?"
"Nah," kata Jo sambil menggeleng, kemudian menyeringai. "Sekarang. Sampe pulang sekolah."
Vany menganga tidak percaya. Ia mengerjapkan matanya, berharap omongan Jo tadi hanya ilusinya. "Lo gila ...,"
Jo terkekeh senang. "Sayangnya, gue emang gila, cantik."
Dengan tubuh yang gemetar karna diselimuti oleh amarah, Vany menjawab, "Oke. Gue terima."
Dan dengan itu, Vany melangkah ke luar kelas dengan tatapan para murid yang tak lepas darinya, juga dengan dadanya yang bergemuruh hebat. Ia yakin, Jo saat ini sedang tertawa puas sekencang-kencangnya.
.
Vany kembali dengan tubuhnya yang sudah terbalut dengan sebuah kostum anjing. Ia berdiri dihadapan Jo, dan DENGAN JELAS melihat laki-laki itu tertawa puas sepuas-puasnya tawa orang seorang pisikopat. Sedangkan teman-teman Jo --yang entah kapan datangnya-- hanya menahan tawa.
Tangan Vany tak pernah absen untuk mengepal. Ia terus saja menatap Jo yang tak berhenti tertawa sejak kedatangannya tadi. Mungkin, sudah lebih dari 3 menit Jo tertawa seperti itu. Laki-laki itu, seperti kesetanan.
Tapi, Jo kan memang setan.
Vany kemudian tersenyum sinis. "Puas lo?"
Pertanyaan itu malah menjadi obat untuk membuat Jo tidak kesetanan lagi. Ia menatap Vany sambil tersenyum licik. "Belum. Gue belum puas." jawabnya dengan menyeringai jahat.
Vany tahu. Tahu betul bahwa laki-laki dihadapannya ini takkan puas jika belum menghancurkan hidup sempurnanya. Tapi, Jo melupakan otak cerdas Vany. Maka dari itu, Vany bertanya, "Apa lagi mau lo?"
"Hm?" gumam Jo. Ia menyimpan jari telujuknya di dagunya, berpikir sedikit. Matanya kemudian menatap tubuh Vany dari atas sampai bawah. Cowok itu kemudian menyeringai, membuat bulu kuduk Vany berdiri. "Gimana kalo lo nari?!" pekiknya merasa senang, "Nari sambil ngegong-gong?!"
Vany mengerjapkan matanya, kemudian melotot. Ah, otak cerdas! Ayolah berpikir! "Lo se-serius?"
Jo mengangguk semangat, membuat Vany menganga tidak percaya. "Kenapa? Lo gak mau?" tanya Jo membuat Vany menatap cowok itu dengan tajam, "Ohh, lo mau nilai--"
"OKE! OKE! Gue bakal lakuin! PUAS, LO!?"
Jo mengangguk senang. "Puas." katanya, kemudian menyeringai. "Cepet lakuin!"
Vany menggigit bibir bawahnya, berharap otaknya cepat mendapatkan solusi. Tapi, satu ide muncul diotaknya untuk menari dengan indah.
"Narinya jelekin, ya!"
Sialan! Baru saja Vany berpikir akan menari dengan indah, orang sialan itu malah berkata bahwa ia harus menari dengan jelek?!
Benar-benar.
Vany yakin, cowok itu benar-benar menginginkan Vany untuk terlihat tidak sempurna dimata semua murid disini.
"Cepet!"
Vany mengembuskan napasnya yang bergetar karna amarah. Ia melirik Jo, kemudian menggoyangkan pinggulnya ke kiri dan ke kanan. "GUK! GUK!"
Jo tertawa kecang. Terlihat sekali bahwa laki-laki itu sangat puas, "Lanjut! Terusin, jangan berenti! Itu ekor lo biar goyang, guk."
Dengan geram, Vany mengangkat pantatnya sedikit, dan menggoyang-goyangkan bokongnya agar ekor anjing yang melekat pada kostumnya begoyang. "GUK! GUK!"
Jo makin tertawa kencang, membuat Vany semakin geram.
Wajah Vany sudah memerah sekarang. Ia sangat malu. Kesempurnaan dirinya memudar. Ia dipermalukan didepan umum, dihadapan para murid disekolahnya. Hampir saja Vany menangis kalau saja sebuah suara tidak menginstrupsi.
"Vany? Itu kamu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
JoVan [BADASS #2] [PROSES PENERBITAN]
Kısa Hikaye[Badass Series] #9 dalam short story, 28 April "Lo bisa gak sih, gak nyusain idup sempurna gue?" "Kagak." "Ngeselin." "Gue denger loh, cantik." "Lo denger gue ngomong 'ngeselin', tapi gak denger gue ngomong 'selesein'." "Denger, kok," kata Jo yang m...