Cewek itu membuka matanya dari tidur lelapnya, dan mengerjapkan matanya berkali-kali. Ia kemudian mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi, merenggangkan otot tangannya yang lemas.
Ia kemudian meloncat dari kasur, dan berjalan ke arah dispenser setelah mengambil gelas yang terdapat disampingnya. Vany kemudian mengisi air tersebut hingga penuh, dan meneguknya habis.
"Pagi!"
Vany sukses tersedak oleh minumannya sendiri saat mendengar sapaan yang disusul oleh suara aktifitas menguap seseorang. Ia menoleh kebelakang, melihat cowok yang berjalan ke arahnya sambil menggaruk tengkuk. "Lo!" seru Vany yang disusul dengan batuknya. "Kenapa lo bisa disini?!"
Cowok itu mengabaikan Vany. Ia terus berjalan ke arah dispenser, dan melakukan hal yang sama seperti Vany.
"Jo! Jawab gue!!"
Jo meletakan gelas tersebut ditempat, dan menatap Vany malas. "Kenapa emang? Gak boleh?"
"KAGAK! Lu pikir, gue sudi?!"
"Ck, gue udah nolongin elo loh kemaren."
"Tapi, bukan berarti, gue ngizinin lo buat nginep dirumah gue!"
"Pelit!"
"Bukannya pelit! Gue tuh tinggal sendiri, disini! Dan cewek sama cowok kalo berada diruang yang tertutup berduaan, itu gak baik!"
"Yaudah. Bagus dong kalo cuma berdua? Gak ada bonyok lo kan?"
Vany memejamkan matanya, menahan amarah dipagi hari karna sarapan yang tidak menyenangkan ini. "Tapi ..., tetep aja gak boleh! Ini rumah gue! Dan lo seenaknya aja masuk tanpa permisi? Dan lo, bisa masuk gimana kesini? Lo masuk lewat mana, setan?!"
"Gue masuk lewat jendela kamar lo waktu lo udah ngorok."
Mulut Vany menganga lebar, menatap Jo dengan wajah kagetnya. Dengan was-was, ia memeluk tubuhnya tepat didepan dada. "Lo gak ngapa-ngapain gue, kan?! Lo gak grepe-grepe, kan?! Jawab gue!!"
"Kagak. Gue cuma ngintip doang."
"JOOO!!!!" teriaknya, kemudian mengambil barang terdekat yang terdapat disana untuk kemudian dilemparnya ke arah Jo dengan bertubi-tubi.
Jo sukses menghindari berbagai macam barang yang Vany lempar. "Apa? Ribet banget sih lo?! Pagi-pagi udah berisik aja."
"Keluar dari rumah gue!"
"Kagak. Elah, gue belum mandi."
"Gue gak peduli!!"
"Oh ..., yaudah. Gue gak mau dibimbing sama lo lagi."
Vany terdiam dengan mulut yang menganga setengah. Selalu saja. Ancaman Jo selalu saja sama. Cewek itu menghela napas panjang, dan menatap Jo malas. "Terserah!"
Jo nyengir lebar. Vany cemberut.
Cewek itu kemudian terdiam. Ia teringat sesuatu. Hal pertama yang ia lupakan kemarin. "Jo, gue mau ngomong sama lo," katanya, membuat Jo yang sedang memaninkan dispenser menoleh. "Gue punya permintaan. Dan kalo lo mau mewujudkan permintaan gue, gue bakal kasih lo apapun yang lo mau. Tapi satu."
"Beneran?" tanya Jo dengan mata berbinar, "Apa aja, nih?" tanyanya lagi, yang diangguki oleh Vany. Cowok itu kemudian tersenyum jahil. "Boleh dong, kalo gue minta tidur bareng?"
Vany melotot pada Jo. Cowok itu malah tertawa puas sambil memperhatikan Vany yang menghela napas panjang. "Gue serius."
Jo terkekeh, kemudian mengangguk paham. "Apa? Selama gue bisa wujudkan, gue mungkin terima. Asal lo gak ingkar janji aja."
Vany kemudian mengigit bibir bawahnya, menatap Jo, lalu mengembuskan napas panjang. "Jangan putusin Euis." katanya, membuat Jo terdiam dengan alis terangkat. "Jangan lepasin Euis."
Jo tertawa hambar. "Kenapa? Kenapa gue harus mertahanin dia yang jelas-jelas udah mengkhianati gue?"
"Gue mohon ..," lirih Vany sambil menunduk dalam. "Lo boleh gak nganggep dia cewek lo, tapi, gue mohon jangan putusin dia."
"Kasih gue alasan jujur."
"Gue cuma kasian doang."
"Bohong!" seru Jo, membuat Vany terdiam. "Lo bahkan gak kenal sama Euis. Dan gak ada alasan buat lo kasian sama orang yang gak lo kenal." katanya, kemudian mendengus kasar. "Apa karna Fares?"
Vany menoleh cepat mendengar pertanyaan tepat yang dilontarkan Jo padanya.
Jo terkekeh. "Lo gak mau kehilangan cowok brengsek itu?"
"Bukannya gitu ...," kata Vany, kemudian menunduk. "Gue cuma gak mau ngelepasin dia."
"Kenapa?" tanya Jo, "Kenapa lo gak mau lepasin dia?"
Vany menggeleng menjawab pertanyaan Jo. "Gue gak akan kasitau elo."
"Apa karna cinta?"
Vany terdiam. Bukan. Bukan karna alasan itu. "Karna dengan dia, gue sempurna."
Jo tertawa sinis, kemudian tertawa terbahak-bahak. "Astaga! Betapa tamaknya manusia!" serunya, masih dengan tawa. "Lo. Cuma karna itu, ngerelain satu permintaan lo buat gue? Serius? Kalo gue pengen make lo gimana? Lo mau aja? Demi kesempurnaan yang lo punya?"
"Gue yakin ..," jeda, Vany menggigit bibir bawahnya. "Lo cowok yang baik, dan gak bakal apa-apain gue."
"Kata siapa?" tanya Jo, "Gue beneran bad boy loh! Gue suka mabok, gue suka berantem, gue suka mukulin orang, gue suka make cewek, gue perokok, dan gue juga suka malak."
Vany terdiam. Mengingat kejadian kemarin yang dengan mudahnya Jo menolongnya —tanpa menggunakan tenaga— membuat Vany menguatkan gigitan di bibir bawahnya. Kemarin, tiga orang yang --mungkin-- adalah kawan Jo, berkata bahwa mereka akan memakainya. Vany tau apa arti dari kata-kata tersebut. Vany sudah dewasa, dan Vany mengerti. Amat sangat mengerti.
"Masih nyangka kalo gue cowok baik-baik?"
Vany diam.
Jo menghela napas panjang. "Yaudah," katanya, kemudian berdiri tegap, dan bersidekap dada. "Gue cuma harus pura-pura gak tau dan tetep berhubungan sama dia, kan?"
Perlahan, Vany mengangguk.
"Gue punya satu permintaan kan?"
Lagi, Vany mengangguk pelan.
"Kalau gitu ..., permintaan gue adalah ...," jeda, Jo menyimpan jari telunjuknya didagu, berpikir.

KAMU SEDANG MEMBACA
JoVan [BADASS #2] [PROSES PENERBITAN]
Short Story[Badass Series] #9 dalam short story, 28 April "Lo bisa gak sih, gak nyusain idup sempurna gue?" "Kagak." "Ngeselin." "Gue denger loh, cantik." "Lo denger gue ngomong 'ngeselin', tapi gak denger gue ngomong 'selesein'." "Denger, kok," kata Jo yang m...