"Jangan dengarkan perkataan mereka yg merugikanmu. Meskipun sempat menitikkan air mata karena perkataan mereka yang menyakitkan, tetapi percayalah Allah sedang menunggu kita diujung" ~ Anonim...
~~~
Seminggu kemudian
Shindy tersenyum melihat sekeliling tempat yang membuatnya nyaman. Suara beberapa orang sampai ketelinganya membuat dirinya benar-benar sangat nyaman. Ia pasti akan merindukan tempat itu. Pasti. Suara ayat-ayat Al Qur'an yang di lantunkan dengan berbagai macam nada terdengar sangat bersahabat dengan telinganya. Nyanyian yang membuat candu bagi seseorang. Dan ada satu suara yang melengking merdu di microphone masjid besar itu. Suaranya membuat siapapun akan berkata 'bagus ' jika mendengarnya. Detail bacaanya juga bagus. Sungguh, jika boleh Shindy ingin berlama-lama disana. Menikmati suara yang menggetarkan hatinya.
Shindy merapikan kembali mukenah yang baru saja ia gunakan. Ia baru saja menjalankan sholat ashar dengan Ayana.
Beberapa jam yang lalu Ayana menjemput dirinya dari rumah sakit. Katanya ia ingin mengajaknya untuk jalan-jalan, untuk yang terakhir kalinya sebelum Shindy kembali besok ke Indonesia.
Shindy membuka Al Qur'an kecil miliknya yang selalu ia bawa. Baginya, selagi ada waktu luang Al Qur'an akan jadi temannya. Ayana ada disampingnya, ia juga membuka Al Qur'an besar yang ada ditempat yang sudah disediakan dimasjid besar itu. Ia membacanya dengan terbata karena ia masih dalam tahap belajar. Tidak seperti Shindy yang memang penghafal Al Qur'an. Ia memang seorang hafidzah.
Shindy menyelesaikan bacaanya karena seseorang disamping dirinya menarik perhatiannya. Seorang gadis cantik baru saja sholat dan wajahnya terlihat barusaja menangis. Wajahnya familiar seperti orang pribumi. Shindy mendekatkan diri untuk berkenalan, menambah silaturahmi bukankah itu baik. Hatinya tergerak ingin berkenalan dengan gadis itu.
"Assalamualaikum" sapa Shindy. Gadis itu menoleh kesamping lalu membenarkan posisi duduknya.
"Wa'alaikumsalam. Ya Allah ini benar kak Shindy?" jawab gadis itu tersenyum ramah. Shindy mengangguk, ternyata gadis itu mengenal dirinya "Alhamdulillah kak, kau baik-baik saja. Aku melihat beritamu seminggu yang lalu. Aku ikut prihatin"
"Alhamdulillah, aku sudah baik-baik saja. Semua ini juga berkat doamu" jawab Shindy tersenyum. "Doa orang-orang baik yang mau mendoakanku. Semoga Allah membalasnya"
"Amiin. Aku Nara. Linara putri, asal ku dari Bandung. Aku kuliah disini, di Institusi Seni Seoul" Nara mengulurkan tangannya, mengajak Shindy bersalaman.
Shindy membalasnya "Shindy. Shindy habibah. Senang bisa berkenalan dengan gadis bandung yang cantik ini"
"Kakak bahkan lebih cantik"
Nara tersenyum lalu menarik tangannya, seraya merapikan mukenahnya.
"Sering kesini?" Tanya Shindy yang tersenyum hangat menatap gadis cantik dengan surai hitam dan kulit putihnya. Khas gadis cantik yang memang cantik-cantik.
"Iya, jika ada waktu luang di kampus terus mendekati waktu sholat. Aku akan menyempatkan ikut berjamaah sholat dengan yang lainnya. Bukankah berjamaah itu lebih baik. Ya kan kak?" Nara tersenyum seraya menyelesaikan acara merapihkan mukenahnya lalu memasukannya kedalam tas slempangan miliknya lalu kembali melihat Shindy. Mara mengagumi wajah cantik Shindy, benar kata orang. Wanita yang berhijab cantiknya itu berbeda. Terasa nyaman saat melihatnya. Sejak Shindy masuk dalam berita, Nara mengakui jika Shindy sangat cantik. Dan lebih cantik jika dilihat secara langsung. Wanita idaman surga memang terlihat berbeda.
"Kau benar sekali. Tapi ada apa dengan wajah cantikmu Nara? Sepertinya kau tengah bersedih" Tanya Shindy.
Nara hanya tersenyum ketir. Apa terlihat begitu jelas?
KAMU SEDANG MEMBACA
THE BEST WAY | Park Chanyeol
RandomShindy habibah. Seorang dokter muda asal indonesia yang berkunjung untuk pertama kalinya ke Korea selatan. ia tak tahu tentang bahasa korea, hingga ia bertemu dengan seseorang yang tahu tentang islam namun ia bukan muslim. ia adalah seorang anggota...