###
Awan kembali memutih dan langit membiru sempurna, rintik hujan sudah mereda hanya sisa-sisa tetesannya yang masih terlihat membasahi apa yang menjadi tujuannya.
Gadis berkerudung syari melangkah keluar meninggalkan masjid yang didominasi warna putih itu. Ia sudah selesai menjalankan kewajibannya terhadap Tuhannya. Kini hatinya tenang dan nyaman. Memang, jika kita selalu menjalankan kewajiban tepat waktu ditambah berjamaah. Kedamaian dihatinya akan bertambah. Dan semoga betambah pula pahalanya.
"Alhamdulillah, sekarang waktunya kerumah sakit Seoul untuk menjenguk Ayana" Shindy melangkah menunggu taksi ditepi jalan, ia sudah menghafal ucapan Chanyeol saat menghentikan taksi untuknya.
Ia pikir semua sudah selesai, tapi mengapa hati selalu menginginkan lebih. Ia sudah berusaha melupakan apa yang seharusnya dilupakan. Ia sudah menjauhkan rasa yang bersarang didadanya, tapi mengapa Tuhan menghadirkannya kembali. Mengapa Tuhan memberi kesempatan matanya untuk menatapnya lagi.
Jantungnya bahkan masih berdebar, ia masih mengingat dengan jelas suara bass milik pria itu saat mengumandangkan adzan beberapa menit yang lalu. Diujung palung hatinya, ia begitu bahagia. Sampai sebuah harapan lain tercipta kembali disana. Tidak tidak, Shindy tidak boleh berharap kepada selain Tuhannya. Yah benar, Astaghfirullah.
Shindy menoleh untuk sejenak melihat kembali rumah Allah yang begitu indah dengan menara tingginya, anak tangganya juga tulisan Allahuakbar yang diukir begitu indah dengan warna kesukaan Rasulullah, warna hijau. Shindy tak henti-hentinya mengucapkan rasa syukurnya.
Glek
Shindy menelan ludahnya susah payah, tatkala ekor matanya menangkap sesosok pria keluar dari masjid itaewon itu. Mengenakan sarung berwarna biru tua, baju koko putih gading serta kupluk hitamnya.
'Subhanallah' ujar Shindy dalam hatinya. Ini pertama kali ia melihatnya, karena selama mereka dimasjid ia hanya mendengar suaranya. Pria itu terlihat lebih menawan dengan lesung pipi yang menghiasi wajah rupawannya.
'Allahuakbar, apa yang kau pikirkan Shindy?' Shindy menarik pandangannya. Ia telah bermaksiat mata, dan dengan cepat memohon ampunan pada Tuhannya. Ia kini memilih menatap kearah jalan raya, menunggu taksi datang untuk menyewakan jasanya. Hatinya masih berdesir hebat.
"Assalamualaikum" sapa seseorang dibelakang Shindy. Suaranya lembut dan sapaannya terdengar begitu menghangatkan hatinya, "salamku tidak dijawab? Aku tau kau sudah bersuami tapi aku hanya menyapamu. Apa itu tidak boleh? Tidak melanggar syariat agama kan?"
'Jadi ia belum tahu? Baiknya memang tidak perlu tahu. Aku sudah pernah menyakitinya, dan aku memilih mundur. Kini aku yang akan berusaha menjauh' batin Shindy menguatkan hatinya, ia menghela sejenak lalu menolehkan kepalanya.
"Wa'alaikumsalam warrahmatullahi wabarrakatuh Chanyeol" Shindy tersenyum. Tutur katanya masih sama, lembut dan menenangkan hati seorang Park Chanyeol.
"Mau pergi?"
"Iya, ada yang harus kutuju"
"Perlu bantuan lagi untuk menghentikan taksi? Atau aku antar sampai tujuan yang kau tuju? Jangan berpikir yang tidak-tidak. Aku duduk dikemudi dan kau duduk dikursi belakang"
Chanyeol masih sama, masih begitu menghormati dirinya sebagai wanita muslimah.
"Aku sudah bisa melakukannya sendiri. Terimakasih tawarannya"
Hati Chanyeol mencelos, luka menyapa hatinya. Sakit menelusuk masuh tak diperintah.
"Baiklah, aku pergi. Hati-hati, jangan terluka. Karena aku tidak bisa membantumu lagi kali ini. Aku sudah tidak berhak atas apa yang sudah dimiliki orang lain. Jaga kesehatan, Assalamualaikum" Chanyeol melangkah menjauhi Shindy, ia kembali kemobilnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE BEST WAY | Park Chanyeol
RandomShindy habibah. Seorang dokter muda asal indonesia yang berkunjung untuk pertama kalinya ke Korea selatan. ia tak tahu tentang bahasa korea, hingga ia bertemu dengan seseorang yang tahu tentang islam namun ia bukan muslim. ia adalah seorang anggota...