Chapter 22

212 37 11
                                    

Mark merebahkan badan lemasnya di atas Kasur mengabaikan kedua temannya yang tak beda jauh dengan keadaannya. Keadaan mental dan jiwanya seolah terguncang saat ia mendengar Jinyoung mengucapkan kata Daddy. Ditambah aksi rampas yang ia lakukan hingga menangkap basah sosok lelaki yang amat dikenalinya menjadi salah satu korban tewas di Stadion GBK benar-benar membuatnya tidak bisa mengeluarkan kata-kata.

Air mata yang entah kapan terakhir kalinya mengalir keluar dari matanya, kini sudah bergerak bebas membentuk pola garis membasahi pelipisnya. Mark sedih bercampur marah, kesal dan bersalah. Tangannya terkepal dan sesekali ia memukul Kasur melampiaskan amarahnya. Hatinya terasa teriris-iris. Kacau sekali setelah mengetahui fakta kalau ia seorang anak lelaki yang tidak berguna. Ia lelaki yang tidak dapat melindungi ayahnya sendiri.

Mungkin begitu fikirnya.

Artikel yang memberitakan tentang insiden ledakan yang terjadi di Stadion GBK, Jakarta menelan ratusan korban jiwa dan satu diantaranya adalah ayahnya, Mr. Tuan. Mark tidak mungkin salah mengenali sosok pria paruh baya dalam gambar yang terdapat di koran tersebut. Karena Jinyoung yang terlebih dahulu melihatnya pun bereaksi sama sepertinya. Kondisi Jinyoung tak kalah buruk dengannya, ayahnya sudah seperti ayah bagi Jinyoung.

Jinyoung sendiri sejak mengetahui fakta kalau ayah Mark yang sudah dianggapnya sebagai ayahnya sendiri terduduk lemas di lantai dengan wajah yang disembunyikan diujung ranjang yang ditiduri Mark. Jantungnya berdetak tak karuan. Nafasnya tercekat. Rasanya seolah ada sesuatu yang tersangkut di paru-parunya sehingga pasokan oksigen tidak dapat mengalir dengan lancar. Wajahnya sudah pucat pasi. Tak lupa tubuhnya lemas tak bertenaga. Jinyoung merasa bersalah. Meskipun jatuhnya bom bukan karena perbuatannya, tapi kelalaian Jackson dan Namjoon merupakan kebodohannya. Ia merasa gagal sebelum melangkah.

Lalu bagaimana dengan satu orang lain selain Mark dan Jinyoung? Tidak perlu ditanya, Youngjae yang mengerti dengan respon kedua teman barunya hanya bisa duduk menunduk diatas meja tanpa berani untuk berkomentar apapun. Walaupun bukan ayahnya yang menjadi korban. Tapi ia cukup mengerti rasanya kehilangan keluarga yang amat dicintai. Terlebih jika kematian mereka adalah kibat dari kecerobohan diri sendiri. Penyesalan dan rasa bersalah sudah pasti ada.

"Tidak bisa kumaafkan," lirih Mark dengan tatapan kosong.

Jinyoung dan Youngjae mengalihkan pandangannya pada Mark.

"Mark," panggil Jinyoung pelan sambil meraih tangan Mark dan menggenggamnya. "Ini bukan saatnya untuk kita menyesali yang terjadi." Lanjutnya.

"Aku teringat Mommy," sambung Jinyoung sambil mendudukkan dirinya di pinggir ranjang.

Mark mengangkat badannya dan mendudukkan dirinya, lalu menyenderkan punggungnya pada dinding. Matanya membalas tatapan mata Jinyoung. "Kau benar. Aku yakin mom saat ini sangat terpukul dengan kematian daddy. Bahkan kita tidak tahu dia bersama dengan siapa saat ini."

Jinyoung menganggukkan kepalanya membenarkan ucapan Mark. Ia maupun Mark tidak pernah tahu dengan siapa kedua orang tua Mark tinggal selama belasan tahun mereka menghilang. Ya, seperti diceritakan sebelumnya. Mark dan JInyoung sempat tinggal dalam rumah hanya berdua sampai kelaparan berhari –hari karena tak memiliki makanan apapun akibat penyerangan yang dilakukan oleh sekelompok orang yang diketahui adalah orang-orang JYP. Kala itu kedua orang tua Mark meminta Mark dan Jinyoung kecil untuk bersembunyi. Sampai akhirnya penyerangan berhenti setelah beberapa saat keduanya berhasil bersembunyi di ruangan rahasia dirumah keluarga Tuan.

Mark dan Jinyoung saat itu tidak tahu apa yang terjadi kepada Mr. dan Ms. Tuan. Ketika mereka keluar dari persembunyian keadaan rumah sudah sangatlah berantakan tanpa adanya siapapun disana. Yang mereka lihat hanyalah kesunyian.

RETALIATION [GOT7, MARKJIN] [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang