Chapter-9

4K 211 5
                                    

Sudah dua jam Ali tertidur di bangku RS depan ruang ICU tempat Prilly di rawat. Ia baru saja terbangun oleh hawa dingin yang menusuk pori pori. Ali melirik arloji tangannya. "Jam lima subuh. Akhirnya bisa jenguk Prilly" Buru buru Ali mengambil baju steril hijau tua itu,mengenakannya lantas masuk ke dalam ruangan ICU. Bau khas rumah sakit dan obat obatan seperti kata penyambut untuk Ali. Pandangannya beralih pada seorang wanita dengan masker oksigen menutupi hidung dan mulutnya.Tubuhnya kaku tidak bergerak,suara khas tidak Ali dengar,bahkan senyumnya tidak pernah terlihat saat ini. Ali duduk di kursi samping bangsal Prilly.Ia genggam tangan pucat itu,ia cium dengan air mata terus bercucuran. "Maaf" Singkat,hanya empat huruf itu terasa sulit untuk Ali ucapkan. "Aku sudah kelewatan kasar sama kamu sayang" Bibirnya bergetar,penyesalan itu selalu membuat hatinya ngilu. "Kamu betah banget sih tidurnya sayang" Ali mengecup singkat kening istrinya berbalut perban dengan penuh rindu dan kasih sayang. Terlintas bayang bayang Prilly tengah tersenyum dan bermanja terhadapnya,Ali rindu itu,Ali ingin Prillynya bangun dan memeluknya. "Sayang" Kata itu seperti tertahan di tenggorokannya,rasanya Ali ingin menggantikan Prilly yang berbaring di sana, biarlah saja dirinya yang tertidur,jangan istrinya. Tapi,itu mustahil,kenyataannya Prillylah yang berjuang sendiri melawan maut yang mendekat,berjuang untuk calon anaknya dan untuk suaminya,Ali.

"Permisi Pak" Suara seorang suster membuat Ali terkejut.Ali bergeser untuk memberikan jalan kepada suster untuk menggantikan cairan infus Prilly. "Oh ya Pak Ali,kartu BPJS nya mohon di sertakan photo copy KTPnya ya,nanti bapak bawa ke tempat pembayaran" Ali mengangguk mendengar ucapan suster tersebut. Kartu BPJS itu baru dua minggu ini Ali dan Prilly pegang,dan itupun juga karena bos di perusahaan Ali mengurus secara geratis bagi OB dan karyawan rendahan yang sudah berkeluarga kecuali yang belum mempunyai anak. "Sayang,aku pamit pulang dulu ya,aku mau ngurus berkas berkas untuk administrasi kamu" Pamit Ali sambil mengelus pucuk kepala Prilly.

Di keluarga Axello begitu tegang,tidak ada yang saling menyapa.Resi maupun Syarief bukan suami istri yang harmonis seperti dulu,bahkan Arzha berasa orang asing di antara orang tuanya. "Mah ambilin Arzha Sup iga ya?" Arzha berbicara seolah olah Resi orang baru,padahal Resi adalah ibu kandungnya sendiri.Resi melihat Arzha seperti singa betina yang hendak memangsa makanannya. "Ambil sendiri Anda punya tangankan?" Cuek,entah bagaimana bisa Resi sangat tidak suka dengan anak pertamanya,bahkan ia lebih memakai bahasa formal terhadap anaknya sendiri. "Mah apa susahnya sih,anggap Arzha seperti Ali hah!" Suara briton Syarief membuat Resi tersenyum sinis, sangat tidak suka. "Apa peduliku,dia itu sangat jahat!Kamu gak pernah tau kejadiaannya. jadi diam!Kamu cuma tau apa yang kamu anggap biasa" Setelah mendengar perkataan Resi,dada Arzha sepertinya berdebar kencang. "Mah....aaaisss. Kamu makan ya nak, perlahan lahan mamamu akan berubah kok" Arzha mengangguk mendengar ucapan Syarief.

'Ali Papa rindu nak'  Tidak bisa di bohongi. Syarief justru sangat merindukan putranya itu. Sosok lelaki yang memiliki ribuan sifat baik di dalam tubuhnya.Bohong kalau ia tidak menangis melihat kebersamaannya bersama Ali dulu,bohong kalau ia tidak bersedih mengingat cara Ali mengistimewakannya. 'Maafkan Papa Ali'   Dan kata itu hanya mampu ia ucapkan dalam hati.

"Mahh,mama tunggu mah" Arzha berlari menghampiri sang ibu yang hampir saja memasuki mobil. "Kenapa Anda memanggil saya?" Perkataan Resilah yang membuat Arzha begitu terasingkan di rumah ini. "Mah salah Arzha apa sih,sehingga mama membenci Arzha?" Dari berbulan bulan ia mengumpulkan keberaniaan untuk bertanya kepada ibunya. "Oh anda ternyata sudah sangat berani ingin mendengar kenyataanya ya?,baiklah. ikuti saya" Resi memasuki mobilnya,diikuti oleh Arzha yang mengekor di belakang dengan mobilnya.

Sekitar 30menit,tibalah mereka di sebuah rumah yang kosong dan kumuh.Arzha melihat disekitar rumah itu,semuanya seperti pernah terjadi,ada kisah kelam yang ia perbuat kepada seorang anak lelaki. "Mah rumah siapa ini?" Dengan keberaniaan Arzha mulai bertanya,ia takut jika Mamanya berbicara yang tidak tidak. "Kamu akan tau" Tiba tiba hati Arzha menghangat saat mendengar kata kamu dari mamanya,walaupun terkesan cuek,tapi ia sudah merasa Mamanya adalah mama yang ia inginkan.

"Dulu,dirumah ini tinggal keluarga yang harmonis dan sangat di kagumi. Mereka memiliki dua orang putra yang kakak berumur 8 tahun dan adiknya 7 tahun. Tapi putra yang pertama begitu jahat kepada adiknya,ia membenci adiknya. Adiknya sakit sakitan karena itulah sang adik lebih di beri perhatiaan lebih.Hingga suatu ketika,sang kakak memukul kepala adiknya hingga terbentur di tembok rumah ini" Resi memperlihatkan bekas darah yang masih membekas di dinding putih itu. Kepala Arzha tiba tiba sakit,rasanya ngilu di sekitar kepalanya. "Dan bahkan sang kakak itu tega menseret adiknya dan menceburkannya ke dalam kolam ikan" Resi kembali memberlihatkan kolam itu,sekarang tidak berisi air ataupun ikan.

"aarrgghhh sakit" Arzha menjerit sambil meremas rambutnya,kepalanya berdenyut seperti berusaha mengingat sesuatu. "Namun naas,si kakak ikut jatuh,kepalanya ikut terbentur di pinggir kolam. Akhirnya sang kakak hilang ingatan,dan adiknya koma hingga setahun lebih.Untuk mengobati penyakit TBC sang adik,mereka lebih memilih tinggal di Itali,selama 5 tahun barulah mereka tiba di Indonesia" Jelas Resi lagi.  Arzha semakin menjerit,ia kembali merasa sakit kepala dasyat itu semenjak beberapa tahun silam.

"sudah mah sudah" Resi tersenyum simpul,semoga dengan menceritakan kisah hidupnya yang membenci Ali dulu bisa ia tau dan akan mengerti kenapa Mamanya tidak suka padanya.

Sedangkan di Rumah Sakit,Ali baru selesai mengurus surat surat agar pembayaran administrasi Prilly di alihkan pada BPJS. Sebelum ke rumah sakit,Ali sempatkan minta izin buat jagain Prilly kepada kepala OB di perusahaan. "Sayang,aku kira kamu udah bangun" Ali lagi lagi menghapus air matanya yang masih menetes, sungguh tidak sanggup ia melihat orang yang eelalu tersenyum itu bungkam tak bergerak. Tiba tiba pintu ruangan ICU terbuka,muncullah Vivi tetangga Ali Prilly yang juga memakai baju steril Hijau. "Assalamu alaikum Ali". "Wa alaikum salam Kak Vivi". Vivi mendekati bangsal Prilly,ia ikut menangis dengan apa yang terjadi pada Prilly. "Kenapa ini terjadi di Ali? Kenapa Prilly sampai koma seperti ini?" Vivi bertanya sambil ia genggam tangan yang mulai menghangat milik Prilly. "Ini salah saya kak,malam itu saya bertengkar sama Prilly.Dan saat saya keluar kamar,Prilly sudah pingsan dengan kepala berdarah" Jelas Ali. Dalam hati,Vivi mulai merasa bersala,ia takut jika ini terjadi akibat ulahnya memanggil Prilly untuk mencuci di rumah orang kaya itu.

"Maaf,ini salah saya.Seandainya saja saya gsk ngajak Prilly nyuci baju,pasti ini gak terjadi" Suara isakan Vivi mulai terdengar,ini juga bukan salahnya,ia juga tidak tau jika hal ini akan terjadi. "Gsk Kak,ini bukan salah siapa siapa. Ini sudah takdir saya" Sahut Ali dengan suara melemasnya. 30 menit Vivi menemani Ali menjaga Prilly,akhirnya ia pamit untuk pulang dengan alasan "Suami saya gak ada yang masakin" Setelah itu tinggallah Ali sendiri.

Tiba tiba jemari milik Prilly bergerak,air matanya juga seketika menetes dan mata itu perlahan lahan terbuka memperlihatkan mata hazelnya. "Sayang kamu sadar" Prilly diam,ia sepertinya kebingungan. Dengsn cepat Ali menekan Bell untuk memanggil dokter.

*

"Jadi bagaimana dok?"

"Alhamdulillah ini mukjizat dari Allah SWT, istri anda sudah melewati masa komanya,tapi anda jangan khawatir semoga saat pasien melihat anda tidak mengalami amnesia. Dan Pasien jangan di ajak bicara terlalu banyak,karena otaknya masih belum stabil total.Sejam lagi akan di pindahkan ke ruangan rawat" Jelas Dokter sambil menepuk pundak Ali.

"Alhamdulillah,terima kasih dok"

Setelah dokter yang menangani Prilly pamit,Ali langsung masuk ke dalam ruang ICU. Betapa bahagianya ia melihat Prilly tersenyum tulus padanya. "Sayang kamu gak papa?" Ali langsung menghampiri Prilly yang berusaha melepas masker oksigennya. "aku g..ak papa ko...k" Jawab Prilly lagi lagi tersenyum simpul. Dalam hati Ali begitu bersyukur,akhirnya hal yang ia takutkan tidak terjadi,Prilly ingat dirinya,Prilly tidak amnesia. "Sa..yang maafin aa..ku ya" Prilly berusaha menggenggam tangan Ali yang sedikit jauh dari bangsalnya. "Uutss... gak. kamu gak salah.Seharusnya aku yang minta maaf sayang" Ucap Ali yang kembali menggengam tangan Prilly.

"A..naa..k kii...ta gak papa kan"

"Gak Papa. dia baik baik baik saja" Balas Ali tersenyum bahagia.

"Oh ya,kepala kamu berdarah dan pingsan itu gimana ceritanya sayang?"

Tangan yang Ali genggam tiba tiba dingin dsn berkeringat,sepertinya Prilly merasa takut untuk menceritakannya.

"A..nu.. sa..yang....

Bersambung.

Hai hai tumben agak cepet nextnya😀😂 Jangan lupa Vote and Comment ya guys. Maaf typo bertebaran😀

Perjuangan Sebuah CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang