Chapter-10

4.6K 227 11
                                    

"Anu..sa..yang...sebenarnya waktu aku mau ngetuk kamar,tiba tiba saja ada seorang wanita memaki jubah hitam,rambutnya pendek,dia langsung dorong aku hingga kepala aku kebentur tembok" Prilly menjelaskan kejadian yang menimpahnya semalam dengan bibir bergetar ketakutan.Sudah sangat terlihat jelas jika Ali begitu marah,matanya merah dan rahangnya mengeras. Dia benar benar merasa terhina jika istri yang selama ini ia lindungi di lecehkan orang lain. Kenapa harus ada masalah di rumah tangganya,belum cukupkah penderitaan mereka yang berjauhan dengan kedua orang tua.Kenapa cobaan terus menerus datang menghampirinya. "Kamu benar benar tidak ingat orang itu,atau wajahnya?" Tanya Ali begitu serius.Prilly mrnggeleng,dirinya benar benar tidak tau orang itu,karena setelah kepalanya terbentur,penglihatannya menghilang dan pingsang. Ali berusaha untuk menetralkan dirinya, seharusnya ia lebih menjaga dan melindungi istrinya ini,bukan malah menyuekinya ataupun marah berkepanjangan terhadap Prilly. Prilly kembali nenutup matanya, kepalanya masa terasa pusing,dan perutnya juga tiba tiba merasa keram. "Kamu tidur dulu ya,aku mau ke rumah dulu,buat ngambil baju kamu" Prillypun mengangguk dengan mata terpejam.

•••

Ali terlihat terburu buru memasuki rumah kontrakannya itu,masih terlihat kacu dan tak terurus. Dengan telaten Ali membersihkan bekas piring atau gelas yang sudah terpakai dan mencucinya. Ali bahkan menyapu dan mengepel lantai rumah kontrakan itu. Ali tau, hidup susahnya tidak akan membuatnya patah semangat,bahkan kerja keras selalu terfikir olehnya. Saat sedang mengepel lantai,tidak sengaja Ali mendapatkan sebuah gelang emas putih tergeletak di samping dinding tempat Prilly terbentur. Ali mengambil gelang itu,dengan teliti Ali mengamati setiap deretan huruf yang menjadi ciri khas gelang tersebut.
"V-I-V-I" Ejaan dari bibir tipis Ali sontak membuatnya heran, bagaimana bisa gelang itu bertulisan nama Vivi seorang perempuan yang sudah ia anggap kakak. "Apa mungkin ini kelakuan Kak Vivi? Tapi ini gak masuk akal. Kak Vivi udah kek kakak buat gue dan Prilly,tapi ini?" Otak jerni Ali seakan akan menghilang, wajahnya langsung memerah padam seperti memendam amarah. Ali lantas menyimpan alat pelnya dan menuju ke luar di rumah Vivi yang bersebelahan dengan kontrakannya.

"Kamu kenapa bodoh sekali Vi? Kamu kenapa ngelakuin itu sama Prilly?"

"Aku aku... Benci sama Prilly mas, dia dia masih bisa hamil,dan aku udah enggak. Anak kita Fitri dan Fitra juga sakit sakitan Mas,nyawanya saja sudah hampir gak tertolong"

"Tapi kamu hampir menghilangkan nyawanya"

"Biarin,sekalian saja dia mati. Biar dia gak punya anak"

Suara debatan itu membuat Ali naik darah,tega sekali seorang perempuan yang ia anggap kakak mencelakai istrinya sendiri dengan alasan syirik?
Brraakk...
Dentuman kerasa suara pintu yang di buka paksa membuat sepasang suami istri ini terlonjak kaget. Roni terlihat kaget dan sangat takut melihat Ali sudah di kuasai oleh emosinya, dan Vivi hanya bisa terisak di belakang punggung suaminya itu. "Tega ya lu berdua,gue dan Prilly baik banget sama lu berdua,tapi dengan jahatnya lu buat Prilly celaka. Prilly sama gue salah apa hah" Mata Ali terlihat memerah,ia tidak tau lagi harus berkata apa untuk menunjukkan jika ia sangat begitu ingin membunuh Vivi saat ini. "Gue tau anak lu berdua sakit, gue selalu prihatin dengan putra putri lu berdua. Tapi ini? Balasannya?"

"Ali ini...."

"Udah lah Mas Roni, lu juga gak bisa banget jagaiin istri lu biar gak lukain istri orang. Dan oh ya,jadi soal cuci baju itu juga kerjaan lu Kak Vi? Biar gue dan Prilly berantem dan lu bebas celakaiin Prilly?Wah cara lu emang jago banget" Ali tersenyum miring, Vivi dan Roni sama sekali tidak tau ingin mengatakan apa apa. Yang hanya lakukan sekarang adalah pasrah, semoga Ali tidak melaporkan kejadian ini kepolisi.

Perjuangan Sebuah CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang