Chapter-23

3.5K 227 15
                                    

Prilly baru saja terbangun dari tidur lelapnya. Ia melirik dinding kamarnya yang terdapat jam brrmotif batik. Rupanya ia terbangun pukul satu pagi. Bukan tanpa sebab ia bangun tengah malam begini,kepalanya kembali sakit. Sakit layaknya di tusuk tusuk ribuan paku,Prilly meringis,ia berjalan gontai menuju kamar mandi untuk menetralkan sakit kepalanya. "Ya Tuhan kenapa sakit sekali" lirihnya sambil memegangi kepalanya yang rasanya ingin meledak. Prilly berdiri di depan wastafel yang memiliki cermin. Ia tatap wajahnya, bisa dibilang wajahnya sangat pucat pasih. Tiba tiba darah kembali mengalir dari hidungnya."Mimisan" gumamnya hampir tak bersuara. Semenjak kejadian tiga hari lalu saat ia datang ke rumah orang tuanya,Prilly sering sekali mimisan dan kepalanya sering sakit. Namun karena kehebatannya berpura pura,tidak ada satupun orang yang tau apa saja yang terjadi terhadap dirinya. Kemudian ia mengambil tisu kering untuk menyumpal lubang hidungnya, untuk menghentikan darah yang menetes itu. Kebiasaan itupula yang sering ia lakukan semenjak mimisan menghampirinya. Entah mengapa,setiap kepalanya sakit,mimisan itu juga datang.

Setelah ia rasa darah yang keluar dari hidungnya berhenti,buru buru ia membuang tissu itu,tapi jangan lupa dengan cerdiknya Prilly melapisinya dengan kantong hitam agar suaminya tidak mengetahui perihal keadaannya. Langkahnya masih gontai,Prilly menuju box bayi yang terdapat bush cintanya bersama Ali.Prilly menatap baby Riez penuh kagum dan cinta,setiap inci wajahnya ketika anaknya tertidur semua mirip Ali. "Doakan Bunda ya nak,semoga bunda sehat aja dan bisa melihat Riez tumbuh dewasa" Lirih Prilly menciumi kening anaknya. Prilly kembali merebahkan tubuhnya di samping Ali,memeluk erat suaminya itu,seolah olah akan terjadi sesuatu yang akan memisahkan mereka berdua.

***

Empat bulan kemudian...

Masih sama seperti dulu,pagi pagi Prilly akan bangun pagi menyiapkan sarapan untuk suaminya bersama para pelayan. Walaupun hidup serba berkecukupan,Prilly tetap setia melayani suaminya itu. Tidak banyak berubah dari Prilly, ia masih sering merasa pusing bagaikan di tusuk tusuk disertai pula mimisan. Tidak jelas apa penyakitnya,Prilly enggan untuk Cek ataupun memberi tahu suaminya itu.

Ali sudah terlihat turun dari tangga,dengan stelan jas hitam ala kantoran yang sangat gagah dan pas di tubuhnya. Ali mengecup kening istrinya yang baru saja menyiapkan sarapan untuknya. "Hemn honey aku minta izin ya ke rumah Salsa, teman SMA aku dulu,rumahnya di Bandung kok" Ucap Prilly di sela sela sarapan mereka. Ali menghentikan aduanya sendok dan garpunya lantas menatap istrinya sambil tersenyum. "Iya sayang,tapi di antar supir ya,jangan telat pulang. Kasihan Riez cuma sama Ainun" Balas Ali pula lantas tersenyum bahagia.

Setelah sarapsn,Ali segera berangkat ke kantor, namun ia tak melupakan untuk mengecup kening istrinya, mencium pipi gembul anaknya dan Prilly mencium punggung tangan suaminya. Senyum cerah sama sekali tak pernah luntur dari sudut bibir Ali, ia begitu bersyukur memiliki kehidupan yang begitu layak dengan keluarga yang lengkap. "Aku ke kantor dulu ya sayang, kamu hati hati kalau keluar. Kalau ada apa apa segera kabari aku" Pesan Ali seraya mengelus pucuk kepala istrinya itu. "Iya sayang, kamu juga hati hati" Balas Prilly pula disertai dengan senyumnya. Ali mengangguk,kemudian memasuki tempat kemudi mobilnya yang akan membawanya ke kantor miliknya sendiri.

"Pril,Riez kayaknya lapar deh, kamu kasih ASI dulu ya. Mumpung masih pagi" suara khas milik Ainun muncul dari belakang tubuh Prilly, Ainun terlihat menggendong Riez,dimana wajah bayi itu terlihat ingin menangis. "Oh iya kak, sini Rieznya" Ainun segera menyerahkan baby Riez kedalam pelukan ibunya, lantas mereka berdua segera masuk ke dalam rumah yang pantasnya disebut mansion ini.

***

Pukul sepuluh, Prilly terlihat sudah rapi dengan pakaian santainya,wajah dengan make up natural membuatnya masih terlihat layaknya anak SMA. "Pak Tio mana ya kak Ainun, Prilly udah telat nih" Wajah gusar terlihat jelas di wajahnya,sadari tadi supir yang ia tunggu belum nampak. "Nah itu dia Pril,mungkin Pak Tio abis nyuci mobil kali" Prilly pun mengangguk atas ucapan Ainun barusan. "Maaf non Prilly, mobilnya baru bapak cuci tadi, makanya bapak lambat" Dan benar saja ucapan Ainun tadi. "Oh iya,gak papa kok Pak Tio. Ya udah anterin saya ya" Pak Tio pun langsung mengangguk atas perintah Prilly.

Perjuangan Sebuah CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang