Epilog

5K 424 71
                                    

Rochelle tak henti-hentinya menggigit bibir. Ia bisa diamuk habis-habisan bila majikannya tahu istrinya dibiarkan memasak. Tetapi dia juga tidak bisa mengambil alih penggorengan yang berdesis di kompor dari Sweet Mileva. Jadi Rochelle hanya bisa menahan napas.

Sweet Mileva bersenandung dengan gembira pagi itu. Dia menuangkan masakannya yang sudah matang ke piring, menatanya dengan sepenuh hati, lalu mulai gesit memotongi apel dengan bentuk segitiga kecil-kecil. Setelah selesai, ia meletakkan semuanya di baki, kemudian membawanya sendiri meninggalkan dapur. Akan tetapi Rochelle keburu mencegah.

"Madam," ujar Rochelle, mengadang di ambang pintu. "Biar kubawakan."

Sweet Mileva menjauhkan baki dari Rochelle. "Tidak perlu," tolaknya. "Aku bisa membawanya, Rochelle. Kau bersantailah sedikit. Minum kopi atau makan roti."

"Tapi—"

Sweet Mileva mendesis. "Pokoknya aku sendiri yang akan mengantarnya pada Nils." Dia mendekatkan wajah, bibirnya menyunggingkan senyum penuh teka-teki. "Ada kejutan kecil yang ingin kuberikan padanya."

Akhirnya Rochelle hanya bisa mengamati ketika istri majikannya itu berlalu. Matanya tak luput sedikit pun ketika Sweet Mileva meniti tangga sambil membawa baki.

Wanita berambut pirang itu menyempatkan diri mengambil buku yang ia sembunyikan di laci di koridor. Dia akan sangat terkejut ketika melihat buku ini. Diletakkannya buku bersampul putih tersebut di baki. Sweet Mileva sama sekali tidak bisa menyembunyikan kegembiraannya.

Nils sedang berdiri di depan cermin seukuran tubuh, kerepotan dengan dasi di leher. Sweet Mileva meletakkan baki di meja, berlari kecil ke depan Nils dan segera mengambil alih. "Biar kubantu," katanya. Nils menyerah, membiarkan Sweet Mileva memasangkan dasi itu untuknya.

"Selesai." Sweet Mileva menepuk kedua bahu Nils.

"Bagaimana penampilanku?"

"Seperti Nils Rondhuis."

Tawa kecil mengalir dari mulut Nils.

"Aku membuatkanmu sarapan," ucap Sweet Mileva.

"Kau?" Sebelah alis Nils terangkat. "Bukankah sudah kubilang kalau kau tidak usah memasak lagi?"

"Aku rindu melihatmu memakan masakanku, Nizzle," sahut Sweet Mileva manis. Nils memutar bola mata; bukan karena dia menganggap Sweet Mileva berlebihan, melainkan hanya bergurau. Nils selalu suka bergurau seolah ia marah pada Sweet Mileva, dan Sweet Mileva selalu suka mengganggunya.

Mereka berdua duduk bersebelahan di sofa, menghadap ke jendela. Nils mengambil cangkir teh, menyesap isinya sedikit, lalu meletakkannya kembali ke meja. Sweet Mileva memandangnya sambil terkikik sesekali. Nils bertanya, "Apa yang salah denganmu, Mils?"

"Tidak ada," jawabnya. "Aku cuma sedang senang."

"Oh ya?" Nils tersenyum kecil. Dia menyibak rambut Sweet Mileva yang tergerai ke balik bahu. "Bagilah kesenanganmu itu denganku."

"Mengapa kau tak mencari tahu sendiri?" ujar Sweet Mileva. Dia meletakkan dagu di bahu Nils.

Nils hanya menarik napas pendek. Matanya kini tertuju pada sebuah buku yang dibawakan oleh Sweet Mileva. Raut wajahnya seketika berubah serius. Diambilnya buku itu seperti sedang menyentuhkan tangan pada spesies binatang berbahaya. "Mengapa kau memberiku buku ini?"

"Memangnya kenapa?"

"Tips Menjadi Ayah Super Hebat?" ujar Nils, membaca setiap kata yang tertera di sampul buku dengan ekspresi jijik. "Judulnya ingin membuatku muntah."

"Kau akan menyukainya," kata Sweet Mileva.

"Lagi pula kenapa aku harus membaca buku semacam ini? Aku—"

Kekesalan di wajah Nils seketika tergantikan oleh kekagetan.

Dia memandang buku di tangannya, lalu memandang Sweet Mileva, lalu memandang buku lagi, lalu Sweet Mileva lagi.

Sweet Mileva berusaha keras menahan tawa.

Bola mata Nils membulat. Dia menunjuk diri sendiri, sama sekali tak percaya.

Sweet Mileva menganggukkan kepala.

Dengan kikuk, Nils meletakkan buku ke meja dan mulai makan. "Aku ... aku akan membacanya di kantor," katanya. "Terima kasih atas bukunya."

"Sama-sama." Sweet Mileva memajang senyum di wajah.

Ketika Nils akan berangkat, dia tak lupa membawa buku pemberian Sweet Mileva. Tingkahnya masih juga kikuk. Ini pertama kalinya bagi Sweet Mileva melihat Nils seperti itu. Tak henti-hentinya wanita itu menertawakan suaminya sendiri.

"Sampai jumpa pukul ... lima sore," ujar Nils. Dia tampak linglung berdiri di depan pintu mobil yang telah dibukakan seorang pengawal.

"Apa kau tak merasa senang?" goda Sweet Mileva. Dia hanya ingin memastikan reaksi Nils yang sesungguhnya.

Nils menerawang ke gerbang di kejauhan, seolah jawaban dari pertanyaan Sweet Mileva bisa ia temukan di setiap bata yang menyusun gerbang itu. "Senang bukanlah kata yang tepat untuk menggambarkan keadaan ini," jawab Nils. "Itu sama saja seperti menambahkan kata sweet pada namamu, walau pada kenyataannya ada begitu banyak kata yang lebih dari sekadar sweet dalam dirimu."

Itu salah satu hal yang Sweet Mileva sukai dari Nils. Dia bisa mendengarkan Nils mencerocos seperti itu seharian.

"Keadaan ini seperti ... perpaduan dari begitu banyak kata yang tayang dalam kepalaku," lanjutnya.

"Well, sebutkanlah salah satunya. Aku ingin mendengarnya."

Mata Nils menatap Sweet Mileva lembut. "Syukur."

Sepasang kaki Sweet Mileva spontan melangkah ke depan. Lengan perempuan itu bergelayut di bahu Nils, tak bisa menahan diri untuk tidak merengkuhnya hangat. Nils balas mendekap tubuh Sweet Mileva, jauh lebih erat. Bibirnya tersenyum sebelum bersinggungan dengan Sweet Mileva.[]

==End of Dear Mr. Rondhuis==

Dear Mr. RondhuisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang