"Masuk," ujar Nicki dengan nada memerintah. Dia tak lagi memperlakukan Nils seperti bosnya. Lebih tepatnya ia memperlakukan Nils dan aku seperti tahanan.
Nils menoleh pada Nicki sekilas, tampak tak terima, tetapi menyadari tidak ada hal lain yang bisa ia lakukan. Aku mundur selangkah namun Nicki langsung menempelkan mulut pistol ke pinggangku. Tak punya pilihan lain, aku memasuki limusin dan duduk di seberang Nils.
Mobil melaju setelah Nicki duduk di sebelah kiri Nils dan menutup pintu. Dia memborgol tangan kami. Di dalam mobil ini tidak cuma kami bertiga yang hadir. Ada Jim, tepat di sebelah kanan Nils, terlihat kaku dan dingin dengan mantelnya yang sehitam sayap gagak. Lalu yang membuatku kaget adalah seorang pria berjenggot tipis yang kupikir telah mati: Drew Taggart. Di sebelahnya, seorang pria berkacamata hitam dengan potongan rambut rapi tidak menampilkan ekspresi apa pun. Kedua tangannya terlipat di dada.
Rasanya aku familiar dengan wajah itu.
"Kau tidak harus menjemputku kalau pada akhirnya kau cuma menjadi pengkhianat, Nicki," ujar Nils. Dalam nada bicaranya terdengar jelas betapa ia menekan amarah.
"Kau seharusnya berterima kasih," sahut Jim, dingin. "Aku masih berbaik hati membawamu tanpa terluka. Snake sebelumnya mengatakan bahwa ia akan mengirim anak buahnya untuk memotong kakimu, agar kau tak bisa lari."
"Kenapa aku harus berterima kasih padamu?" ujar Nils ketus. "Tak ada gunanya berterima kasih pada penikam punggung sepertimu."
Drew tertawa tertahan. Dia menunjuk wajahku. "Lihat," katanya pada pria berkacamata. "Dia kelihatan kaget dan bingung. Sepertinya dia mengira aku telah mati dalam ledakan itu."
"Kau bangkit dari kubur, huh, Drew?" sindir Nils.
"Aku tidak mudah terbunuh," sahutnya bangga. Pria itu menatapku lagi sambil tertawa kecil. "Kau kelihatan seperti orang dungu dengan ekspresi seperti itu, Pembantu Nils. Atau harus kusebut, Mrs. Rondhuis?"
Aku menelan ludah. Nils berdecak.
"Suamimu yang bodoh itu tampaknya tidak pernah belajar ya, Mileva?" Drew menggeleng-geleng. "Bahwa sulit untuk orang-orang dengan kehidupan seperti yang dimilikinya mempunyai pasangan."
Nils memutar bola mata.
"Tapi, tidak apa-apa." Drew tersenyum angkuh. "Ini menarik. Setidaknya aku punya cara untuk membalas dendam. Aku akan membunuhmu seperti Nils membunuh sahabatku, Alex." Raut wajah pria itu berubah bagai serigala buas yang menunggu saat yang tepat untuk melumat mangsanya. Dia menyentuh daguku dengan telunjuk.
Rahang Nils mengeras. "Singkirkan tangan kotormu darinya."
Drew memberi Nils tatapan mengejek. "Memangnya apa yang akan kaulakukan?"
Nils mengangkat kakinya yang jenjang, berusaha menginjak Drew. Drew mengelak bertepatan dengan Jim yang menempelkan ujung pistol ke leher Nils, mencegah serangan lanjutan darinya. Suasana di dalam mobil seketika sunyi. Aku sungguh tak menyangka Jim telah menodai persahabatannya dengan Nils. Aku bisa ikut merasakan perasaan terkhianati yang merekah di dalam dada pria itu.
"I'm touching her again," ejek Drew, kini ia menjepit leherku dengan lengannya, mencegahku bernapas. Aku meronta dengan kepala nyaris meledak. Air mataku menitik. Suaraku tidak bisa mengutarakan kemarahan sekaligus ketakutan yang menguasai diriku.
Mata Nils mencerminkan kegusaran yang memuncak. Ia tidak bergerak. Jim masih menempelkan pistol ke leher Nils. Sedetik lagi tamatlah riwayatku.
"Drew, jangan lakukan itu," kata pria berkacamata yang duduk di sebelah Drew. "Lepaskan perempuan itu."
Drew memberengut, menjauhkan lengannya dariku dan mendorong bahuku kasar. Ia berkata, "Ini membosankan. Setidaknya biarkanlah aku menyiksa seseorang. Aku butuh hiburan, Snake."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Mr. Rondhuis
FanfictionDear Mr. Rondhuis, Sehubungan dengan beredarnya lowongan pekerjaan sebagai sekretaris di perusahaan Anda, saya, Sweet Mileva Buchenwald, sangat tertarik dengan lowongan yang perusahaan Anda tawarkan. Untuk itu, dengan datangnya surat elektronik ini...