39. That Night

178 22 0
                                    

Apa yang kurasakan sekarang? Aku tidak tau. Aku bahkan sulit menjelaskannya sekarang. Rasa kaget, sesak, kesal dan kecewa bercampur aduk hingga aku tak tau harus merespon seperti apa. Yang kulakukan sekarang hanyalah mengurung diri disalah satu bilik toilet seperti orang bodoh.

Kupikir, aku tidak akan merasakan rasa yang seperti ini lagi bila bersamanya. Ia tidak pernah menyakitiku sekalipun. Justru akulah yang selalu menyakitinya. Dan ternyata orang yang tidak pernah menyakitiku sama sekali, menyakitiku lebih parah dari pada orang yang sebelumnya.

Aku memeluk kedua kakiku sambil menunduk. Dadaku terasa sangat sesak saat ini. Apa yang harus kulakukan? Menangis? Apa hanya menangis saja yang dapat kulakukan? Aku tidak mau menjadi seorang yang menyedihkan seperti itu!

"Kyuhee?" Suara Emily bergema dari luar. Aku dapat mendengarkan ia melangkahkan kakinya masuk.

"Aku disini, Emily." Ujarku lalu keluar menemui Emily. Gadis itu menatapku khawatir. Ia bahkan tidak mengatakan apapun padaku lalu memelukku. Ia mencoba menghiburku lagi. Tidak, jangan lagi. Kumohon, berhentilah keluar.

"Aku tidak mau bertanya kau baik-baik saja atau tidak karena sudah terlihat jelas kau memang tidak baik-baik saja." Ujar Emily lalu melepaskan pelukannya padaku. Aku ingin pulang tetapi aku tidak mau menyusahkan. Lebih baik aku menahannya sedikit lagi.

"Lebih baik kau melepaskan tangismu dari pada menahannya. Bukankah itu lebih terasa menyakitkan?" Aku menggelengkan kepalaku pada Emily.

"Tidak. Aku sudah lelah menangis. Aku tidak mau membuang-buang air mataku lagi." Aku menghidupkan kran yang ada di wastafel lalu membasuh wajahku. Aku tidak peduli jika riasanku akan berantakan karena air. Lagi pula untuk apa aku peduli?

"Kyuhee.. jika begitu, sebaiknya kau kembali. Paman dan bibi terlihat mengkhawatirkanmu. Apa mereka tau soal hubunganmu dengan.." Aku mengangguk pada Emily lalu gadis pirang itu terdiam.

"Ayo, pergi." Ujarku pada Emily setelah menyeka wajahku dengan tissue yang ada disana. Aku melangkahkan kakiku kembali pada meja yang berada di tengah ruangan dengan berat hati.

Semua yang ada di meja itu menatap ke arahku. Mereka sedang memperhatikan bagaimana reaksiku. Walaupun hanya melirik tapi aku tau mereka sedang menatapku. Seperti biasa, aku memasang ekspresi datarku walaupun sebenarnya hatiku sekarang tengah berkecamuk.

Tanpa sengaja aku mengalihkan pandanganku pada pusat perhatian acara ini. Chanyeol dan tunangannya. Chanyeol tidak berhenti tersenyum pada tamu-tamunya itu. Apa ia tak merasa bersalah terhadapku? Apa ia pernah menganggapku ada? Lalu gadis yang disebelahnya itu tidak pernah melepaskan kaitan tangannya pada Chanyeol. Mereka selalu menempel.

Tapi tunggu.. gadis itu, bukankah dia yang pernah menabrakku di toko souvenir waktu itu? Lalu yang kulihat itu memang..

Aku menutup wajahku dengan kedua tanganku. Aku seperti orang bodoh yang tengah di permainkan. Gadis itu berarti dia. Dia yang menjawab panggilanku. Dadaku semakin sesak. Aku bahkan mulai kesulitan bernafas. Padahal tidak ada yang salah dengan alat pernafasanku.

Tiba-tiba, sebuah musik berputar mengisi ruangan besar ini dengan alunan-alunan merdu. Beberapa pasangan mulai melangkah menuju lantai yang sengaja di kosongkan. Bahkan sang pemeran utama juga ikut. Hatiku seperti tertohok melihat keberadaan mereka.

Mereka mulai beberapa gerakan secara berpasangan sesuai irama musik. Mereka terlihat seperti film yang pernah kutonton beberapa kali di televisi sewaktu kecil. Seperti pangeran dan putri.

Happy Delighted [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang