Family Reunion

7.3K 608 34
                                    

Liburan Natal dinantikan penuh harap dan kebahagiaan oleh hampir semua orang, namun tidak bagiku.

Ayahku meninggalkan kami saat aku masih berumur 10 tahun. Ya, itu sangat tragis, namun bukanlah hal yang luar biasa di lingkungan kami yang keras. Ia meninggalkan kami pada malam Natal dan tak pernah kembali. Ia hanya mengatakan akan pergi untuk membeli kertas pembungkus kado dan itulah saat terakhir kami melihatnya. Setelah 25 tahun, ibuku akhirnya bisa menerimanya. Sebuah proses yang amat lambat untuk seorang wanita yang amat mencintai suaminya. Ayah adalah segalanya baginya, bagi kami semua.

Tumbuh besar tanpa seorang ayah memang sangat berat, namun sekali lagi, bukan hal yang luar biasa di lingkungan kami yang keras. Banyak teman-temanku yang juga tumbuh dalam keluarga tanpa ayah. Bahkan di sini, kau akan dianggap abnormal jika orang tuamu masih utuh bersama. Paling tidak, begitulah caraku untuk mengatasi itu semua. Menganggap semua itu “hal yang biasa”.

Ibu meninggal dua tahun lalu dan kini aku-lah yang bertanggung jawab mengadakan acara makan malam Natal di rumah tua keluarga kami. Tak ada diantara saudara-saudaraku yang sudah tumbuh besar yang ingin kembali ke rumah yang penuh dengan kenangan menyakitkan ini. Termasuk aku sebenarnya. Namun kami semua tahu, jika ibu masih hidup, tentu dia ingin kami semua berkumpul di sini setahun sekali sebagai keluarga.

Kedua adikku datang terlambat lagi tahun ini, seperti biasa. Aku memang tak pernah mengandalkan mereka untuk tepat waktu menghadiri sesuatu.

Tak ada dari kami yang bisa memasak, jadi kami hanya memesan pizza. Kami makan dalam keheningan dan menghabiskan waktu kami menata pohon Natal. Kami semua lalu duduk di atas sofa berdebu.

“Dingin sekali di sini, Joe.” adikku, Danny bergidik, “Apa ada yang tahu cara menyalakan perapian?”

“Aku tak tahu.” jawab Jen dan mereka berdua menatapku. Yeah, tentu saja. Anak tertua pasti mendapatkan tugas melakukan hal yang paling bodoh yang tak ingin dilakukan saudara lain. Pasti ini sudah sebuah hukum mutlak yang berlaku antargalaksi.

Sudah ada kayu di rumah, jadi kami berkumpul dan menikmati kehangatan menyembur dari perapian. Namun kami tak beruntung. Asap memenuhi ruangan dan aku segera menyadari, ada yang menghalangi aliran udara cerobong asap kami.

“Rumah tua sialan!” sembur Jen, “Tak ada yang bekerja dengan benar di rumah ini!”

Adikku memang benar. Ibu tak pernah repot memperbaiki apapun di rumah ini semenjak ayah pergi, tak terkecuali perapian. Aku dan Danny menawari beberapa kali untuk memperbaiki rumah ini, namun ibu tak menginginkannya. Ia hanya ingin segalanya tetap seperti apa adanya. Sebab ia masih percaya, suatu saat ayah akan kembali.

“Kupikir aku tahu apa yang salah. Ada yang menyumbat di sini!” kataku ketika sapu yang kugunakan untuk membersihkan cerobong asap dari bawah mengenai sesuatu. Pada saat itu kami mendengar suara gemeretak yang diikuti bau memuakkan. Tiba-tiba sesuatu jatuh dari atas.

“BRAAAAK!!!”

Itu adalah jenazah, rangka dengan tulang belulang kering mengenakan kostum Santa Claus, jatuh mendarat di atas kayu perapian yang telah kami padamkan. Kami melompat mundur. Jen menjerit dan Danny terbanting di tanah, terisak dengan suara menyakitkan. Sebuah tas beludru berwarna merah tumpah di hadapan kami, terisi oleh kado-kado berpita kusam bertuliskan nama-nama kami.

Ternyata selama ini ibu benar. Ayah pada akhirnya kembali juga.

***

Penulis: cardinalgrad03

CreepypastaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang