Tongue

4.8K 365 3
                                    

"Hey! sedang memikirkan apa?”

Aku sedikit terlonjak, mendapat sambutan selamat pagi yang berbeda dari sahabat ku, Ariana. Aku sebenarnya adalah tipe emosional, jujur aku ingin marah karna tindakannya mengganggu aktivitas belajar ku.

Tapi, yasudahlah. Ini hari istimewa, kan?.

“Kau baik, Steph?”

Aku mengangguk kecil. Mataku kemudian beralih pada banyak tulisan yang tercetak oleh tinta bolpoinku.

“Kelas sepi sekali, ya?”

Aku sedikit menengok. Memunculkan sedikit reaksi dengan menggangguk, pertanda bahwa aku tak mengabaikannya.

“Eum... Berapa nilai ujian sejarah mu, Steph?”

“92”

“Wow! aku saja dapat 80. Kau jenius, Stephanie”

“Tidak. Einstein lebih jenius dari ku”

“Kau bisa saja bergurau”

Aku mendengar ia tertawa. Huh, apa yang lucu?.

“Ada yang lucu?” Aku mengkerutkan kening. Aku adalah tipe seseorang yang tegas, tak suka basa-basi, dan tentu saja, misterius.

“Tidak. Tidak Steph” Ariana mereda tawa nya. Ia menatapku dari atas sampai bawah, bagai akan menilaiku.

“Jujur kukatakan, Stephanie—“

Dia menengok kanan-kiri sejenak. Lalu mendekatkan bibir mungil nya ke telinga ku.

“Kau... Anak aneh”

Aku terdiam. Ariana tertawa lagi. Aku tak mengerti. Aku benar-benar tak mengerti. Aneh? apa yang dimaksud ‘aneh’ dalam pikirannya mengenaiku, hah?.

“Ar…”

“Tapi, itu cukup lucu, Steph”

Kenapa ia kembali tertawa? apa yg salah denganku?.

“Anak aneh”

“…”

“Kau mau kupensan kan sesuatu? Susu coklat panas?”

“…”

“Steph?”

Aku benar-benar sakit hati. Aku benci. Kenapa semua siswa di sekolah ini melabeliku ‘aneh’?.

“Steph?”

Aku menunduk. Menggenggam tangan ku sangat erat, aku muak.

Aku meraba sesuatu di saku ransel ku.

“Kau baik kan, Steph?”

Ariana, dengan wajah innocent dan rambut ikal merahnya mendekati ku. Ia duduk di sampingku--kursi kosong yang tak pernah ditempati siapapun.

Tentu saja, aku tak punya teman.

Masih kuraba. Ke dalam, kiri, kanan.

Ketemu.

Aku menatap Ariana dengan senyum yang berusaha kubuat semanis mungkin. Dan bisa kutebak, Ariana kebingungan.

“Steph?”

Persetan dengan wajah polos itu. Kelas sepi, ya tak ada orang, kan?. Aku mendorongnya, ia terjatuh ke lantai kelas.

“Steph!”

Aku menindihnya nya. Aku melihat langsung ke mata nya.

Cih, mengiba.

“Stephanie, kumohon…”

“…”

“Aku…”

Alah! Aku benar-benar tak peduli! Kuambil barang itu didekatku.

Gunting.

“Kau mengataiku aneh…”

“…”

“…Aneh, aneh, aneh! Apa tak ada kata lain selain ANEH?!”

“Steph…”

“Rasakan apa yang kurasakan!”

Aku mengambil lidah nya secara paksa. Dan mengguntingnya.

Ya, sama sepertiku, bukan?. Aku dijuluki si lidah pendek.
***

CreepypastaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang