Adik perempuanku mengalami sleep paralysis (tindihan) sejak duduk di kelas satu, umur yang tidak biasa untuk mengalaminya, karena fenomena ini biasanya akibat stress dari lingkungan luar.
Apa sebabnya tak pernah kami mengerti. Ia masih terlalu muda untuk mengalami stress. Mimpi-mimpinya sangat buruk sehingga ia akan terjaga semalaman. Akibatnya, ia akan tertidur ketika berada di dalam kelas siangnya. Kemudian ia akan mengalami siklus itu, lagi dan lagi. Jujur, kami tak mengerti apa yang terjadi pada Annie dan bagaimana mengobatinya. Bagi orang tuaku, mimpi buruk sesungguhnya adalah ketika putri mereka menderita penyakit yang tak bisa dijelaskan secara medis.
Dokter selalu mengatakan hal yang sama. Senter, boneka beruang, apapun yang bisa membuatnya tenang, harus selalu disediakan di tempat tidur. Namun semua nasehat-nasehat itu tetap tak bisa menghentikan mimpi-mimpi buruknya. Mimpi buruk apakah sebenarnya yang ia alami, aku pernah bertanya demikian. Dan ia selalu mengatakan hal yang sama: seorang wanita tua berdiri di atas tempat tidurnya, menindihnya. Rambutnya panjang dan berantakan, senyumnya sangat lebar, matanya menakutkan.. serta ia selalu berbisik akan mencuri tubuh Annie. Adikku akan gemetaran dan berteriak hingga ia terbangun. Ia mengatakan bahwa ia tahu, suatu saat nanti, wanita itu akan berhasil. Namun kami hanya menganggap semua itu sebagai mimpi buruk yang ia anggap terlalu nyata.
Suatu malam adikku terbangun dari mimpi buruk dan tindihan yang sama. Namun kali ini ia datang ke kamarku dan membangunkanku. Melihatnya di tengah kegelapan membuatku cukup ketakutan. Aku heran saat itu, kenapa ia tak datang ke kamar ayah dan ibu, malah justru datang ke kamarku.
“Aku tak mau lagi membangunkan mereka tengah malam,” jawabnya, “Tony.. kau mau kan menemaniku malam ini?”
Aku tak yakin. Kami sudah remaja dan merasa ini akan jadi pengalaman yang aneh. Namun ia adalah adikku dan akupun menyanggupinya. Ia tidur di tempat tidurku, sedangkan aku berbaring di lantai. Itu menjadi kebiasaan kami tiap malam dan orang tua kami kadang datang untuk mengecek keadaan kami. Bagi mereka mungkin sangat manis melihat kami sebagai kakak beradik saling melindungi. Namun aku selalu saja bangun paginya dengan rasa sakit di punggungku.. ugh.
Suatu malam Annie kembali terbangun. Matanya terbuka lebar. Namun sesuatu dalam diriku mengatakan bahwa ia masih tertidur. Aku berdiri dan mendekatinya di ranjang. Ia mulai mengangkat tangannya dan melambaikannya, seolah ia tengah dikendalikan oleh sesuatu yang berada di luar dirinya. Tiba-tiba ia berteriak, “Jangan! Jangan!”.
Aku tahu bahwa ia sedang berjuang melawan apapun yang menghantui mimpi-mimpinya. Maka yang hanya bisa kulakukan adala membangunkannya. Ia langsung bangkit dengan air mata membanjiri pelupuk matanya dan dengan keras ia mendorongku. Maksudku, ia benar-benar mendorongku dengan sekuat tenaganya, tenaga yang terlalu besar untuk ukuran gadis seumurnya. Ia terlihat kasar, sangat kasar. Tiba-tiba ia tersadar dan menatapku yang terjatuh di lantai.
“Aku tak tahu apa yang terjadi,” tangisnya, “Maafkan aku.. jangan tinggalkan aku sendirian di kamar ini, kumohon, janganlah marah!”
Dan yah, aku tetap di sana malam berikutnya. Aku tertidur di lantai, sementara dia terlelap dengan nyaman di ranjangnya. Setelah sekitar 20 menit tertidur, tiba-tiba ia terbangun.. yah, kau tahu maksudku, matanya terbuka namun ia masih bermimpi. Ia kemudian mulai menjerit. Adikku jelas terihat sangat ketakutan. Selimutnya ia lemparkan begitu saja dan menutupi tubuhku yang terbaring di lantai.
Aku menarik selimut itu dari wajahku dan melihatnya tiba2 sudah berdiri di ujung ranjang. Ia menatapkan dengan tajam dan menggumam tak jelas, “... mendekat.. mendekat...”
Jadi aku mendengarkannya dan berjalan ke arahnya. Namun saat aku sudah berada di dekatnya, tiba-tiba ia memukulku hingga aku terjatuh. Kemudian ia akan tersadar kembali dan kejadian tadi malam akan terulang. Ia akan meminta maaf dan memintaku tidak meninggalkannya sendirian. Singkatnya, kejadian kemarin malam terulang lagi, dengan intensitas yang lebih buruk.
Pada titik ini, aku mulai merasa ketakutan dengan teror-teror ini. Bagaimana mungkin sesuatu yang sederhana seperti tindihan bisa memberikan adikku kekuatan super seperti itu untuk menjatuhkan pemuda sepertiku? Seakan-akan ada sesuatu yang di dalam dirinya, mengendalikan tubuhnya di luar kehendaknya. Dan apapun itu, ia memberikan kekuatan untuk menyakiti saudara laki-lakinya, satu-satunya orang yang berusaha menolongnya.
Pada malam ketiga, aku kembali terbangun karena selimut yang terlempar ke arah wajahku. Dimulai lagi, pikirku. Aku kini mencoba pendekatan baru. Ia tampak lebih marah malam ini. Matanya membelalak lebar dan ia menjerit, berusaha untuk menghalau apapun yang ada di depannya. Aku mengendap-endap ke sisi samping ranjang, namun aku memperhatikan matanya memandang ke sisi dimana biasa aku tidur.
Ia seakan sedang mencariku.
Aku semakin mendekatinya, namun sebelum aku sampai ke sana..
Kepalanya tiba-tiba memutar ke arahku dan ia berteriak tak jelas, “... mendekat !!!”
Aku berjalan mendekatinya dan mata kami bertemu. Pada saat aku hendak membangunkannya, tiba-tiba ia mencengkeram kaosku dengan kuat dan melemparku ke lantai.
Aku merangkak di lantai, berusaha menjauhinya. Namun dengan kekuatan adrenalin penuh, tiba-tiba ia melompat dari tempat tidur dan meraih tanganku. Ia kemudian menarikku keluar kamar dan membanting pintu kamar tidur di belakang kami.
“Apa-apaan kamu?” aku berteriak pada adikku. Orang tua kami sudah bangun karena suara berisik yang kami timbulkan dan keluar kamar. Aku merasa sedikit bersalah sudah membentak adikku, namun ia benar-benar membuatku ketakutan dan bingung. Ini bukan pertama kalinya ia menyakitiku dalam tidurnya dan aku menuntut penjelasan!
“Aku terbangun di tengah mimpiku..” katanya, “Aku sudah memperingatkanmu berkali-kali, namun kau tak pernah mendengar! Jangan mendekat!”
“Apa?” aku menggelengkan kepalaku. Jadi itu yang adikku coba katakan? Aku hanya mendengar kata terakhirnya saja, “Mendekat.” Aku selalu berpikir ia ingin aku mendekatiku dan membangunkannya dari tidurnya, namun justru sebaliknya. Aku kemudian menceritakan bagaimana ia membantingku ke lantai, tidak hanya malam ini, namun juga dua malam sebelumnya. Orang tua kami juga mendengarkan.
“Kali ini aku sudah benar-benar bangun.” Air mata mengalir di pipinya. Ia tampak sama sekali tak sadar akan apa yang baru saja ia lakukan terhadapku di kamar tadi. “Wanita tua yang berdiri di tempat tidurku berusaha masuk ke dalammu. Aku melihatnya berusaha memanjat ke dalam mulutmu saat mulutmu sedang terbuka...”
Jangan mendekat. Dorongan itu. Adikku berusaha menyelamatkanku dari apapun yang berada di kamar tidur itu. Tiba-tiba aku menyadari ada sesuatu yang mengganjal di dalam mulutku, seakan ada yang terselip di antara gigi-gigiku. Aku memasukkan jariku ke dalam mulutku dan menarik sesuatu keluar.
Kuku yang patah.
***
Penulis: Maggie Louise
KAMU SEDANG MEMBACA
Creepypasta
HororA creator of paranoid #1 Highest Rank [25052018] #2 in horror [07052018]