I am a Good Parent

3.6K 327 17
                                    

Aku punya dua anak.

Mereka manis sekali. Yang pertama anak lelaki berumur 4 tahun dengan jiwa petualang, namun sangat sopan. Yang kedua bayi perempuan berumur 6 bulan yang senang mengoceh..

Mereka berdua adalah obyek kasih sayang melimpah dariku dan suamiku. Kami ingin mengajari anak-anak kami agar mereka tumbuh menjadi apapun yang mereka inginkan. Kami ingin mendidik mereka agar cerdas dan selalu penuh rasa ingin tahu.

Ada orangtua yang menolak menjelaskan apa-apa kalau anak-anak mereka bertanya ini itu. Mereka memerintah-merintah anak-anak, mengharapkan mereka untuk menuruti setiap kata tanpa banyak tanya. "Karena papa/mama bilang begitu!" Begitulah alasan yang biasa diberikan. Orangtua yang lain hanya menolak untuk menjelaskan lebih rinci tentang hal-hal yang ditanyakan anak-anak. "Dari dulu memang begitu, stop tanya-tanya!"

Aku yakin orangtua seperti itu hanya tidak mau berpikir. Mereka membuat anak-anak tumbuh menjadi generasi cuek dan tidak peduli akan keadaan sekeliling mereka, tapi tidak dengan kami. Anak-anak seharusnya memahami dunia di sekitar mereka. Kami ingin mereka bertanya, meneliti, berpikir keras, dan mengambil kesimpulan. Kebanyakan orang dewasa meremehkan kemampuan pemahaman anak-anak, tapi kami lebih baik dari itu.

Kami punya dua anak, dan kami akan membuat mereka hebat.

Anak sulung kami mulai rajin bertanya-tanya, misalnya: “Papa, mama, kenapa lasagna buatan mama dibuang?" Kami tidak bilang “Karena lasagnanya sudah basi." Apa yang akan ia pelajari? Kami tahu ia menyayangi dan memercayai kami dan mungkin akan menerima saja jawaban itu, tapi kami tidak ingin ia begitu seumur hidup.

Dia dan adik perempuannya harus tumbuh menjadi orang-orang yang cerdas, terutama setelah orangtua mereka nanti menua dan mulai kehilangan kemampuan fokus, apalagi orang lanjut usia sangat keras kepala. Jadi, kami membuat "kotak observasi"; kami taruh sepotong lasagna di dalam kotak Tupperware tembus pandang, dan tidak kami taruh di kulkas. Setelah beberapa hari, lasgnanya basi, dan kami membiarkannya melihatnya. "Idih! Lasagnanya basi! Jadi itu sebabnya dibuang!" Tepat sekali. Dia benar-benar pintar. Kami sukses sebagai orangtua.

Kami punya dua anak, dan mereka akan tumbuh jadi anak-anak yang sempurna.

Para orangtua pasti tahu kalau anak-anak selalu penuh rasa penasaran. 24 jam seolah tidak cukup untuk membuat eksperimen kecil-kecilan atau menjawab semua pertanyaan anak laki-laki kami.

Kami mengajarinya cara berpikir kritis; kalau ia bertanya “Kenapa," kami akan tanya balik padanya “Menurutmu kenapa bisa begitu?" Dia akan berpikir keras untuk menemukan beberapa kesimpulan, walaupun biasanya ia memang tetap harus dibimbing.

Pada suatu malam, saat kami hendak menidurkan bayi perempuan kami, dia memanggil kami dari tempat tidurnya.

"Papa! Mama! Ada suara di lemariku! Apa itu?"

Suamiku terkekeh saat kami mendatangi kamarnya. "Nah, nak, menurutmu itu apa?"

"Itu monster! Atau hantu. Dia mau membawaku!"

"Dimana kau pernah melihat mereka, nak? Apakah kau menonton mereka di berita TV?"

"Yah...tidak. Anak-anak lain yang cerita. Tapi aku tak pernah lihat." Dia mulai berpikir. "Mungkin itu binatang?"

Itu memang lebih memungkinkan daripada hantu, jadi cara berpikirnya sudah benar. Aku menyeletuk, “Sayang, kita ada di tempat yang aman sekarang, 'kan?" Detektif kecilku mengangguk. "Jadi, ayo kita lihat ada apa di lemarimu."

Dia turun dari tempat tidur dengan gugup dan berjingkat-jingkat menuju lemarinya. Lemari itu pintunya berupa pintu geser, dan di dalamnya, kami menyimpan pakaiannya serta sebuah meja kecil dengan peralatan prakarya di atasnya.

Ketika dibuka, kami melihat cangkir plastik berisi krayon yang rupanya ditaruh terlalu ke pinggir, lalu terjatuh. Batang-batang krayon warna-warni berhamburan di dasar lemari. Kami bangga. Anak lelaki kami mengambil kesimpulan sendiri dengan berani. Dia akan menjadi contoh yang baik untuk adiknya.

Kami punya dua anak, dan mereka brilian.

Pada kesempatan lain, anak kami bertanya, “Kenapa kadang-kadang ada bintil-bintil kecil di lenganku?" Kami membiarkannya membuat deduksi berdasarkan situasinya. "Aku biasanya sih cuma duduk saja, tapi aku kedinginan. Kenapa bintil-bintil muncul?" Kami lalu mengajaknya meneliti hal itu. Dia belum bisa melakukan pencarian rumit di Google, jadi kami membantunya mengetikkan pertanyaannya. 

Kami lalu menemukan bahwa ketika temperatur menurun, tubuh merinding untuk menciptakan insulasi yang membuat kita merasa hangat. Setelah mendapat jawabannya, dia tidur dengan senang. 

Sungguh anak pintar.

Kami punya dua anak, dan mereka sedang dalam proses menjadi orang-orang hebat.

Kali lain, kadang-kadang bertanya saja bukan pilihan terbaik. Pada suatu hari yang cerah, suamiku dan aku membawa anak-anak kami ke taman. Aku sedang menggendong si bungsu ketika anak lelakiku mendadak berlari menghampiri kami dari tempatnya bermain.

"Ada seorang wanita melihatiku terus, tapi aku tidak tahu kenapa."

Kami memeriksa keadaan taman di sekitar kami, tapi kami tak melihat ada wanita yang menatapinya. Mungkin itu cuma orangtua lain yang agak cemas anak mereka berada di dekat anak-anak lain, dan itu sebabnya mengapa ia memerhatikan anak kami. Cuacanya cerah, tapi anak kami jelas-jelas ketakutan. Kami bertanya apakah ia mau menyelidikinya, tapi ia tidak mau.

Kami dengan bangga memberitahunya bahwa kami senang ia bisa mengenali situasi bahaya dan langsung datang pada kami. Kami lalu meninggalkan taman sambil menjelaskan padanya bahwa terkadang kita tidak bisa menyelidiki sesuatu secara mendalam ketika situasinya tidak aman. Dia tidak senang dengan jawaban itu, jadi kami memberi nasihat mengenai para ilmuwan. Mereka juga kadang tak bisa menemukan informasi yang mereka perlukan, sehingga penelitian tidak bisa dilanjutkan. Kadang, kita memang harus rela tidak mendapat jawaban pasti.

Yah, kami punya dua anak, dan mereka akan jadi orang dewasa yang revolusioner.

Pada suatu malam, anak perempuan kami terserang demam. Dia berkeringat terus saat aku menggendongnya. Anak lelaki kami bertanya mengapa adiknya tidak enak badan. Aku bilang padanya kami tidak yakin, tapi dokter bilang ini akan berlalu. Anak lelaki kami benar-benar sedih. Jadi, aku menaruh anak perempuan kami di ranjang bayinya, dengan kipas angin menyala, dan aku membiarkan anak lelaki kami duduk di dekatnya sambil mengelus-elus rambutnya. "Aku mau tahu kenapa kepalamu sakit, adik kecil, supaya bisa kuobati."

Aku mencoba santai dengan menonton TV, sendirian, karena suamiku sedang ke luar kota. Aku tertidur. Ketika terbangun, aku langsung ke kamar bayi untuk melihat sedang apa anak lelakiku. Ketika hendak masuk, aku melihat kotak perkakas suamiku terbuka dan isinya berceceran di lantai.

Di dalam kamar bayi, anak lelakiku sedang meneliti kenapa adik bayinya demam dan 'kepalanya sakit.' Dia ada di ranjang bayi bersama adiknya.

Dia memegang obeng.

Keadaannya berantakan sekali. 

Gara-gara dia, kami tinggal punya satu anak.

"Mama, aku cuma mau lihat kenapa kepala adik kecil sakit. Tapi tidak ada apa-apa di dalamnya."

Tidak apa-apa. Aku orangtua yang baik. Jadi, aku mengatasi sendiri situasinya.

Dan sekarang, aku tidak punya anak.

CreepypastaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang