NADARAJA-3

6.3K 798 321
                                    

-Keluarga itu rasanya hangat bukannya dingin-

---

PANDANGAN Raja tampak enggan untuk berpaling dari langit-langit kamarnya. Dengan seragam sekolah yang masih melekat, bahkan sepatu yang masih terpasang indah di kaki panjangnya, ia merebahkan diri di atas kasur empuk bernuansa abu-abu.

Benda pipih yang disimpannya di saku celana, bergetar. Dilihatnya sebuah notif WA dari grup D'GANTENG. Dengan malas ia men-swipe layar, membuka obrolan itu.

Eidan Lakmano "Ja kita mau minta maaf"

Joantara Bagra "Iya nih. Tapi tetep ya, ini semua murni bersumber dari kesalahan si Edan"

Eidan Lakmano "Sudah cukup, cukup sudah. Kini ku mulai lelah menjalanai semua ini, apa artinya sebuah kesabaran jika ku tak sanggup lagi. 'Terserah' hanya sepatah kata itulah yang mampu terucap dari bibir ini. Ku pasrah, jika nama Edan lebih berarti untukmu. Ku pun tak apa jika kau memanggilku dengan nama itu. Pertanda...Eidan Lakmano"

Joantara Bagra "Kalimat lo bagus, bagus banget malah sampai-sampai otak gue pusing buat ngertiin maksudnya. Bangsat!!!"

Eidan Lakmano "Lo ngehina gue ceritanya?"

Raja Enzajendra "Kalo mau berantem jangan di grup, buat hp gue jadi lemot"

Joantara Bagra "Hehe...sorry Ja. Lo tau sendiri 'kan Edan yang mulai"

Eidan Lakmano "Terserah lo aja deh Jo"

Joantara Bagra "Btw, ngumpul yuk. Edan tadi ngajakin, dia yang bayar katanya. Maklum perayaan hari dia menetas"

Eidan Lakmano "Woi tikus tanpa bulu! Kapan gue ngajakin? Bohong Ja! Lagian ini bukan hari ulang tahun gue. Apalagi hari gue mentas!"

Joantara Bagra "Udah deh duit lo kan banyak juga tuh. Lagian bukannya lo ulang tahun tiap hari ya?"

Eidan Lakmano "Mulut lo asal jeplak banget si Jo"

Raja Enzajendra "Gue gak ikut, lagi males"

Usai mengetik pesan singkat itu, Raja men-silent ponselnya dan meletakkannya di atas nakas. Rasa lengket kini melandanya terasa meluburi sekujur badannya, mau tak mau ia harus membersihkan tubuhnya ini. Dengan gotai ia melangkah menuju kamar mandi.

Celana jeans hitam yang dipadukan dengan kaos oblong nick-v putih, itulah yang melekat di tubuh Raja saat ini. Melihat pantulan cahaya senja dari jendela, membuat ia yang baru keluar dari kamar mandi mengikuti alur naluri hatinya yang menuntunnya untuk menuju balkon. Dimana ia akan dapat menatap senja secara langsung tanpa adanya kaca yang menghalang.

Kedua kakinya melangkah beriringan, seirama menaiki anak tangga yang khusus untuk mengantarkannya menuju balkon. Cahaya hangat senja seketika sontak menerpa tubuh menjulangnya, seakan-akan menyambut ria sosok kedatangannya. Tangannya pun terulur untuk memegang pagar pembatas.

Takjub, itulah yang Raja rasakan saat ini. Ia tak pernah berhenti takjub akan sosok senja. Dimana semburat jingga terlihat saling beradu dengan birunya langit untuk memperebutkan kekuasaannya pada sang atap bumi, yang nantinya akan membentuk sebuah kombinasi warna yang menenagkan. Warna sempurna, murni hasil karya Tuhan yang sangat luar biasa baginya. Tetapi sangat disayangkan karena kehadirannya yang tak akan dapat bertahan lama nantinya.

'SENJA' sepatah kata itu bagi Raja memang indah tetapi tak setia dan terkesan mengecewakan. Mungkin hanya ia yang merasakan hal ini. Pasalnya ia menyukai senja, tetapi disisi lain ia juga membencinya.

NADARAJATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang