NADARAJA-40

3.1K 221 55
                                    

Panggilan Saya-Kamu, hadir diantara kita sejak saya ingin lebih menghormati kamu...

---

CEKALAN tangan mungil yang mengena di tangan kekarnya, membuat langkah terburu Andra terpaksa berhenti. Dilihatnya sang penghalang jalannya itu, malas.

"Lepas!"

"Lo lupain ini..." dengan suara serak penuh pilu, Dara mengulurkan hasil jemari lelahnya yang sempat ditolak. "Gue anggep semua omongan lo beberapa saat yang lalu gak pernah ada, hanya mimpi buruk belaka." Lirihnya, berusaha mengulum senyum sebaik mungkin.

Mengambil kasar apa yang berada di tangan mungil turunan hawa di hadapannya, membuang tanpa perasaan mahakarya seni itu ke dalam tong sampah terdekat. "Gue gak butuh! Gak Dar."

Seketika air mata tanpa permisi meluncur begitu saja membasahi pipi. Sungguh, hati Dara terlalu sakit mendapatkan ini.

"Lo gadis yang pintar Dar, gue tau itu. Dan gak menutup kemungkinan kalo lo pasti bisa bedain suatu hal yang mana bersifat bunga tidur belaka, atau nyata--" Menatap Dara dalam, "--lo pasti juga faham pada perkata gue yang menuturkan kata 'jarak' diantara kita."

Menarik napas susah tatkala rasa sesak yang menyergap hati, "jahuin gue!" tanpa kata lagi, Andra melongos pergi.

Maafin gue, maaf, maaf Dar...

BUGH!

Suara bogeman sakit, tiba-tiba menyeruak nyaring. Bersamaan dengan itu, tubuh kokoh seorang pemuda yang semula tengah melangkah-- tiba-tiba saja tersungkur tak terduga.

"Raja?" Andra yang kini dengan posisi tergeletaknya, menatap sang pelaku terkejut.

"Bangun lo! Bangun!" Dengan cepat, Raja-- si penyerang, menarik seragam Andra sekali sentak. Melayangkan kembali pukulan mautnya, sempurna.

"Berengsek!" Umpat Andra saat merasakan aroma anyir menyeruak indera penciuman, dan rasa besi yang menguar dari sudut bibir robeknya. "Maksud lo apa sialan?!" Bangkit segera, dicengkramnya erat seragam Raja.

"Ke.na.pa lo bu.at Da.ra na.ngis?!" Tekan Raja disetiap suku kata ucapannya.

Bereaksi datar, tanpa kata Andra melepaskan kasar apa yang tangan kekarnya genggam. "Bukan urusan lo!"

"Bukan urusan gue? Bukan urusan gue lo bilang, hah?!" Teriak Raja murka. "Selama ini lo selalu jagain Dara, terlebih pada laju air matanya. Lo bahkan gak segan-segan pukulin gue yang berengsek ini, yang mana pembuat hadirnya kristal bening itu. Tapi-- sekarang, apa yang lo lakuin?!" Ujarnya dengan gelengan lirih.

"Andai lo tau Ja, betapa sesaknya dada ini saat melihat air mata Dara menetes, perlahan mengalir membasahi pipi-- yang mana itu semua adalah karena gue... Tapi gue gak ada pilihan lain, hanya ini yang bisa gue lakuin untuk kebaikan sang hati. Hati gue, hati Dara, hati kita--"

Menyerngit bingung, "ha-hati? Apa maksud lo?"

"Kita sama-sama menginginkan satu hati yang sama Ja-- penghuni hati kita adalah orang yang sama." Jelas Andra, "gue mau Dara jauhin gue karena dengan itu, hati dia akan leluasa untuk menentukan pilihannya tanpa terbebani oleh hati gue ini. Gue sendiri juga bisa membiasakan hati gue untuk menerima kemungkinan menyakitkan yang nantinya akan datang. Yang gue yakin pilihannya jatuh pada lo."

"Ndra..."

"Gue sayang sama Dara, gue cinta sama dia. Tapi-- gue tau lo yang lebih pantas sama dia karena rasa sayang dan cinta yang lo miliki, lebih besar dari gue."

Tak ada yang bisa Raja ucapkan, entah mengapa lidahnya mendadak terasa kelu.

"Gue minta satu hal sama lo buat jaga Dara, sebaik mungkin. Jangan pernah lukain dia sedikitpun, apalagi sampai buat dia nangis. Bahagiain dia dan jangan pernah bosan untuk menghadirkan segaris lengkungan indah di kedua sudut bibirnya, yang terlihat begitu manis." Memejamkan matanya sesaat. "Gue titip dia..." Menepuk bahu tegap Raja beberapa kali, lalu melangkah berlalu.

NADARAJATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang