-Saya mengikuti insting yang mendatangkan argumen tak pasti, bukannya kata hati-
---
MEMUTAR balik kemudinya yang semula hendak menuju ke sekolah... Andra. Ada satu tempat yang harus ia kunjungi saat ini juga, tempat yang akan membuatnya mendapatkan semua jawaban yang sebenarnya. Jawaban yang selama ini di terka-terka oleh otaknya. Jika Dara bungkam, ia akan mencoba mendapatkan apa yang ingin diketahuinya dari orang lain.
Tibalah ia di sebuah club, yang tentu tak asing lagi baginya. Tempat ini terlihat lebih sepi saat ini, berbeda jika malam hari dimana pengunjungnya akan membludak banyak.
"Ndra lo ngapain disini?" Seorang bartender yang tengah bersantai lantaran sepi pesanan itu menghentikan langkah kaki Andra yang baru memasuki area club. "Jadwal lo bukan sekarang 'kan?"
Pemuda yang dilempari pertanyaan malah terkekeh geli "Gue masih waras, mana mungkin gue nge-DJ saat matahari nyongsong kaya gini"
"Terus?"
"Gue ada urusan sama Pak Hamda, gue duluan ya" Tanpa menunggu sahutan dari peracik minuman handal itu, Andra melenggang pergi.
Sepuluh menit berlalu...
Tak lama kemudian, Andra keluar dengan ekspresi yang sulit diartikan. Ditutupnya pintu ruangan yang sempat dihuninya beberapa saat itu dengan perlahan. Ia benar-benar tak menyangka akan apa yang baru saja didapatkannya ini, masih tersimpan jelas dalam memori otaknya. Sungguh saat ini ia tak mampu mengeluarkan kata-kata apapun, suaranya seakan tercekat sakit di tenggorokannya sendiri.
Dengan lenggang ia melongos pergi meninggalkan club, menuju motornya yang terparkir didepan. Ia harus kembali ke sekolah lantaran apa yang dicarinya sudah ia dapat.
***
Saat semua murid kini tengah menikmati alur pelajaran di kelas. Lain halnya dengan Raja yang kini menikmati alur semilir angin yang menerpa wajahnya damai di rooftop.
Persetan dengan biologi!
Ia memilih cabut, tak memperdulikan mata pelajaran yang pastinya kini sibuk berlangsung dikelasnya itu. Untuk apa juga ia dikelas jika tak ada secuil pun ilmu yang dapat masuk kedalam otak tampannya. Pikirannya pun kini hanya sedang terpacu pada satu orang. Dara...
Raja sendiri bingung mengapa Dara tak kunjung juga pergi dari pikirannya, semakin ia ingin melupakan Dara-- bayangan gadis itu malah menari-nari di kepalanya. Seharusnya ia merasa senang hari ini karena Dara sudah mendapatkan balasan darinya. Tapi apa daya jika hati kecilnya berontak, menganggap bahwa semua ini adalah salah. Hal inilah yang semakin membuat ia menjadi frustasi.
Apalagi mengingat Dara yang menagis tersendu-sendu membuat batinnya entah mengapa mendadak menjerit sakit, ia merasa ada sorotan luka dalam manik mata turunan kaum hawa satu itu. Entah?!
Hingga bel istirahat yang berbunyi membuat lamunan Raja sontak buyar, menghilang tanpa jejak.
Derap langkah kaki yang perlahan terdengar dari arah belakang tak membuatnya menoleh, pasalnya ia sudah tahu betul siapa itu-- teman-temannya...
"Ja, lo kenapa cabut sih? Dicariin botak tuh" Ujar Radga
Sontak saja Raja memutar bola matanya malas, sungguh gurunya yang satu itu memang selalu saja mengincar dimana pun keberadaannya.
"Astaga Radga, murid durhaka lo emang! Pak Kenta yang gantengnya udah tak tertolong kaya gitu dikatain botak. Ck, ck.." Eidan berdecak tak habis pikir "Tapi bener juga sih omongan lo--" Dengan somplaknya ia terkikik geli, Radga hanya menatap tanpa ekspresi. "--Dan asal lo tau nih Ja, untung waktu itu otak gue lagi encer-encernya tadi. Gue bilang kalo lo di UKS, sakit anyang-anyangan" Lanjut Eidan yang membuat Raja menyerngitkan kening seketika, apa gak ada spesies sakit yang bagusan dikit? Pikirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
NADARAJA
Teen Fiction[ T e e n F i c t i o n ] High Rank# 9 in Raja Cinta itu hati yang merasa, bukan raga. -RAJA- Kamu bisa cintai orang lain, jangan saya. -DARA- Seputar kisah cinta yang mana dihadapkan dengan sepasang hati yang saling bertolak belakang. Satu memili...