-Sejak ada kamu, warna hitam yang mendominasi kehidupan saya perlahan mulai hilang-
---
MATA Arum membulat menatap Raja yang kini berdiri di ambang pintu rumahnya.
"Raja?"
Terlebih dengan seragam lusuh yang masih melekat di tubuh tegapnya, sedikit kotor di bagian lutut dan raut wajah frustasi. Sungguh ia tak pernah melihat Raja seperti ini sebelumnya.
"Lo--"
"Rum, tolongin gue Rum. Plis bantu gue" Arum semakin dibuat bingung. Apa lagi ini? Sejauh ini Raja tak pernah memohon seperti ini.
"Tolong? Bantu? Apaan sih maksud lo? Gue gak ngerti"
"Dara..." Lirih Raja membuat Arum menyerngit dalam.
"Kenapa lagi sama Dara? Lo belum puas nyakitin dia? Gila ya, lo itu brengsek banget sih Ja"
"Gue tahu, gue salah Rum. Gue nyesel Rum, gue--"
"Masuk Ja, lo bisa jelasin di dalem" Tak ada yang bisa Arum lakukan selain mempersilahkan Raja masuk, berbicara di ambang pintu seperti ini bukanlah pilihan yang baik. Apalagi mengusir Raja dengan menyuruhnya pulang, bagaimanapun juga Arum masih punya hati.
"Sebenernya ada apa?" Arum melirik Raja yang kini duduk di sebrangnya...di ruang tamu.
"Gue yakin lo udah tau semuanya dari Dara, tentang kelakuan gue"
"Iya, gue udah tau. Kelakuan lo yang brengsek itu 'kan?" Sinis Arum
"Gue udah salah paham Rum, gue nyesel"
"Tunggu, tunggu...lo--"
"Gue udah tau semuanya, dan itu udah lama"
"Terus kenapa lo baru nyesel sekarang?" Arum tertawa mengejek.
"Lo salah Rum, rasa nyesel gue ini gak baru datang sekarang. Gue udah lama nyesel Rum dan saking lamanya sampai membuat hidup gue dipenuhi rasa bersalah" Raja berhenti sejenak "Gue udah minta maaf sama Dara, tapi dia gak mau maafin gue Rum. Dia benci sama gue Rum"
"Bego! Kalo lo udah tahu semua kebenarannya sejak lama, kenapa lo gak buru-buru minta maaf sama Dara? Kenapa baru sekarang?"
"Pengecut. Ya, gue ini pengecut Rum. Gue terlalau pengecut buat hanya sekedar ngomong 'maaf' ke Dara. Sikap dinginnya ke gue-lah yang buat nyali gue jadi kendur, gue gak berani...gue takut. Apalagi lihat dia yang selaku ngehindar dari gue" Papar Raja membuat Arum terdiam.
"Setahu gue lo yang paling deket sama Dara, plis bantuin gue Rum. Bantuin gue jelasin ke dia kalo gue bener-bener nyesel dan gue mau minta maaf"
"Gue tahu gue salah Rum, semua gara-gara otak bodoh gue yang terlalu cepet beranggapan sama apa yang gue lihat. Tanpa memperdulikan hati gue yang saat itu menjerit, berkata kalo apa yang gue lakuin itu semua gak bener"
"Plis bantu gue Rum" Lirih Raja bahkan nyaris berbisik.
Senyum tipis terukir di wajah Arum. Sedari kecil ia berteman dengan Raja, mungkin lebih tepatnya sejak mereka duduk di bangku SD. Ia mengenal Raja lama, baru kali ini ia melihat Raja begitu terpuruk sedemikian rapuhnya.
"Tampang lo gak ada bagus-bagusnya buat mellow kaya gini. Raja yang gue kenal itu orangnya ketus, jutek, galak, dingin dan semaunya sendiri. Bukan kaya lo" Candanya membuat Raja menarik ke dua sudut bibirnya.
"Gue bakalan bantu lo, semampu gue"
***
Dara yang kini tengah menonton ria bersama mahluk kecil yang selalu berkeliaran di dalam rumah...Galan, adik satu-satunya yang tidak ada duanya sontak menyerngit saat ketukan pintu terdengar.
KAMU SEDANG MEMBACA
NADARAJA
Teen Fiction[ T e e n F i c t i o n ] High Rank# 9 in Raja Cinta itu hati yang merasa, bukan raga. -RAJA- Kamu bisa cintai orang lain, jangan saya. -DARA- Seputar kisah cinta yang mana dihadapkan dengan sepasang hati yang saling bertolak belakang. Satu memili...