NADARAJA-36

2.6K 197 3
                                    

Rona bahagia yang kamu pancarkan,
sungguh sempurna untuk menutupi kerapuhan.

---

SEDIKIT menyembulkan kepalanya, senyum miring pun akhirnya tercetak di sudut bibir Andra yang kini tengah menenggelamkan diri dibalik tembok lobby. Terlebih melihat terget incarannya, yang kini sudah terlihat dan semakin mendekat. Dengan cepat ia benar-benar menyembunyikan raga menjulangnya.

Satu... Dua... Tiga...

"BUAAAAAAAAAAAA!"

Hampir, hampir saja tubuh mungil seorang gadis terhuyung ke belakang saat sosok jangkung tiba-tiba muncul di hadapannya. Membuat jantungnya nyaris lompat dari sarang, karena rasa terkejut parah yang datang tanpa diduga itu.

"Gue gak kaget! Lo gagal!" Ketus Dara dengan ekspresi kesal.

Terkekeh geli, Andra menggeleng pelan. "Gue berhasil, lo yang gak pandai bohong. Jelas-jelas lo itu kaget," diusapnya lembut puncak kepala Dara. "Maaf ya,"

Tanpa bisa ditahan, Andra masih saja tertawa kecil. Pasalnya ekspresi Dara tadi sungguh terlihat lucu.

Gue emang gak sepandai lo saat berbohong Ndra. Terlebih saat bohongin raga sendiri, betapa sulit dan menyakitkannya semua itu. Tapi, dengan begitu sempurna lo sanggup melakukannya... Menjadikan rona bahagia yang tengah lo ukir-- sebagai tameng kerapuhan diri lo seolah-olah tegar dibaliknya.

"Dar?" Andra melambaikan tangan besarnya pada sang pemilik nama yang mendadak terdiam. "Dara?"

"Eh, iya-iya?"

Tersenyum manis, "pulang bareng yuk." Ajaknya yang langsung dijawab Dara dengan anggukan.

Sekarang giliran gue yang buat segaris lengkungan memukau di sudut bibir lo Ndra. Jika perlu dengan tawa bahagia, sekalian.

"Lo terlihat menghindar dari gue, tapi karena apa?" Seorang pemuda yang sedari tadi menjadi pengamat setia dua insan peresah hatinya, berucap lirih. Raja--

"Astaga, nih anak adam taunya di sini. Kita cari-cari juga." Sontak, Raja menoleh ke suara yang cukup mengkagetkannya. Rupanya Joan.

"Tau nih, sampai ke penangkaran curut kita jabanin tau gak lo?"

"Bisa gak ngomongnya biasa aja? Gak usah berlebih gitu?" Radga menatap Eidan yang selalu saja lebay tak kenal waktu itu, datar.

"Oi Radga yang kadar ketampanannya di atas rata-rata, serah gue napa!"

"Dan, lo bisa gak bedain mana yang hinaan dan mana yang pujian?" Joan melempar ekspresi lelah.

"Ini lagi, kutu yang tak bermutu! Nyahut aja sih lo."

Pletak...!

"Kenapa lo malah jadi hina gue kutu, brengsek?!" Geram Joan.

"Tega! Kenapa kamu jitak aku yang?" Eidan memasang tatapan terluka.

"JIJIK!" Joan bergidik ngeri. Seketika mulutnya mangap tak menyangka saat melihat Raja dan Radga yang sudah berlalu jauh, entah sejak bila? "Sial! Gara-gara lo, lagi-lagi kita--"

Kalimat Joan terpotong begitu saja saat Eidan tanpa aba-aba langsung berlari menyusul kedua temannya, meninggalkannya sendiri. "BANGSAT! TUNGGUIN GUE WOI!"

***

Udara dingin yang terasa seperti merasuk ke pori-pori membuat Dara sesekali menggerakkan jemari, mengusap kedua lengannya. Semua ini tak lain dan tak bukan hanya demi menghalau hawa menusuk yang menerpa meski hanya bersifat sesaat.

NADARAJATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang