🌌Dua

3.5K 421 26
                                    

"Mau sampai kapan kita parkir disini? gadis itu sudah pergi sejak tadi," suara Wonwoo memecahkan keheningan, hampir membuat Soonyoung berjingkat karena kaget.

"Melamun lagi ya? Akhir-akhir ini kebiasaanmu melamun semakin parah."

Soonyoung menarik napas lalu memundurkan mobilnya keluar dari parkiran, "Thank's sudah menemaniku menunggu dia,"

Wonwoo menatap kakaknya seksama, lalu tatapannya berubah penuh sayang. Kejadian kecelakaan itu sudah lama, tetapi kakaknya menanggung beban rasa berdosa itu di pundaknya tanpa henti. Hingga seolah-olah Soonyoung sudah lupa bagaimana caranya tersenyum.

"Aku sayang padamu kak, aku tidak tahan kalo kamu terus-terusan dalam kondisi seperti ini." Soonyoung terdiam, tidak menanggapi.

"Dia sudah lulus kuliah, nilainya bagus, dia pasti akan diterima di perusahaan yang juga telah susah payah kamu siapkan untuknya." Wonwoo menatap Soonyoung penuh arti, lalu mendesah ketika Soonyoung tidak mengatakan apa-apa, "Bukankah ini waktunya kamu berhenti?"

"Berhenti apa?"

"Berhenti memikul tanggung jawab ini seolah-olah kamu tidak akan pernah termaafkan."

Cengkeraman Soonyoung di roda kemudi semakin erat, "Aku memang tidak akan pernah termaafkan."

"Kejadian itu sudah lama berlalu, gadis itu bahkan mungkin sudah kehilangan kesedihannya dan menjalani hidup dengan bahagia...."

Soonyoung mengernyit menggelengkan kepala, membantah apapun yang berusaha diucapkan oleh adiknya.

"Tidak. Aku yang merenggut semua kebahagiaannya. Sebelum semua bisa aku kembalikan kepadanya dalam kondisi utuh, aku tidak akan berhenti."

"Kamu itu menyedihkan." Wonwoo menatap kakaknya dengan pandangan jengkel, merasa seperti kaset yang rusak karena mengulang-ulang kalimatnya terus-menerus, "Aku berdoa semoga suatu saat nanti gadis itu tahu, siapa yang berada dibalik hidupnya yang berjalan dengan begitu mudah selama ini",

***

"Surat panggilan untukmu." ibu asrama menyerahkan surat yang terbungkus rapi dalam amplop berbahan kertas mahal itu.

Jihoon mengernyitkan kening, dibacanya kop di amplop surat itu yang ditulis dengan tinta emas elegan dengan emblem lambang perusahaan yang sangat bonafit. Perusahaan ini bergerak di bidang jasa konstruksi dan sangat terkenal, Jihoon tahu emblem perusahaan ini, dan dia mengenal perusahaan ini, yang sering disebut-sebut oleh dosennya, dan juga sering muncul di berbagai media massa terutama yang menyangkut literatur bisnis dan keuangan.

Perusahaan ini benar-benar didirikan dari bawah, ownernya yang menurut gosip masih muda, memulai usaha ini setelah pulang dari sekolahnya di Amerika. Dia mendirikan perusahaan dengan sistem yang serupa dengan joint ventura dengan penanaman modal dari perusahaan asing yang bergerak di bidang sejenis, dan kemudian dalam waktu lima tahun sudah merajai jajaran perusahaan konstruksi yang patut diperhitungkan.

Sebuah surat panggilan? Itu benar-benar membuat Jihoon bingung, dia tidak pernah merasa mengirimkan lamaran ke perusahaan ini. Perusahaan ini terlalu bonafit untuk seorang fresh graduate seperti dirinya. Tapi bagaimana mungkin ada surat panggilan kalau dia tidak pernah mengajukan surat lamaran?

Ibu asrama tersenyum melihat keragu-raguan Jihoon, "Sudah buka saja, mungkin isinya benar-benar panggilan kerja untukmu."

"Tapi saya tidak pernah merasa mengirimkan lamaran ke perusahaan ini, Ibu." Jihoon terbiasa memanggil ibu asramanya dengan sebutan ibu.

Ibu asrama ini sudah seperti ibu kedua baginya, ketika dia sebatang kara dan kedua orang tuanya meninggal dulu, Jihoon memutuskan untuk berhenti sekolah dan mencari pekerjaan. Kebetulan waktu itu seorang tetangganya mengenalkannya dengan ibu Yoongi, seorang pegawai yang bertanggung jawab terhadap sebuah asrama putri yang saat itu sedang membutuhkan pembantu dan teman untuk menunggui asrama milik sebuah yayasan swasta tersebut.

【√】HEROES ↪soonhoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang