🌌12

2.7K 313 5
                                    

Jeonghan sedang berjalan santai menelusuri butik itu ketika sebuah tangan keras mencengkeram lengannya, dia setengah memekik dan menatap marah kepada pencengkeram lengannya, Seungcheol yang sedang berdiri di dekatnya.

"Lepaskan aku Seungcheol, kau kasar sekali." Jeonghan tersenyum berusaha tampak tenang.

Seungcheol lama menatap Jeonghan dengan tajam, lalu akhirnya melepaskan pegangan tangannya. Dengan sinis Jeonghan mengusap-usap lengannya yang memerah bekas cengkeraman Seungcheol.

"Ini akan memar. Apa yang membuatmu mendatangiku dan tiba-tiba bertingkah sekasar ini?" Tatapannya berubah menggoda, "Apakah kau ingin melanjutkan yang tertunda waktu itu?"

Seungcheol mendengus kesal, "Hentikan Jeonghan, aku tahu pasti kau tidak tertarik kepadaku. Dulu aku mengejarmu dan kau menolakku mentah-mentah." Tatapannya berubah tajam lagi, mengintimidasi, "Kenapa malam itu kau merayuku?"

Jeonghan mengerling dan tersenyum, "Mungkin karena aku sedang ingin berubah pikiran." Dia sengaja mengedipkan matanya menjengkelkan, "Kenapa Seungcheol? Apakah kau tidak tersanjung dirayu olehku?"

Seungcheol menyipitkan matanya, "Aku mencium bau busuk. Ada sesuatu yang tersembunyi di sini, dan aku menjadi korbannya, tapi ingat Jeonghan, aku tidak akan tinggal diam, aku akan mencari tahu."

"Mencari tahu apa Seungcheol? Kau aneh.." Jeonghan tertawa, "Mungkin kau sedang patah hati ya jadi sibuk berhalusinasi."

"Patah hati? Apa maksudmu?" suara Seungcheol menajam, waspada.

"Wah, kukira kau sudah tahu." Jeonghan mengedipkan matanya lagi, "Perempuan yang kau kejar itu, si cantik yang sederhana, dia akan menikah dengan Hoshi." Jeonghan tersenyum, menikmati rona pucat yang langsung menguasai wajah Seungcheol, membuat lelaki itu tertegun. Dia mengibaskan tangannya, "Sudah ya, aku sibuk. Lain kali kalau mau membuang waktuku, tolong lakukan untuk sesuatu yang lebih penting."

Ditinggalkannya Seungcheol yang masih membatu di sana

***

"Kau tidak akan memberitahu mama? Dia pasti akan langsung pulang dari Jepang dengan bahagia mendengar kabar penikahanmu."

Wonwoo mengingatkan. Sang mama memang baru berkunjung ke Jepang untuk menengok adiknya yang sakit.

"Tidak. Aku tidak mau dia pulang. Jihoon mungkin mengingatnya. Ketika ayahnya meninggal. Mama dan papa datang ke rumah mereka dan menyampaikan permintaan maaf dan uang santunan, Jihoon dan ibunya menolak mentah-mentah. Bersikeras supaya semua dijalankan di jalur hukum. Entah apa yang dilakukan papa kemudian sehingga semua berhenti."

"Jadi kau akan melarang mama selamanya bertemu menantunya? Itu rencanamu?" Wonwoo mengernyit, "Itu sama saja mencegah matahari terbit kak, suatu saat kau akan ketahuan."

"Tetapi tidak sekarang. Tidak sampai aku sudah benar-benar berhasil memiliki Jihoon." Soonyoung bergerak ke bar, dan menuangkan brendi untuk dirinya sendiri. Tidak dihiraukannya dengusan sinis Wonwoo.

"Kau sepertinya menjadi sangat terobsesi kepada Jihoon. Dulu kau terobsesi mencukupi semua kebutuhannya, memastikan dia bisa berdiri di atas kakinya sendiri, sekarang di saat itu semua tercapai, kau terobsesi untuk memilikinya." Wonwoo ikut menuangkan brendi dan meminumnya lalu mengernyit, "Mungkin kau harus menemui psikiater."

"Psikiater hanya akan menemukan satu kesimpulan." Soonyoung tersenyum simpul sambil menatap Wonwoo, membuat adiknya itu mengernyit bingung,

"Kesimpulan apa?"

"Bahwa aku sedang jatuh cinta."

Wonwoo tertegun, benar-benar tertegun. "Kau... benar-benar jatuh cinta kepada Jihoon? Maksudku... semua ini bukan karena obsesi dan rasa bersalah?"

"Itu juga. Awalnya karena rasa bersalah, tetapi lambat laun, mengamatinya dalam diam, memperhatikannya, dan tanpa sadar... mencintainya. Karena itulah aku ingin memilikinya, dan tidak rela membiarkannya dimiliki lelaki lain."

"Kau mempertaruhkan hatimu kak." Wonwoo mengernyit, "Dia akan membuatmu hancur berkeping-keping kalau dia tahu siapa sebenarnya dirimu."

"Setidaknya aku sudah mencoba." Soonyoung mengernyit, mencoba menghilangkan apa yang sudah pasti akan terjadi di depannya nanti. Kalaupun itu terjadi nanti, semoga cintanya kepada Jihoon cukup untuk mempertahankan perempuan itu.

Wonwoo menatap sedih kakaknya, kemudian dia teringat sesuatu dan nada suaranya berubah khawatir.

"Apakah kau sudah membereskan Yuju?"

"Ada apa dengan dia?"

"Dia akan sangat marah ketika tahu kau akhirnya bersatu dengan Jihoon-mu."

Soonyoung mendesah. Dia lupa sama sekali tentang Yuju, karena terlalu fokus pada Jihoon. Yuju, begitu ia ingin dipanggil adalah "pasangan tetapnya" bisa dikatakan begitu, atau kalau mau secara lugas, Yuju adalah "partner seks"nya. Hubungan mereka bebas dan tanpa komitmen, mereka saling memanfaatkan satu sama lain. Entah apa motif Yuju, mungkin karena Soonyoung cukup tampan dan kaya untuk dijadikan kekasih. Tetapi motif Soonyoung adalah mencari pelarian ketika dia sangat menginginkan Jihoon, melihatnya dari kejauhan tetapi tidak bisa menyentuhnya. Wonwoo hanya tahu kalau Soonyoung berkencan dengan Yuju, dia tidak tahu bahwa Soonyoung benar-benar menggunakan Yuju, bahkan pada saat bercintapun, Soonyoung melakukannya dalam kegelapan, dan memanggil Yuju, dengan nama Jihoon. Sekali, Yuju bertanya mengapa, tetapi Soonyoung menyuruhnya diam dan tidak bertanya lagi. Sejak itu Yuju tidak pernah bertanya lagi, meskipun Soonyoung selalu memanggilnya dengan sebutan Jihoon ketika bercinta.

Sampai beberapa lama kemudian, Soonyoung merasakan kehampaan, bahwa dia tidak bisa menipu dirinya sendiri dengan memakai Yuju sebagai pengganti Jihoon. Bahwa dia tidak bisa kalau bukan Jihoon. Maka ditinggalkannya Yuju. Mengakhiri hubungan tanpa komitmen mereka baik-baik.

Seharusnya Yuju tidak akan menjadi gangguan, kecuali kalau sampai dia mendengar bahwa Soonyoung pada akhirnya bersatu dengan perempuan bernama Jihoon. Radar ingin tahu Yuju pasti akan berbunyi, dan siapa yang bisa menebak apa yang akan dilakukannya nanti.

"Aku harap dia akan terus berada di luar negeri. Setidaknya sampai aku berhasil membawa Jihoon ke dalam pernikahan."

"Kau tidak seberuntung itu kak. Aku dengar dia akan pulang dalam waktu dekat. Kau harus menjauhkan Jihoon darinya. Yuju memang menjalin hubungan tanpa komitmen padamu, tetapi dia selalu menganggap kau bebas dan bisa didatanginya kapan saja. Kalau dia sampai tahu kau sudah terikat, mungkin dia akan tergelitik untuk mengganggu."

Dan seperti memilih waktu yang tepat, ponsel Soonyoung berbunyi, dia mengangkatnya ketika melihat nama Jeonghan di layar.

"Ada apa Jeonghan."

Di seberang telepon Jeonghan menjelaskan perihal insidennya dengan Seungcheol di butik barusan. Membuat Soonyoung menghela napas sekali lagi. Setelah telepon ditutup, dia menatap Wonwoo penuh tekad.

"Pernikahan ini harus segera dilaksanakan,"

Tbc
.
.
.

【√】HEROES ↪soonhoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang