Nari mendengar sesuatu.
Suara alunan merdu mengalun di setiap dentingannya, memancarkan emosi terdalam yang tak pernah gadis itu bayangkan selama ini.
Alunan yang begitu sedih hingga nadanya terbang memasuki alam mimpinya. Membuat Nari kembali mengingat masa dimana dirinya, kakaknya, ayah serta ibunya saat masih berkumpul menjalin kasih sayang bersama.
Walaupun kenangan tentang orangtua memang tidak begitu jelas dalam ingatannya. Namun kenangan akan kakak laki-lakinya tecetak sangat jelas.
Bagaimana ia membuatkan Nari dua telur mata sapi tanpa putih telur dimasak setengah matang saat sarapan, melindungi gadis itu saat di bully teman sekelas karena tidak memiliki orang tua, membawa pulang banyak es krim yang kemudian ia bagikan ke semua penghuni panti.
Nari merindukannya sangat.
Air mata gadis itu mengalir dari sudut matanya. Kemudian Nari membuka kedua matanya, mencari kesadaran di sana. Sedikit terkejut karena gadis itu merasa asing dengan kamar yang ia tempati, ini bukan kamarnya.
Kamarnya terlihat elegan, rapih dan bernuansa serba hitam. Tidak seperti kamarnya yang berantakan dan siapapun yang melihatnya tidak akan percaya bahwa pemiliknya adalah seorang wanita.
Dimana ini?
Alunan yang terdengar seperti dentingan piano masih terdengar jelas menggema di seluruh ruangan. Tubuh gadis itu bergerak dengan sendirinya searaya menyuruhnya untuk mencari sumber dari alunan itu.
Cermin di sudut ruangan menganggetkannya yang baru turun dari kasur. Cermin itu menampakan Nari dalam kondisi wajah yang mengerikan dan tidak pantas disebut wanita, gadis itu tidak mengenakan celana dan malah mengenakan kemeja hitam kebesaran yang panjangnya menutupi setengah pahanya.
Astaga Nari! Sebenarnya apa yang terjadi tadi?!
Gadis itu berjalan ke sudut ruangan untuk memastikan kamar siapa yang ia singgahi sekarang. Beberapa miniatur terpajang disana dan menghiasi dinding ruangan. Disudut kanan ruangan terdapat meja yang terlihat seperti meja kerja.
Nari berjalan mendekat ke meja itu. Diatasnya hanya terdapat beberapa dokumen yang tersusun rapih, laptop yang di biarkan menyala dan sebuah telpon genggam.
Nari meneliti lagi ruang kamar itu sambil terus mendengar dentingan piano sedih itu.
Sebenarnya siapa pemilik kamar ini?
Gadis itu berjalan lagi mengitari sudut ruangan kamar hingga matanya menemukan bingkai foto yang terpajang di rak.
Nari mengambil bingkai itu.
Jantungnya tiba-tiba berdebar saat melihat foto itu. Di sana terpampang jelas wajah datar Yoongi yang masih berseragam sekolah.
Yoongi ternyata sudah tampan semenjak sekolah menengah. Itulah yang Nari pikirkan sekarang.
Gadis itu tersenyum pelan, jadi sekarang ia ada di kamar Yoongi? Di apartemennya? Jadi ia membiarkanku beristirahat di apartemennya?
Pikiran-pikiran seperti itu muncul dikepalanya, membuatnya meloncat-loncat kegirangan.
Lalu kenapa pakaiannya seperti ini? Apa tadi terjadi sesuatu diluar dugaannya? Omo omo! Tidak terjadi itu kan?!
Wajah Nari bersemu merah seperti kepiting rebus. Ia meletakan lagi bingkai foto itu sambil memegang dadanya yang detang jantungnya tak terkendali.
Suara alunan sedih itu membuatnya tersadar. Nari sedikit bingung karena dentingan piano itu terus saja terdengar. Tanpa jeda dan tanpa istirahat. Awalnya gadis itu berpikir bahwa suara itu berasal dari radio atau pemutar musik. Namun dugaannya ternyata salah.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOCKED (min yoongi)
FanfictionAda hal yang di sembunyikan dari seorang Min Yoongi dalam dirinya. Beban berat dalam hidup ia tangguhkan di pundak dan tangannya. Mempertanyakan antara kebenaran dengan kebohongan. Memberikannya pilihan sulit yang menyakitinya. Hidup untuk merasakan...