Chapter 11

365 50 16
                                    

Dentuman lagu terus mengalun melewati gendang telinganya. Jarinya ia ketuk-ketukan di atas meja. Matanya terus memperhatikan ke arah dua orang insan yng masih asik mengobrol di tempat yang sama.

Suasana cafe sudah sepi karena tutup. Cafe milik Jimin itu memang selalu tutup lebih awal dari cafe lainnya. Hal itu dikarenakan sang pemilik merupakan mahasiswa yang belum memiliki waktu penuh untuk mengawasi cafe miliknya terus menerus.

Nari menyanggah kepalanya dengan sebelah tangan sambil bergumam pelan mengikuti nyanyian suara merdu penyanyi dari lagu yang ia dengar. Gadis itu sedang menunggu Jimin. Tapi dilihat dari raut wajah kedua orang yang sedang berbicara itu sepertinya tidak ada pertanda kalau percakapan akan selesai dalam waktu singkat.

Sudah terhitung berapa lagu yang sudah ia dengar. Dari mulai lagu catchy yang enak di dengar sampai lagu ballad yang membuat matanya terkantuk.

Mata gadis itu menyilidiki wajah pria yang dari tadi mengusik pikirannya. Mata itu terus menatap sendu Jimin sambil sesekali mengkerutkan keningnya seakan menahan air mata yang hendak keluar. Entah apa yang sedang mereka bicarakan Nari tidak tahu. Yang jelas pasti pembicaraan yang sangat serius.

Banyak sekali pertanyaan berputar-putar di dalam benaknya sejak tadi.

Apa yang mereka bicarakan? Kenapa mata itu bisa se sembap itu? Apakah Jimin menyadarinya mata itu?

Kenapa suasanya jadi terasa sedih ya?
Kenapa juga aku jadi melankolis begini sih?

Beberapa hari terakhir, gadis itu mendengar siur-siur berita dan pandangan orang-orang tentang Min Yoongi.

Yang mereka bilang pria itu memiliki lidah tajam yang dapat membunuh orang, memiliki pandangan angkuh dan sombong, tidak peduli pada orang lain, tidak ramah dengan setiap orang yang di temuinya dan penyindiri.

Dari sekian banyak orang, mengapa tak ada yang membicarakan pria itu dalam hal yang positif?

Justru yang Nari tahu, pria itu sangat baik. Mengobatinya saat ia terluka padahal pria itu juga dirugikan karena dirinya, membawanya pulang saat mabuk, bahkan awalnya ia membebaskan biaya ganti rugi yang telah gadis itu perbuat.

Namun semua orang tidak pernah melihat itu. Sisi baiknya. Begitulah sifat dasar manusia yang pada dasarnya sudah tertanam di dalam diri. Selalu melihat keburukan orang lebih besar dari pada kebaikannya. Perubahan zaman seakan tak memengaruhinya.

Karena itu lah hingga detik ini Nari tidak pernah merasa tersinggung sama sekali dengan setiap perkataan Yoongi. Ia malah penasaran. Kenapa pria itu menyembunyikan kebaikannya dibalik lidah tajamnya itu.

Saat matanya masih melekat pada mata Yoongi. Pria itu tiba-tiba menoleh kearahnya. Pandangan mereka bertemu, membuat gadis itu terbatuk-batuk sendiri dan lekas mengalihkan pandangannya. Mengatur denyut jantungnya yang tiba-tiba saja terpompa tak karuan.

Kenapa saat ia memandangi pria itu ia selalu saja ketahuan. Lagu yang ia dengar sekarang seperti sudah tidak berfungsi lagi. Denyut jantungnya memengaruhi sistem saraf otaknya. Membuatnya mendadak pusing.

Dia melihatku. Dia melihatku. Bagaimana ini?

Tiba-tiba sebuah tangan mendarat di pundaknya. Gadis itu menoleh kaget membelalakan matanya. Jimin berdiri disana dengan raut wajah bersalah. Di belakangnya berdiri pria yang sedari tadi membuat jantungnya seakan hampir copot.

"Maaf sudah membuatmu menunggu lama. Kajja!" Jimin menepuk bahunya lagi sambil tersenyum pelan. Sedangkan Nari mengintip dari sudut matanya dengan gugup.

"Jimin-ah. Aku duluan." Yoongi berucap pada Jimin membuat pria itu menoleh dan mengangguk pelan.

Mereka berjalan beriringan keluar dari cafe. Jimin mengantar Yoongi ke arah mobilnya yang terparkir tepat di depan cafe. Nari mengikutinya dari belakang sambil memandangi punggung Yoongi yang berada tepat di depannya.

LOCKED (min yoongi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang