End of Shiver

7 1 0
                                    

Aku datang ke kampus dengan seribu prasangka. Antara selesai dan mengulang. Nothing to lose. Didepan ruang dosen pengujiku banyak mahasiswa yang juga mengantri untuk konsultasi. Dari mereka aku tahu kalau mereka semua membuat janji konsultasi jam 9.

"Aku juga." Sahutku singkat.

"Oh, jadi kalau janjian memang selalu begitu ya?" tanya salah seorang dari mereka yang tampaknya baru kali ini konsultasi.

Beberapa dari kami yang sudah beberapa konsultasi mengangguk-angguk.

Setengah jam kemudian dosen kami datang. Kami langsung menentukan urutan sesuai kedatangan. Dan jelas aku yang datang paling akhir mendapatkan urutan paling akhir. Sedikit menguntungkan karena aku bisa mempersiapkan mental terlebih dahulu.

Beberapa orang yang menunggu sebelumnya masuk ke ruangan dosen kami dan sisanya menunggu di ruang sebelahnya. Sayup-sayup terdengar suara mereka berbicara. Entah berdebat atau berdiskusi, tidak bisa dipastikan. Sampai giliranku akhirnya tiba.

Aku masuk ke ruang dosen dengan seribu prasangka. Kali ini aku akan mengatakan kalau sebenarnya ini adalah prasangka yang sangat baik.

"Bagaimana? Sudah beres?" Tanya dosenku santai

"Sudah Pak." Jawabku setengah-setengah.

"Coba jelaskan ke saya apa yang sudah kamu kerjakan."

Aku menjelaskan dengan panjang lebar dan dengan penuh keyakinan. Suaraku bahkan tidak terdengar bergetar atau tersendat-sendat. Aku tersenyum dalam hati. Dari mana aku mendapatkan kekuatan super seperti ini?

Aku hampir saja tidak mempercayai performa indra pendengaran dan penglihatanku. Hatiku berdegup kencang ketika dosenku menandatangani lembar pengesahan yang aku lampirkan di bagian awal laporan. Aku hampir saja menjerit karena bahagia. Otakku sempat merasa kacau karena sayup-sayup kudengar suara tepukan riuh rendah dari stadion sedangkan aku seolah berada di tengahnya.

"Ini. Kalau terlalu lama revisinya saya juga pusing."

Dan suara tepukan pun berhenti saat itu juga.

Aku menerima laporanku yang sudah ditanda-tangani dengan sangat bahagia. Hatiku berbunga-bunga. Ini gila, semua itu memang datang ketika kita hampir putus asa tapi tidak pernah berhenti mengharapkannya. Kurang lebih quote dari Thomas Alfa Edison seperti itu.

Padahal malam sebelumnya aku bahkan memikirkan sepuluh kemungkinan yang akan terjadi selain tanda tangan. Memang yang terbaik adalah jangan membayangkan apapun yang terjadi karena tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi. Semuanya bisa terjadi dan kita harus siap dengan segala kemungkinan. Aku keluar ruangan dosen dengan wajah sumringah dan punggung yang ditegakkan. Beberapa wajah familiar menyambutku.

Keren itu tidak harus tahu lagu baru yang masuk top hits international, baca buku yang akhirnya di filmkan, atau nonton film baru yang akhirnya jadi box office. Keren itu cukup keluar dari ruangan dosen penguji yang penuh adik angkatan dan ditanyai, "Gimana?" kemudian mengangguk dengan senyum sombong dan penuh percaya diri.

Tunggu. Tapi aku masih harus meminta tanda tangan dosen pembimbingku, ketua jurusan dan menjilid laporan tiga rangkap, kemudian ke perpustakaan, ke kantor jurusan dan memposting nilai. Tiba-tiba aku merasa pusing seperti biasanya, tanda otakku sudah kembali bekerja dengan normal. Memang kadang bila hati sudah mengaburkan kenyataan, otak akan bekerja lebih cepat untuk menyadarkannya kembali.

Aku berlari ke tempat print terdekat untuk mencetak dan menjilid tiga laporanku sekaligus. Tempat jilid ini sudah aku booking sejak hari jumat karena mereka berkata bahwa mereka bisa menyelesaikannya dalam waktu kurang dari tiga jam.

Sekarang jam 1 siang. Kalau satu laporan butuh satu jam untuk dijilid berarti aku baru selesai jam 4. Padahal bagian akademik tutup jam 4 dan aku masih harus mengurus surat bebas pinjaman buku perpustakaan.

"Mas, bisa tolong agak cepat sedikit? Saya buru-buru banget nih, mau dikumpulkan jam setengah empat. Bayar dua kali lipat juga tak masalah deh."

"Wah, satu laporan aja satu setengah jam. Kalau tiga berarti baru selesai jam setengah enam."

Aku melotot tak percaya. Ya ampun, masak iya aku bakal mengulang pendadaran cuma karena gagal posting nilai?

"Tolong mas, nasib saya lima setengah tahun ini mas!"

Tukang jilid dan temannya hanya tertawa. Dia kemudian melemparkan pertanyaan yang membuatku merasa ingin meledak.

"Lagian kenapa tidak dari tadi pagi sih?"

"Kalau memang tidak bisa selesai jam setengah empat, saya bawa ke tempat jilid lain!" Ujarku ketus sambil mengulurkan tangan meminta bendel tugas akhirku.

Mereka langsung terdiam dan memasang wajah serius. Setelah memastikan kalau mereka akan menyelesaikannya sebelum jam setengah empat, aku kemudian pergi ke warung di sebelahnya untuk membeli minum. Seharusnya aku juga membeli makan karena perutku berbunyi sejak keluar dari gedung fakultas. Tapi aku tak yakin akan bisa menelannya.

Ketika kembali mereka sudah menjilid satu bendel tugas akhirku. Aku segera melarikannya ke perpustakaan pusat sebagai syarat untuk mengurus surat keterangan bebas pinjaman buku perpustakaan. Aku harus menunggu sekitar 15 menit. Setelah mendapatkan surat keterangan aku langsung ke tempat print lagi dan menunggui sisanya.

Aku tak berhenti mengetukkan botol minumanku ke meja. Tiga bendel tugas akhirku berhasil di jilid jam 3.45 sore. Aku langsung mengayuh sepedaku dengan sekuat tenaga untuk kembali ke gedung fakultas. Ketika masuk ke ruang jurusan, admin jurusan menyambutku dengan sumringah.

"Kita cuma butuh burning CDnya aja lho Na."

"Terus ini tiga bendel buat apa ya mba?"

"Mungkin dosen pembimbingmu minta, atau perusahaan tempatmu melakukan penelitian kemarin."

Tapi dosenku tidak meminta hard copy tugas akhirku. Jadi apa gunanya aku mencetak dan menjilidnya tiga kali? Apa gunanya aku menunggu selama lebih dari dua jam penuh kecemasan? Ya ampun.

Aku berlari ke bagian akademik di lantai dasar untuk posting nilai. Ponselku menunjukkan pukul 3.58 pm. Artinya aku hanya punya waktu dua menit. Apa ini cukup? Bagaimana kalau bagian akademik tutup lebih awal karena ini hari Jumat?

Pegawai bagian akademik baru saja akan menutup pembatas loket ketika aku menempelkan mukaku yang kacau ke kaca. Beliau kemudian menyuruhku untuk masuk ke ruangan setelah berteriak bahwa aku akan memposting nilai tugas akhir. Aku masih bisa melihat bekas dahiku yang menempel di kaca ketika aku beranjak. Ini akibatnya bila aku tidak memakai sabun pembersih muka seperti yang diiklankan di televisi.

Ternyata pegawai bagian akademik baik sekali. Beliau menjelaskan dengan detail bagaimana nanti rupa transkrip nilai akhir dan menanyaiku apakah ada mata kuliah yang ingin aku hapus. Padahal ini sudah lebih dari jam 4 sore. Akhirnya aku bisa menyelesaikan semua ini dengan sangat lancar.

Aku mengirim pesan ke bunda, ayah dan Yos. Hari ini ayah ulang tahun. Mungkin ini adalah hadiah terbaik yang pernah aku berikan ke ayah meskipun sebenarnya ini bukan apa-apa. Tapi aku bahagia dan sangat bersyukur.

Besok ketika aku berdiri di podium untuk acara internasional yang diliput secara langsung oleh televisi nasional, aku tak akan lupa untuk mengucapkan terimakasih kepada Ketua Jurusan, Sekretaris Jurusan, Dosen Pembimbing, Dosen Penguji, Admin Jurusan, Pegawai bagian akademik, dan mas-mas yang ada di tempat print. Tanpa beliau semua apalah artinya aku mengerjakan tugas akhir selama lebih dari satu tahun.

Oke, itu sedikit berlebihan.

mso?/

Nagisa's Story: Don't Curse at Me, Please!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang