Amazing itu adalah ketika kita amat sangat ingin melakukan sesuatu namun harus tertunda karena suatu hal yang tak ada hubungannya sama sekali dengan kita, secara langsung. Aku tidak tahu lagi harus mengekspresikan perasaan itu dengan kata lain selain amazing dalam konotasi yang sangat negatif.
"Diundur?"
"Iya. Karena baru ada pergantian rektor."
Aku hampir saja tak mempercayainya. Wisuda bulan depan diundur tiga bulan lagi? Padahal aku sudah boasting ke seluruh penduduk bumi kalau akhirnya pemegang tongkat pemukul gong asisten angkatan IX ini, mau diwisuda bulan depan.
Pendaftarannya juga diperpanjang sampai hampir satu-setengah bulan. Karyawan rektorat memberiku formulir pendaftaran dan menyarankanku untuk mengisinya dirumah. Aku menurut saja. Tanganku jadi kaku sekali ketika menerima uluran formulir pendaftaran.
Akhirnya aku pulang dengan sangat lemas. Aku sempat berpikir kalau sebaiknya aku pulang ke rumah orang tuaku. Tapi kalau aku pulang, pasti banyak orang yang bertanya apa yang aku lakukan sekarang. Dan aku tak suka bila harus menjawabnya dengan "menganggur". Di masa-masa seperti inilah kegelisahan yang lain mulai muncul.
Aku menelepon bunda. Bunda pun kemudian menyuruhku untuk pulang saja. Kata bunda, kalau disini malah sama sekali tidak produktif mending pulang kerumah karena paling tidak aku bisa ikut kursus memasak. Tapi aku benar-benar tak suka memasak. Meski Yos berkali-kali menyuruhku untuk mengikuti les memasak, aku tetap tak bergeming. Kata Yos itu bisa jadi aset yang sangat berharga. Tapi kan aku tak bisa memasukkan "memasak" dalam kolom "skill" di daftar riwayat hidup kecuali aku mau ikut Masterchef the Professional.
Tapi kemudian bunda mengatakan bahwa pernikahan Rudi yang diadakan pertengahan tahun dimajukan bulan depan karena Rudi mendapat beasiswa di sebuah universitas di Melbourne. Dia harus mengurus persiapan visa untuknya dan Laudya.
***
Akhirnya aku pulang dengan mengemban tugas mulia. Membantu persiapan pernikahan Rudi! Benar-benar tidak bisa dipercaya. Bagaiamana mungkin aku sanggup mempertahankan senyum sepuluh jari melihat seluruh persiapan pernikahan cinta pertamaku? Bunda dan semua orang itu memang tega. Ya iya sih kalau aku pernah bilang sudah move on. Tapi move on yang kumaksud juga tidak se-sportif ini!
Ini gila! Itu karena diantara semua saudara dan tetangganya hanya aku yang tak punya pekerjaan. Makanya akhirnya Tante Mia memohon kepadaku sambil setengah merengek-gaya-manja-nya Tante Mia.
Aku membantu Tante Mia mulai dari booking ballroom hotel, dekorasi, souvenir, catering, berbelanja, ke perias, sampai membuat hantaran. Ini membuatku berpikir kalau mungkin bisa saja aku mengelola wedding organizer setelah pernikahan Rudi. Sepertinya pengalamanku bisa dibilang cukup.
Tapi ini keren. Aku bahkan ikut membantu memasang dekorasi bunga di ballroom hotel. Ternyata pekerjaan "wanita anggun" itu sangat menyenangkan.
Sedangkan Rudi, sudah dua kali aku memergoki Rudi bertengkar dengan Laudya. Padahal sepertinya itu hanya masalah sepele. Awalnya sepertinya hanya berapa yang akan diundang, tapi kemudian Laudya marah-marah karena hotel yang digunakan untuk lokasi pernikahan terlalu jauh dari pusat kota.
Ketika mendengarnya aku jadi merasa sedikit bersalah karena aku yang menyarankan kepadanya untuk memilih hotel di daerah itu (padahal hatiku senang sekali melihat mereka bertengkar, oke itu terlalu jahat). Kata bunda wajar bagi pasangan yang akan menikah untuk beradu pendapat seperti itu.
Hari ini aku bertugas untuk mengantar undangan ke beberapa teman kami di sekolah dulu. Aku akhirnya menyeret Yos yang sedang libur. Perjalanan kami ke "rumah teman lama" pun dimulai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nagisa's Story: Don't Curse at Me, Please!
Ficción GeneralSeberapa banyak "sebentar" yang kita lontarkan dalam sehari? Seberapa banyak "nanti" yang telah membuat kita menunda keputusan penting dalam hidup kita? Berapa sebenarnya akumulasi dari "sebentar" dan "nanti" yang sudah kita lewatkan seumur hidup ki...