Ini cerita tentang salah satu teman SMA yang sekarang kuliah di jurusan yang sama denganku. Sebenarnya aku baru tahu kalau dia juga kuliah di jurusan yang sama ketika kami semester dua. Saat itu aku sedang melihat jadwal ujian akhir semester yang di pajang di papan pengumuman. Kemudian sebuah sosok yang sangat familiar melewatiku. Awalnya aku ragu untuk menyapanya.
"Awan?" sapaku akhirnya.
Dia menoleh ragu-ragu dan kemudian menghampiriku.
"Eh, Nagissa? Kamu kuliah di sini juga?"
"Iya, Yos juga kuliah di sini. Kamu dulu kelas apa? Kok kayaknya baru lihat." Lanjutku penasaran. Aku memang baru kali ini melihatnya di kampus. Dia bahkan sepertinya tidak pernah ada di ujian-ujian yang sebelumnya.
"Aku transfer Na, baru semester ini mulai."
Aku mengangguk-angguk. Dia kemudian pergi karena katanya mau ujian. Aku kemudian menghampiri Yos yang baru keluar dari kamar mandi.
"Yos, kamu tahu kalau Awan kuliah di sini?"
Yos hanya mengerutkan kening kemudian menggelengkan kepala seolah tak peduli.
Mungkin saja saat itu Yos memang tidak tahu. Aku dan Awan memang tidak begitu kenal ketika SMA. Apalagi sepertinya dulu Awan dan Rudi pernah ribut karena sesuatu, makanya dia dan Yos juga sepertinya jadi tak akur. Hanya saja ketika ada teman satu SMA yang kuliah di tempat yang sama, itu seperti menemukan saudara lama di tempat yang baru.
Sampai sekarangpun aku juga masih jarang melihatnya di kampus. Kemarin ketika pendadaran Johan aku bertemu dengannya dan dia bercerita banyak hal. Itu pertama kalinya kami mengobrol banyak sejak SMA. Anehnya kami mengobrol seolah-olah kami ini teman dekat sejak lama. Kata Gusti itu wajar karena dia juga mengalaminya.
Aku memang sering mendengar kabar dari Julian yang juga teman Awan kalau dia memang sangat sibuk di ekstrakurikuler yang di gelutinya. Bagusnya, dia berprestasi di kegiatan itu dan bahkan dipercaya untuk menjadi ketua. Julian yang jarang kuliah ternyata sebelas-dua belas dengan Awan yang juga jarang kuliah karena sangat sibuk mengurus banyaknya kompetisi yang mereka ikuti untuk kegiatan itu. Dan itu membutuhkan waktu yang lama.
Aku tahu kalau kualitas ekstrakurikuler itu memang nomor satu di kampus dan masuk 10 besar nasional, tapi aku juga tahu kalau mereka bisa menghabiskan berjam-jam latihan dalam sehari. Dan sekarang Awan sedang berusaha mati-matian mengejar SKS wajib yang belum dia ambil agar tidak mendapatkan surat peringatan drop out.
Beberapa waktu yang lalu dia sempat cerita padaku mengenai kehidupan kuliahnya melalui jejaring sosial. Aku mengehela napas berat ketika mendengar keluh kesahnya,
"Ayo Wan, kamu harus semangat. Kamu kan masih punya 5 semester lagi, coba deh kamu buat rencana kuliah per semesternya. Mau ambil apa, termasuk juga tugas akhir. Salahnya aku, dulu ngulang beberapa mata kuliah dan malah tidak pernah masuk karena malas. Sekelas isinya angkatan baru semua. Tapi kalau sekarang, aku kasih tahu kamu buat mengesampingkan hal itu. Tidak usah malu kalau mau minta materi. Kita angkatan tua memang harus buang jauh-jauh malu dalam hal seperti itu. Sekarang itu yang penting kuliah harus selesai. Tidak usah juga terlalu memikirkan apa kata orang. Kalau orang yang tidak tahu memang kadang bisanya cuma nyinyir. Ayo, mulai sekarang harus lari sprint, bukan jalan santai lagi."
Aku berbicara panjang lebar menanggapinya. Bukan aku pura-pura peduli, tapi aku memang peduli. Apalagi ketika dia mengatakan,
"Kamu enak Na, selesai tugas akhir, beres deh kuliah. Aku? Kuliah saja tidak beres-beres."
Aku tersenyum. Saat itu, Awan melihat kami yang sedang berjuang dengan tugas akhir dengan pandangan yang sama seperti kami melihat teman kami yang sudah pendadaran. Memang dalam hidup ini kalau kita selalu bercermin pada orang lain dan menjadikannya parameter, semuanya tak akan pernah selesai, pasti akan terus ada kata ,"kamu sih enak" atau "kamu kan lebih mending". Padahal dalam setiap tahapannya masing-masing orang mengalami hambatan yang tidak sama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nagisa's Story: Don't Curse at Me, Please!
Fiksi UmumSeberapa banyak "sebentar" yang kita lontarkan dalam sehari? Seberapa banyak "nanti" yang telah membuat kita menunda keputusan penting dalam hidup kita? Berapa sebenarnya akumulasi dari "sebentar" dan "nanti" yang sudah kita lewatkan seumur hidup ki...