Setelah berlari 15 putaran sesuai dengan yang diperintahkan oleh Pak Sodi, Arka melangkahkan kakinya menuju belakang sekolah. Dia tidak berniat kembali ke kelas, masa bodoh dengan Pak Sodi.
Dilihatnya Arana sedang duduk di bawah pohon sambil memejamkan matanya. Arka tersenyum, tidak sia-sia dis bolos pelajaran, dia jadi bisa melihat wajah cantik Arana.
"Bolos?" Tanya Arka sambil tersenyum kearah Arana.
Arana tidak menjawab. Arka terkekeh, tentu saja Arana tidak menjawab, kedua telinganya saja disumpal dengan earphone.
Merasa diperhatikan oleh seseorang, Arana membuka matanya yang terpejam. Matanya langsung bertemu dengan mata biru milik Arka, rambut Arka sedikit berantakan karena berlari tadi ditambah dengan angin yang semakin mengacak rambut coklatnya. Kenapa Arka selalu tampan di saat seperti ini? Atau memang Arka selalu tampan?
Hening.
Tangan Arka terulur melepas sebelah earphone Arana, membuat rona merah kembali menghiasi pipinya. Arana menatap Arka bingung.
"Gue manggil-manggil dari tadi."
Arana hanya diam memandangi Arka.
"Ada yang pengen gue omongin." Tidak mendapat respon dari Arana, Arka memutuskan duduk di sebelah cewek itu, memejamkan mata seperti yang dilakukan Arana tadi. Arka kembali melanjutkan perkataannya.
"Saat pertama kali gue ngelihat lo, yang ada di kepala gue hanya ada kata cantik. Tapi, setelah ngelihat kelakuan lo kata itu menjadi dua. Cantik dan aneh. Lo itu satu-satunya cewek yang menjawab pertanyaan gue dengan singkat, padat, dan jelas. Lo satu-satunya cewek yang selalu ngelihat gue dengan pandangan datar. Lo satu-satunya cewek yang pernah menangis di hadapan gue selain nyokap. Lo cantik dan aneh dalam waktu yang bersamaan."
Arana masih tetap diam, bingung harus mengatakan apa. Degupan jantungnya yang begitu keras membuatnya semakin bingung.
"Gue tahu perkataan gue tidak ada bedanya dengan isi surat yang selama ini lo dapat. Mungkin untuk lo perasaan gue ini cuma sementara, perasaan gue ini cuma sekedar penasaan dengan diri lo yang aneh. Tapi, ini perasaan gue. Gue lebih tahu mana perasaan suka dan mana rasa penasaran. Dan sepertinya gue-"
"Stop." Arana tiba-tiba memotong perkataan Arka. Cowok itu langsung membuka matanya, memandang Arana dengan pandangan bingung.
"Ini salah." Arka semakin bingung. Apanya yang salah?
"Perasaan lo itu salah."
"Gue yakin dengan-"
"Tidak. Lo nggak boleh suka sama gue."
Arka benar-benar bingung sekarang. Memangnya apa yang salah dengan perasaannya?
"Gue bahkan nggak pernah anggap lo sebagai teman. Kalau bukan karena permintaan Ibu Dona, gue nggak bakalan mau ajarin lo." Kata Arana dingin.
"Gue nggak ngerti." Arka sangat bingung. Perasaannya mulai tak karuan.
"Gue nggak pernah minta lo untuk mengerti. Gue nggak peduli. Mulai sekarang sebaiknya kita bertemu hanya untuk latihan, selain dari itu bertingkah saja seperti kita tidak saling mengenal sebelumnya." Arana beranjak dari tempat itu, meninggalkan Arka sekali lagi dengan perasaan yang bercampur aduk.
***
"Si kecebong laknat kemana, sih? Bolos nggak ajak-ajak terus menghilang tiba-tiba seperti Minato." Gerutu Deni sambil mencari sahabatnya itu.
Dia sudah mencari Arka kemana-mana. Dia sudah mencari di toilet, UKS, kantin, perpustakaan, bahkan tempat sampah. Tapi, dia tetap tidak menemukan Arka.
Ini sudah jam pulang dan Arka menghilang, padahal dia berniat mengisi jok belakang motor Arka.
Senyumannya terbit ketika melihat Arka yang berjalan dari arah belakang sekolah. Dengan perasaan berbunga-bunga Deni berlari menghampiri sahabatnya itu.
"Babang Arka, adek Deni kangen. Boleh ya adek Deni numpang? Anggap aja sedang berduaan sama pacar supaya rasa kesepiannya berkurang." Deni bergelayut manja di lengan Arka, matanya sengaja dikedip-kedipkan. Demi mendapatkan tumpangan, pikirnya.
"Hm." Gumam Arka. Deni langsung bingung melihat Arka seperti itu, tidak biasanya sahabatnya ini diam seperti ini.
"Itu wajah lo kenapa? Habis lihat anak SD pacaran? Atau lo kebanyakan makan micin?"
"Berisik."
"Wah, kayaknya lo kebanyakan bergaul dengan es batu. Gaya bicara lo udah sama kayak dia. Dingin-dingin panasin gimana gitu." Kata Deni dengan santainya. Rahang Arka mengeras ketika mendengar Deni menyebut kata es batu. Ditambah lagi ketika matanya menangkap sosok Arana yang kini sedang melihatnya sambil berjalan kearahnya. Telinga cewek itu masih setia mendengarkan lagu dari earphone.
"Wih, panjang umur. Baru juga gue bicarain, orangnya langsung muncul." Celetuk Deni ketika melihat Arana.
Arka langsung berjalan kearah Arana yang sedari tadi melihat kearahnya. Pandangan mereka bertemu. Jarak mereka semakin dekat. Mereka berpapasan begitu saja, memutuskan kontak mata yang sejak tadi terjadi.
Arana menggigit bibir bawahnya. Dia tahu Arka tidak salah karena punya perasaan padanya. Dia yang salah. Dari awal dia yang salah. Seharusnya dia menolak permintaan Ibu Dona, seharusnya dia tidak menangis di depan Arka dan membiarkan cowok itu memeluknya. Seharusnya dia tidak bermimpi terlalu tinggi.
Alunan lagu Rain yang dinyanyikan The Script membuat dirinya semakin merasa bersalah.
It's like I'm living in the dark
And my heart's turned cold since you left my life
And no matter where I go
Girl, I know if I'm alone, there'll be no blue sky
I don't know what I'm doing wrong
Dan Arana semakin yakin kalau keputusan yang diambilnya sudah benar.
-----Arana-----
Song:
* The Script - RainTinggalkan vote dan kritsarnya😊
Happy reading❤️Ig: redheartstory_
KAMU SEDANG MEMBACA
SS (1) - Arkarana
Teen Fiction(Cover by @pujina) Sweet Series 1: Arana Putri Pramudipta. Mempunyai kepribadian yang tertutup dan hati sedingin es membuatnya harus melewati masa putih abu-abu sendirian. Hanya gitar dan piano yang dianggapnya sebagai teman. Hingga suatu hari Arana...