And if this is what it takes
Then let me be the one to bare the pain
Oh if this is what it takes
I'll break down these walls that are in our way
If this what it takes
Alunan lagu This Is What It Takes dari Shawn Mendes merambat halus ke dalam pendengaran seorang perempuan yang sedang tertidur. Dia bergerak pelan, mencoba mencari posisi yang nyaman. Aroma citrus yang tidak asing membuatnya terbangun.
"Kamu ngapain di sini?" tanya Arana.
Perempuan itu melihat ke sekelilingnya. Dilihatnya langit sudah menggelap. Suasana di gazebo yang tenang membuatnya begitu nyenyak, bahkan dia tidak merasakan kehadiran Arka.
"Lagi nyari oksigen supaya bisa napas," jawab Arka sambil merapikan rambut Arana yang sedikit berantakan.
Tidak ada yang bisa Arana lakukan selain menggangguk mengiyakan ucapan Arka. "Pulang sana, aku bosan lihat muka kamu," usir Arana. Tangannya meraih handphone-nya yang berada di tangan Arka.
Arka terdiam sebentar sebelum akhirnya berdiri dan berlalu dari tempat itu. Arana mengernyit melihatnya. Tidak biasanya Arka langsung mendengarkan ucapannya, membuat dia sedikit merasa bersalah.
Suasana gazebo yang sunyi membuat Arana merasa sedikit tidak nyaman, tapi dia juga malas masuk ke dalam karena suasana sama sunyinya. Papanya akhir-akhir ini sering sekali pergi ke luar kota.
"Nih." Arana terlonjak ketika Arka tiba-tiba muncul sambil menyodorkan sepiring roti bakar. "Kamu belum makan, kan? Tadi Om Vino bilang kamu belum makan."
"Papa udah pulang?" tanya Arana. Tangannya mencomot sebuah roti bakar.
Arka mengangguk. "Iya, tapi habis itu pergi lagi." Matanya memperhatikan wajah Arana yang sedikit tertekuk ketika mendengar jawabannya, membuatnya mengelus rambut panjang milik kekasihnya itu. "Kenapa wajahnya cemberut gitu?"
"Kepo."
Arka memegang dadanya sendiri. Wajahnya seolah sangat kesakitan. "Jahat banget, sih, neng!"
Arana mendecakkan lidahnya. "Bodo."
Dia lalu melanjutkan memakan rotinya. Tapi kunyahannya terhenti karena Arka secara tiba-tiba menarik dan mendekapnya erat.
"Arka! Apa-apaan, sih? Lagi makan ini!" Arana mencoba melepaskan pelukan Arka tapi tidak berhasil, tenaganya tidak sebanding dengan tenaga Arka. Cowok itu malah semakin mengeratkan pelukannya.
"Arka, lepasin!"
"Aku mau tidur dulu. Tadi kan kamu udah tidur, sekarang giliran aku."
"Ya nggak gini juga! Ini gue lagi makan ya elah," ucap Arana sambil berusaha melepaskan pelukan itu walaupun sangat sulit. Tangan kirinya mulai melancarkan cubitan di pinggang Arka.
"Allahu Akbar!" jerit Arka sambil mengusap pinggangnya yang tercubit. "Punya pacar kok buas amat, ya."
Arana memutar bola matanya malas. Dia lebih memilih melanjutkan memakan rotinya daripada menanggapi ratapan Arka. Dia diam-diam melirik Arka yang tampak cemberut. Sebuah pemikiran tiba-tiba melintas di kepalanya ketika melihat Arka.
Bagaimana reaksi Arka kalau tahu soal kesehatan gue, ya?
Arana merasa bersalah karena sudah menutupi soal penyakitnya. Dia tidak punya pilihan lain. Tidak ada yang bisa menjamin Arka tidak akan meninggalkannya ketika mengetahui yang sebenarnya. Dia tidak ingin merusak semuanya karena sebuah penyakit.
"Ra?"
Arana tersentak ketika Arka mendekatkan wajahnya. Walaupun Arka sering seperti ini, dia masih tidak terbiasa. "A-Apa?"
"Sayang."
"Hah?" Arana mengernyit tidak mengerti. Selama ini Arka baru sekali memanggilnya sayang, jadi masih terasa aneh ketika Arka memanggilnya seperti itu.
"Sayang, opo kowe krungu jer—"
Nyanyian Arka terhenti karena Arana lebih dulu memasukkan roti yang di tangannya ke dalam mulutnya. Dia lalu mendorong badan Arka dan berjalan menjauhi gazebo. Sebelum berjalan terlalu jauh, dia berbalik ke arah Arka.
"SAYANG, SAYANG! PALA LO PEANG!"
***
Arka yang sudah menaiki dan memajukan mobilnya hanya mendesah pelan.
Dia ingin bersama Arana lebih lama, tapi waktu dan suasana hati Arana membuatnya mau tidak mau harus meninggalkan rumah pacarnya itu.
Cowok itu semakin menaikkan kecepatan mobilnya. Selain takut dikunci Deni, dia juga ingin mengurangi rasa sepi yang begitu terasa.
Arka menaikkan sebelah alisnya ketika melihat sebuah mobil berwarna hitam dari kaca spion. Sedari tadi mobil itu terus mengikutinya. Dia lalu mengurangi kecepatannya untuk mengetahui mobil itu mengikutinya atau tidak. Dan benar saja, mobil itu juga ikut mengurangi kecepatannya.
"Itu mobil yang kendarain tante-tante jablay kali, ya? Nggak ada kerjaan banget sampai ikutin gue segala," gerutu Arka. Dia kembali menaikkan kecepatannya agar terbebas dari mobil hitam itu.
Arka menghembuskan napas lega ketika tidak melihat mobil itu lagi. Dia tersenyum karena rencananya berhasil. Tapi senyumnya langsung pudar ketika mobil itu tiba-tiba menyalipnya dan berhenti tidak jauh dari mobil Arka.
Merasa tertantang, Arka langsung menghentikan mobilnya. Dilihatnya tiga orang pria yang memakai setelan lengkap turun dari mobil itu. Salah satu dari mereka berjalan mendekati mobil Arka dan mengetuk kaca mobil.
"Ada apa, ya?" tanya Arka ketika keluar dari mobil. Dia berbicara sesopan mungkin, tidak ingin menunjukkan kekesalannya.
"Anda harus ikut dengan kami," ucapnya tegas. Pria itu bahkan sudah memegang tangan Arka.
"Arka memasang senyum miring. "Kalian pikir saya sebodoh apa jadi dengan mudah kalian meminta saya ikut?"
"Anda tidak bisa membantah." Dengan sekali anggukkan, dua pria yang lain langsung mendekat dan memaksa Arka mengikuti kemauan mereka.
Walaupun berusaha melawan, Arka tetap tidak bisa menandingi kekuatan dua pria berotot yang membawanya dan memaksanya masuk ke dalam mobil mereka, sedangkan pria yang sebelumnya membawa mobilnya pergi.
Pria yang membawa mobil Arka berada di depan. Dia merogoh sakunya, mengambil sebuah benda pipih dan menghubungi seseorang.
"Perintah telah dilaksanakan."
———Arka———
Yeaay update!!!
Red senang banget ternyata banyak yang nungguin cerita absurd ini. Jadi terhura😘😘
Oh ya, sekarang Red opchat di OA ini: @hga2342a (pakai @). Di-add ya😊
Semoga kalian betah ya nungguin sampai cerita ini tamat😆😆
Happy reading❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
SS (1) - Arkarana
Teen Fiction(Cover by @pujina) Sweet Series 1: Arana Putri Pramudipta. Mempunyai kepribadian yang tertutup dan hati sedingin es membuatnya harus melewati masa putih abu-abu sendirian. Hanya gitar dan piano yang dianggapnya sebagai teman. Hingga suatu hari Arana...