There will always be something in your smile that reminds me,
I'm yours
-cwpoet-***
"Ini yang kamu bilang nggak apa-apa?" Arana menatap Arka yang sedang terbaring lemah di atas tempat tidurnya dengan pandangan cemas.
Arka tersenyum lemah, tapi tetap tidak bisa membuat rasa kesal dan cemas yang dirasakan Arana menghilang. "Aku nggak apa-apa," sahut Arka pelan.
Arana mendengus pelan. Seandainya saja cowok di hadapannya ini tidak sakit, pasti Arka sudah terkena cubitannya. "Kamunya bawel, sih, jadi sakit gini," gumam Arana lirih. Dia kemudian duduk di tempat tidur Arka, tangan kanannya ditempelkan di kening Arka. "Panas gini dibilang nggak apa-apa."
"Cuma demam, Ra," kata Arka sambil mengambil tangan Arana di keningnya dan menggenggamnya erat. "Kamu nggak perlu bolos sekolah hanya karena aku sakit."
Arana tersenyum kecut mendengar perkataan Arka. Dia tidak bisa pergi ke sekolah ketika tahu Arka sakit karena dirinya. Seandainya saja dia tidak mengeluh lapar semalam, Arka tidak akan hujan-hujanan karena membelikannya makanan yang membuatnya demam seperti ini. Arana jadi merasa bersalah mengingat betapa manjanya dirinya selama dua minggu ini.
Arana masih ingat bagaimana kacaunya Arka ketika berdiri di teras rumahnya. Bibirnya yang tersenyum membiru dan badannya menggigil kedinginan. Dengan suara gemetar, Arka memberikan kantong plastik berisi bungkusan nasi goreng yang dibelinya. Mengingat hal itu membuat rasa bersalah Arana semakin besar.
"Udah makan? Udah minum obat?" tanya Arana cemas. Tangan kirinya menuju kening Arka, mengecek suhu badan Arka sekali lagi. Melihat Arka menggeleng sebagai jawabannya, Arana langsung berdiri, berniat membuatkan Arka bubur.
"Aku ng—"
"Aku ke dapur dulu, mau buatin kamu bubur."
"Ra!" panggil Arka dengan suara yang sedikit meninggi. Dia tahu Arana cemas, tapi dia tidak ingin pacarnya itu repot-repot mengurus dirinya yang sakit. "Kamu di sini aja nemenin aku."
"Tapi—"
Ucapan Arana terpotong ketika Arka menarik pelan dirinya hingga berbaring di samping cowok itu. Arana terkejut ketika Arka memeluk dirinya. Panas dari tubuh Arka bisa dirasakan Arana karena Arka memeluknya erat.
"Nemenin aku tidur dulu, ya?" tanya Arka yang membuat pipi Arana merona. Pelukan Arka yang terasa begitu nyaman membuat Arana mengangguk pelan.
Arana tersenyum ketika mendengar suara napas Arka yang teratur. Dia menggeliat pelan mencari posisi yang nyaman, kemudian menyusul Arka yang lebih dulu tertidur.
***
Bunyi deringan tanda panggilan masuk membuat Arka terbangun dari tidurnya. Dia mengerjapkan matanya beberapa kali dan memandang sekeliling kamarnya yang tampak remang-remang. Arana tidak berada di dalam kamar, tapi terdengar suara dentingan sendok yang membuat Arka menyimpulkan kalau pacarnya itu sedang memasak. Arka kemudian mengambil handphone-nya yang terletak di meja kecil di samping tempat tidurnya. Terlihat nama Deni sebagai penelpon.
"Ha—"
"Sakit ya lo, kecebong?"
"Untung lo jauh, Den. Kalau nggak udah gue tabok tuh mulut."
"Sans ae, Bang. Enak ya sakit dijaga pacar."
"Unfaedah banget dah. Mau ngomong apa, sih?"
"Tadi si Leo nyariinArana. Panik banget dia. Tapi, pas tahu lo juga nggak masuk dia jadi adem."
"Itu orang nggak ada kerjaan banget. Dia itusebenarnya beneran Ketua Osis apa bukan, sih?!"
"Kenapa malah nanyague?! Eh iya lupa. Itu tadi si Tania nyariin lo. Katanya ada yang pengen ditanyain, nggak tahu apaan."
"Gue kirain apaan. Udah ah, gue mau ke bawah ngelihat Ara. Gue takut dapur gue kebakaran."
Belum sempat Deni mengatakan sesuatu, Arka sudah lebih dulu memutuskan panggilan itu secara sepihak. Dengan cepat Arka berjalan ke bawah. Walaupun badannya masih terasa lemah, setidaknya dia sudah tidak pusing seperti tadi pagi.
***
Arana sedang sibuk menyiapkan bubur untuk Arka ketika cowok itu turun dan langsung memeluknya dari belakang.
"Tadinya aku kira dapur ini udah habis kebakar," kata Arka sambil mengecup puncak kepala Arana. Kepalanya kemudian diletakkan di cerukan leher Arana, menghirup aroma permen yang selama ini menjadi candu baginya.
Arana yang sebelumnya akan memarahi Arka karena turun ke bawah mendadak terdiam. Kemarahannya hilang karena tingkah Arka. Dia tidak bisa memarahi Arka jika cowok itu bertingkah manis seperti ini.
Arana kemudian berputar setelah meletakkan mangkuk yang berisi bubur di atas meja makan. Tangan Arka masih setia melingkar di pinggangnya. Arana menangkup wajah Arka dengan kedua tangannya dan mengamatinya. "Wajah kamu udah nggak terlalu pucat, tapi bukanberarti kamu udah sembuh," ucap Arana lembut. "Kenapa turun ke bawah, sih?"
"Aku cuma demam, sayang," ucap Arka sedikit memberengut. Arka tidak menyadari kalau ucapannya tadi sangat berpengaruh pada kerja jantung Arana.
"Y-Ya udah. Makan buburnya sana sebelum dingin." Arana mendorong Arka pelan, kemudian berbalik dan duduk di salah satu kursi. Arka mengikuti apa yang dilakukan Arana.
Melihat Arka yang hanya diam sambil memandangi bubur di hadapannya membuat Arana bingung. "Kenapa nggak dimakan?" tanya Arana.
"Suap," kata Arka manja. Bibirnya sengaja dimajukan. Arka kini terlihat seperti anak umur lima tahun yang terjebak di badan seseorang berumur tujuh belas tahun.
Arana tahu tidak ada gunanya menolak apa yang diinginkan Arka. Cowok itu pasti akan terus memaksanya hingga keinginannya dipenuhi. Karena itu Arana langsung mengambil sendok yang sudah dia sediakan dan mulai menyuap Arka.
"Makannya belepotan banget," ucap Arana sambil mengambil tisu untuk mengelap ujung bibir Arka yang kotor. Arana mengelap pelan ujung bibir Arka, membuat Arka tidak bisa menaham senyumannya. "Kenapa senyum-senyum?" tanya Arana sambil melirik Arka sebelum melanjutkan kegiatannya.
Arka memegang tangan Arana yang sedang sibuk, membuat Arana melihatnya bingung. Tangan yang satunya lagi dia gunakan untuk membelai pipi Arana.
"Maaf udah nyusahin kamu. Maaf sering maksa kamu lakuin apa yang aku minta. Maaf udah sering buat kamu nggak nyaman. Makasih karena sudah mau sama aku. Makasih karena mau mengerti aku. Makasih karena selalu ada buat aku. You're my best treasure."
Arana terdiam mendengar ucapan Arka. Air matanya menggenang. Keheningan menyelimuti ruangan itu, keheningan yang mempunyai banyak arti.
"Boleh aku mencium kamu?" tanya Arka pelan.
Matanya tidak pernah terlepas dari Arana. Arka takut Arana menolaknya, tapi senyumnya terbit ketika melihat Arana mengangguk. Dia mendekatkan wajahnya dengan wajah Arana, tangannya terulur memegang kepala belakang Arana.
Cup.
Air mata yang sedari tadi ditahan Arana mengalir di pipinya ketika bibir Arka menyentuh keningnya. Bibir Arka kemudian beralih ke kedua mata Arana dan di kedua pipinya. Arana menutup matanya, bersiap untuk ciuman yang selanjutnya. Arana kembali membuka matanya ketika Arka menempelkan kening mereka. Dilihatnya Arka yang tersenyum.
"Aku nggak akan mencium bagian itu. Aku ingin menyimpannya hingga nama kamu berubah menjadi Arana Pramudika."
———Arka———
Ada yang masih nungguin cerita ini nggak?😅
Maaf ya lama update-nya, udah nggak tahu harus pake alasan apa lagi😓
Jangan lupa tekan tanda ⭐️
Happy reading❤️Ig: redheartstory_
KAMU SEDANG MEMBACA
SS (1) - Arkarana
Dla nastolatków(Cover by @pujina) Sweet Series 1: Arana Putri Pramudipta. Mempunyai kepribadian yang tertutup dan hati sedingin es membuatnya harus melewati masa putih abu-abu sendirian. Hanya gitar dan piano yang dianggapnya sebagai teman. Hingga suatu hari Arana...