I love you,
even if I don't always
know how to show it
-Bridgett Devoue-***
Arka bersandar di dekat wastafel sembari memperhatikan Arana yang sedang sibuk mencuci piring. Semalam Arana menginap di rumahnya. Alasannya karena tidak bisa meninggalkan Arka yang sedang sakit sendirian di rumah. Cowok itu tersenyum kecil melihat ekspresi Arana yang begitu serius, membuatnya tidak tahan untuk tidak mencubit pipi pacarnya itu.
Arka kemudian berjalan menuju belakang Arana, membuat cewek itu merasa was-was. "Mau ngapain kamu?" tanya Arana cepat. Dia merasa Arka akan melakukan sesuatu yang membuat jantungnya bekerja lebih cepat.
Arka tahu pacarnya itu gugup. Bukannya menjauh, Arka malah semakin mendekatkan dirinya. "Kenapa? Kamu takut?" goda cowok itu.
Arana otomatis memutar badannya ketika mendengar pertanyaan Arka, membuat dia dan Arka saling berhadapan dalam jarak yang cukup dekat.
"Jangan dekat-dekat," ancamnya sambil melotot, berharap Arka langsung mengambil langkah mundur. Tapi sepertinya harapannya itu tidak terkabul karena Arka semakin mendekat, berusaha menghapus jarak yang ada.
Arana menutup mata ketika Arka mendekatkan wajahnya. Cewek itu mencengkram erat ujung wastafel ketika merasakan hembusan napas Arka di lehernya.
"Ngapain nutup mata? Mau dicium lagi?" Arka tidak bisa menahan tawanya ketika melihat wajah Arana yang memerah. Tangannya sudah mendarat di pipi Arana, menarik pelan pipi itu. "Kalau mau langsung bilang aja. Aku nggak keberatan kok."
Arana membuka matanya perlahan. Awalnya dia bingung, tapi menyadari apa yang sudah dilakukan Arka membuat wajahnya yang memerah semakin memerah.
"Jahil banget, sih! Aku tuh bisa ikat rambut sendiri!" omel Arana. Tangannya menyerang perut Arka, membuat cowok itu mengaduh kesakitan.
Merasa cubitan Arana semakin buas, Arka langsung menahan tangan kecil Arana. Dia kemudian mengatur napasnya yang sedikit memburu karena berusaha menghindar dari cubitan Arana. "Pacar aku kok sekarang buas banget sih kayak harimau? Jadi kelinci kecil lagi, please."
"Kalau aku kelinci, kamu itu rubah," balas Arana. Dia berusaha melepaskan tangannya dari Arka, tapi tenaga cowok itu lebih besar.
"Kamu pengen aku jadi rubah seperti di Zootopia," bisik Arka di telinga Arana, "atau jadi rubah yang memakan kelinci?"
Jangan ditanya seberapa merindingnya Arana. Otaknya menyuruh untuk mendorong Arka menjauh, tapi tubuhnya melawan. Jadi, yang bisa dilakukannya sekarang hanyalah terdiam dan membiarkan Arka mengelus pipinya.
"Kenapa imut banget, sih? Aku jadi susah nahan diri untuk nggak cium pipi ini," ucap Arka sambil terus mengelus pipi Arana. "Sekali lagi, ya?"
Belum sempat Arana mengeluarkan suaranya, bibir Arka sudah lebih dulu mendarat di pipinya. Membuat cewek itu merasakan hal yang sama untuk kedua kalinya.
***
Kalau Arana berusaha menetralkan detak jantungnya yang sedari tadi berdegup kencang, berbeda dengan Arka yang tampak tenang-tenang saja. Cowok itu dengan santainya memilih film yang akan mereka tonton tanpa mengetahui kegugupan Arana.
"Kamu mau nonton film apa?" tanya Arka tanpa mengalihkan pandangannya dari tumpukan kaset.
"Terserah."
Jika sedari tadi Arka sibuk dengan kaset-kaset, kini pandangannya sudah terfokus seluruhnya pada Arana. "Jangan terserah. Aku siswa, bukan agen FBI."
"Aku suka semua film."
"Oke. Tapi jangan protes dengan film yang aku pilih," ucap Arka mengalah. Dia kembali sibuk memilih film, hingga matanya menangkap sebuah kaset. Tangannya mengambil kaset itu dan menunjukannya pada Arana.
"The Fault In Our Stars?" tanya Arana sedikit ragu. Dia pikir Arka akan memilih film bergenre aksi, bukan romantis.
"Nggak boleh protes. Aku pokoknya mau nonton film ini," putus Arka. Cowok itu kemudian memasukan kaset film yang dipilihnya pada sebuah CD Player, kemudian menuju sofa bed dan mengambil posisi di sebelah Arana.
Mereka terdiam. Arka sibuk memperhatikan setiap adegan dan Arana sibuk dengan pikirannya sendiri. Arana bahkan tidak menyadari kalau Arka sudah menarik kepalanya dan menyandarkannya di dada bidang milik cowok itu.
Cukup lama Arana melamun. Dia baru tersadar ketika merasakan tubuh Arka menegang dan genggaman tangan cowok itu tiba-tiba menguat. Arana mengerutkan keningnya, berusaha memikirkan apa yang membuat Arka seperti itu. Cewek itu baru mengerti ketika matanya tanpa sengaja menangkap adegan yang tersaji di hadapannya, membuat pipinya bersemu.
"A-Aku mau ambil minum dulu," ucap Arka tanpa bisa menyembunyikan kegugupannya. Dia bahkan langsung berdiri tanpa melihat Arana.
Arana baru fokus pada film setelah Arka menghilang dari pandangannya. Dia begitu terlarut dalam film hingga tidak menyadari air matanya sudah luruh. Cewek itu masih terdiam, bahkan ketika layar TV sudah menunjukan deretan nama-nama orang yang tidak dikenalnya.
Kesadarannya kembali bersama dengan isakan yang mulai terdengar. Dia tidak pernah menyukai ending dari film itu. Bagi Arana, ending-nya itu sangat menyebalkan. Arana ingin bertemu dengan penulis, produser, sutradara, dan semua yang terlibat dalam film itu dan menyatakan kekesalannya. Kalau bisa, dia ingin memaksa mereka membuat ulang dan mengubah bagian akhirnya.
***
Arka baru saja selesai mandi karena merasa membasuh wajah saja tidak cukup untuk mengendalikan dirinya setelah menonton adegan tadi. Dia mengacak-acak rambutnya yang basah sambil berjalan menuju ruang keluarga. Matanya membulat ketika melihat Arana menangis tersedu-sedu.
"Kamu kenapa?" tanya Arka panik. Dia mengguncang pelan bahu Arana. "Ra, kamu kenapa? Aku terlalu lama, ya? Aku minta maaf," ucapnya panik sambil menarik Arana ke dalam pelukannya.
Arka tidak bertanya lagi. Dia membiarkan Arana membasahi baju kausnya dengan air mata. Cowok itu semakin mengeratkan pelukannya.
"Ma-Maaf," ucap Arana lirih setelah puas menangis. "Karena aku baju kamu jadi basah."
"It's okay. Bisa kamu jelasin kenapa bisa nangis seperti ini?" tanya Arka lembut. Dia tidak akan memaksa Arana kalau cewek itu tidak ingin menceritakan alasannya.
"Ending-nya nyebelin," jawab Arana lirih.
Arka menghembuskan napasnya pelan. Dia lega karena bukan dirinya yang jadi alasan dari tangisan Arana. "Maaf, ya. Seharusnya kita nggak nonton film itu," bisiknya lembut. "Ending-nya emang nyebelin. Aku juga nggak suka."
Arana mendongak melihat wajah pacarnya itu. Diam-diam dia merasa bersalah. Memang alasannya menangis karena akhir dari film yang menyebalkan, tapi itu hanya salah satunya. Dia mempunyai alasan lain. Alasan yang tidak bisa dia katakana pada Arka.
"Jangan nangis sendirian lagi, ya. Kamu punya pundak aku," ucap Arka lembut.
Arana tersenyum tipis mendengarnya. Ucapan Arka membuat rasa bersalahnya semakin besar.
Maaf.
———Arana———
Haii yuhuu~
Maaf kelamaan update-nya. Maklum, semester baru jadi tugas bejibun😅 (Sok lu, Red!).
Masih ada yang baper sama duo A?😆
Jangan lupa follow ig aku ya yang @redheartstory_
Jangan lupa tekan tanda ⭐️ !
Happy reading❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
SS (1) - Arkarana
Teen Fiction(Cover by @pujina) Sweet Series 1: Arana Putri Pramudipta. Mempunyai kepribadian yang tertutup dan hati sedingin es membuatnya harus melewati masa putih abu-abu sendirian. Hanya gitar dan piano yang dianggapnya sebagai teman. Hingga suatu hari Arana...