Suasana kelas Arana pagi itu tidak jauh berbeda dari biasanya. Cewek-cewek asyik bergosip, sementara para cowok sibuk menyalin PR yang semalam lebih memilih ditinggal main game daripada dikerjakan.
Dengan ekspresi datar andalannya, Arana melangkah masuk ke kelas dan langsung menuju bangkunya. Seperti biasa, di atas mejanya sudah bertengger beberapa pucuk surat dan beberapa batang coklat. Arana memang terkesan dingin dan tertutup, tapi tidak ada yang bisa menyangkal pesona wajah cantiknya yang tenang—dan itu cukup untuk membuat para cowok SMA Nusa Bangsa jatuh hati diam-diam.
Banyak yang sudah mencoba mengungkapkan perasaan pada Arana, entah lewat surat atau langsung blak-blakan. Sayangnya, semua ditolak mentah-mentah tanpa basa-basi.
Dengan sikap acuh, Arana mengambil semua surat yang ada di mejanya. Coklat-coklat yang tersisa dibagikannya begitu saja ke teman-teman sekelas, membuat beberapa cewek langsung girang seolah dapat warisan. Surat-surat itu kemudian ia bawa keluar dan tanpa ragu dibuang ke tempat sampah.
Baru selangkah hendak meninggalkan tempat itu, sebuah suara menghentikannya.
"Ara!"
Tampak Arka berlari kecil menghampirinya dengan senyum lebarnya yang khas, membuat ketampanannya bertambah lima poin—kalau menurut dirinya sendiri.
"Pagi, Ara," sapanya ceria. Arana hanya menggumam pelan, entah menjawab atau hanya sekadar malas merespons.
Arka celingukan sebentar, lalu bertanya sambil melirik ke arah tong sampah, "Lo ngapain berdiri deket tempat sampah?"
Alih-alih menjawab, Arana hanya mengangkat dagunya, mengisyaratkan arah yang dimaksud. Arka menoleh dan melongok ke dalam tempat sampah. Beberapa surat tergeletak di dalam sana.
"Apa ini?" tanyanya sambil memungut salah satu surat.
Arana mengangkat alis. "Lo buta?"
"Sorry, pertanyaannya salah. Maksud gue—ini surat dari siapa?"
"Nggak tahu. Nggak baca."
Arana hendak berbalik kembali ke kelas, tapi Arka langsung menahan lengannya.
"Tunggu. Gue baca dulu surat-surat ini," ucap Arka dingin. Entah kenapa, dadanya terasa panas melihat Arana dapat surat dari cowok lain.
Dia membuka salah satu amplop dan mulai membaca keras-keras dengan nada meledek.
Dear Kak Ara.
Pertama kali aku melihat kakak, aku langsung tahu kalau hatiku telah memilih kakak.
Mungkin bagi kakak perasaanku ini hanyalah perasaan sementara, tapi aku yakin dengan apa yang aku rasakan.Arka mendengus. "Baru juga kemarin disunat, udah sok-sokan kirim surat cinta."
Surat itu langsung dia remas dan buang balik ke tong sampah. Ia lanjut membaca surat kedua.
Arana
Pertama kali aku melihatmu tertawa, jantungku langsung berdetak tak karuan.
Sikap ceriamu dan juga senyum manismu membuatku selalu memikirkanmu."Wah, ini suratnya lebih ngawur lagi," gumam Arka. "Sejak kapan juga Arana bisa senyum? Tiap hari mukanya datar terus, kayak talenan emak gue. Nih orang saya diagnosis katarak akut."
Sambil berceloteh, Arka mencubit pipi Arana pelan, yang langsung dibalas dengan tebasan tangan cewek itu.
"Sejak kapan lo dapet beginian?" tanya Arka dengan nada serius.
"Udah lama."
"Pernah lo baca?"
"Enggak."
"Selain surat, mereka kasih apa?"
"Coklat."
Arka melongok ke dalam tempat sampah lagi. "Coklatnya mana? Kok nggak dibuang juga?"
"Gue bagiin ke yang lain."
Arka mengangguk pelan, lalu mendekat dan menatap Arana tajam.
"Mulai sekarang, kalau ada yang ngasih surat atau coklat ke lo, kasih langsung ke gue. Harus! Jangan dibantah."
Tanpa menunggu respons, Arka langsung berbalik pergi. Arana hanya mematung, menatap punggungnya dengan dahi berkerut.
"Dasar jomblo posesif," gumamnya pelan, lalu kembali ke kelas.
***
"Astagfirullah!"
Deni hampir menjatuhkan ponselnya ketika melihat Arka membanting tas ke atas meja dengan penuh amarah.
"Lo kenapa sih, Ka?! Dateng-dateng nggak bilang salam, tas dibanting. Itu tas isinya duit, bukan batu bata. Gue tahu lo tajir, tapi plis... barang itu disayang, bukan dihajar."
Arka hanya duduk diam. Matanya menatap kosong ke arah papan tulis. Deni mulai merasa tidak enak. Ekspresi Arka sekarang mirip ekspresi Sheila waktu ngambek karena kehabisan eyeliner.
Deni mendekat pelan. "Arka yang gantengnya kalah saing sama gue... boleh Deni yang lebih ganteng nanya sesuatu?"
"Tanya aja."
"Lo kenapa sih, Ka? Gue yakin kemarin gue nggak selingkuh sama cowok lain, deh."
Arka langsung melotot. "Mata lo pengin copot, Den?"
"Merem, Ka. Bahaya tuh mata kalo melotot terus."
Hening sejenak. Sampai akhirnya Arka bersuara lagi.
"Den."
"Yap. Deni here."
"Gue masih normal."
"Dan gue bersyukur banget lo ngomong gitu."
"Tapi kalau lo nggak, mau gue kasih tahu Sheila sekarang juga."
"Eh eh eh—stop! Gue juga normal, Ka. Sumpah."
Arka menghela napas. "Gue mau nanya serius."
"Tumben. Biasanya nanya sambil nyuap gorengan."
"Kalau Sheila dapet surat cinta sama coklat dari cowok lain, lo bakal ngapain?"
Deni spontan menjawab, "Gue racunin tuh cowok pake sianida. Terus gue kirimin parcel ke rumahnya, isi batu nisan."
Arka mengangguk pelan.
"Bantuin gue, Den."
"Bantuin apaan?"
"Bantuin gue racunin semua cowok di sekolah ini."
Deni langsung celingak-celinguk panik, seperti orang yang mencari kamera tersembunyi.
"Lo kenapa sih?" tanya Arka heran.
"Gue lagi nyari kamera. Gue yakin ini prank. Sumpah, Ka... gue udah nggak kuat punya sahabat kayak lo."
-----Arana-----
Lucu nggak? Atau malah garing?😂 berusaha sisipin humor tapi kok kayak garing ya😂
Tolong vote dan kritsarnya😊
Happy reading❤️

KAMU SEDANG MEMBACA
SS (1) - Arkarana
Ficção Adolescente(Cover by @pujina) Sweet Series 1: Arana Putri Pramudipta. Mempunyai kepribadian yang tertutup dan hati sedingin es membuatnya harus melewati masa putih abu-abu sendirian. Hanya gitar dan piano yang dianggapnya sebagai teman. Hingga suatu hari Arana...