'Pingsan' #5

140 8 0
                                    

Pagi ini Jeje terlihat sangat kesal. Bukan karna dia terlambat lagi, tapi karna dia bertemu cowok datar saat memasuki sekolah.

  Jeje berjalan menuju kelasnya dengan bad mood. Entah kenapa melihat wajah cowok itu membuat semua mood Jeje pergi entah kemana. Jeje memasuki kelasnya yang masih terlihat sedikit sepi, tapi teman kunyuknya telah datang dan duduk manis dengan kesibukan mereka masing-masing.

Jeje melempar asal tasnya ke atas meja, dengan wajah di tekuk Jeje duduk di bangkunya. Temannya yang terkejut langsung menatap ke arah Jeje heran.

"Gue benci banget sama cowok tembok itu.." Jeje menjerit prustasi, membayangkannya saja ingin membuat dia naik pitam.

"Napa, lu? Pagi-pagi udah teriak-teriak, bukannya belum bel masuk ya?" Tanya Leo teman sebangku Jeje.

"Gue benci..benci....buanget sama muka tembok itu."

"Siapa sih?" Tanya Arya penasaran, Aji dan Doni diam melihat ke arah Jeje.

"Itu, orang yang mergokin kita semalam, kita harus ngerjain dia!"

"Muke gile, Ketua Osis mau di kerjain? Dia banyak temen Je!" Seru Aji.

"Ketua Osis?" Ulang Jeje tak percaya.

Jeje memang tidak tahu siapa ketua Osis di sekolahnya itu. Lebih tepatnya memang tidak ingin tahu yang terpenting dia sekolah, itu katanya. Jeje saja hampir tidak mengetahui kepsek sekolah jika bukan karna ulahnya waktu itu yang terpaksa dia di seret Pak Putu ke ruang kepsek.

"Jabang bayi. Ketua Osis sendiri kagak tau? Kemana ajah lu selama ini, kemana? Udah kelas dua baru tau dia Ketua Osis. Jelas-jelas foto dia terpampang besar dekat mading, dan lu baru tau sekarang?"

PLETAKK..

"Aw....." Aji meringis kesakitan memegang kepalanya yang di pukul Arya pakai penggaris.

"Lebay lu, ayam."

"Lo serius mau ngerjain Kevin?" Tanya Doni tiba-tiba membuat temannya menoleh melihatnya yang duduk di belakang bangku Jeje sendirian.

Jeje mengangguk sementara Aji, Leo dan Arya menggeleng cepat.

Doni berpikir sejenak menimbang-nimbang resiko apa yang bakal di dapat nanti. "Yaudah."

Aji, Leo dan Arya melongo mendengar jawaban Doni.

Awalnya mereka sudah menduga bahwa Doni akan mendukung Jeje. Karena selama ini Doni selalu saja berpihak kepada Jeje, tak perduli resiko apa yang akan di hadapi, Doni pasti akan selalu setuju dengan pikiran gila Jeje.

  Jeje tersenyum sumringah. Di antara temannya yang lain hanya Doni yang bisa mengerti perasaannya. Doni juga lebih dewasa dan bisa di andalkan dari pada yang lainnya. Walau pendiam dan tidak banyak bicara, tapi Doni selalu mendengar semua kata-mata temannya.

Doni yang hanya sepatah dua patah kata berbicara akan terlihat beda pada saat berbicara pada guru atau orang yang lebih tua darinya, ingat hanya kepada guru dan orang yang lebih tua.

****

  Bel istirahat sudah berbunyi sedari tadi. Tapi Jeje memilih berdiam di dalam kelasnya menidurkan kepalanya di atas meja.

Mereka sempat bingung, Jeje yang biasanya tidak betah di dalam kelas dan sering cabut mata pelajaran malah mamilih berdiam diri di dalam kelas. Arya yang sudah tidak tahan dengan perut keroncongon, akhirnya dia mengajak Leo dan Aji pergi ke kantin.

Kalau Doni. Jangan di tanya, cowok satu itu memilih berdiam diri juga di dalam kelas menemani Jeje. Doni masih bingung ada apa dengan Jeje saat ini, beberapa menit yang lalu Doni masih melihat Jeje tersenyum akibat dia menyetujui ke ingingan Jeje. Tapi sekarang anak itu diam tak berbicara sedikitpun.

JejeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang