'Pulang kerumah' #14

120 4 0
                                    


   Saat ini Jeje berada di ruang tengah Tantenya. Tadi Alvin berusaha menbujuk adiknya dan berhasil, sekarang di ruang tengah ini berisi papa, mama, Tante, Alvin, Jeje dan si kecil Acha.

  Jeje duduk menunduk di hadapan kedua orang tuanya. Sedangkan di kedua sisi Jeje ada Alvin dan Via. Jeje menatap buku-buku jarinya dengan gelisah. Dia tahu pasti mamanya akan bertindak lebih tegas.

   "Udah berubah pikiran?"

Bunyi suara yang tak asing membuat Jeje mengangkat kepalanya menatap sang pemilik suara. Disana mamanya menatap Jeje dengan datar.

"Sekarang kemasin barang-barang kamu, mama antar kamu ke asrmah!" Ucap Ica lagi.

"Ma, jangan paksa Jeje! Percuma ma, itu gak akan sesuai dengan keinginan mama!" Potong Ardo, suami Ica.

"Pa, mama mohon untuk kali ini jangan ikut campur! Lihat akibat ulah papa dan Alvin dia menjadi anak kurang ajar dan tidak bisa di atur."

Jeje merasa matanya memanas, kata-kata mamanya benar-benar menyakitkan untuk di dengar. Ia sendiri tidak tahu mengapa ia berubah sangat cengeng saat berurusan dengan mamanya.

"Jangan di ambil hati, ok." Bisik Alvin tepat di telinga Jeje, dan Via mengelus punggung Jeje berusaha menenangkan, ia tahu apa yang dirasakan Jeje saat ini.

"Kak maaf, bukannya aku mau ikut campur urusan keluarga kakak. Tapi setidaknya kakak pikirkan perasaan Jeje, dia anak kakak." Tambah Via ikut membela Jeje.

Ica menarik napasnya dalam-dalam, sekarang Via juga berusaha membela Jeje, "Vi kamu belum nikah, kamu belum pernah merasakan bagaimana perasaan seorang ibu melihat anaknya seperti ini, kamu belum tahu bagaimana perjuanganku melahirkannya, membesarkanya, mengurusnya, dan lihat sekarang apa yang dia balas untuk semua itu? Ngaada vi ngaada. Dan apa dia memikirkan perasaan mamanya ini? Apa dia memikirkan untuk apa aku melakukan ini? Ha? Kalian semua hanya tidak tahu bahwa aku sangat menyayangi Jeje, jika tidak aku tidak akan perduli apapun mengenai Jeje." Ica beranjak berdiri, berjalan menaiki anak tangga menuju kamarnya.

Ia merasa sedih, tak ada yang mendukungnya. Padahal yang ia lakukan untuk kebaikan anaknya sendiri, ia tidak mau anaknya itu tidak memiliki masa depan sama seperti dirinya dulu. Ica hanya tidak ingin anaknya merasakan hal yang sama sepertinya. Ia ingin anaknya  bahagia, walau ia bisa menghidupi anaknya itu hingga tua, tapi Ica menginginkan anaknya itu bangkit seperti dirinya dulu sebelum bertemu Ardo.

   Ardo bangkit berdiri dari sofa ikut berjalan manaiki anak tangga untuk menenangkan hati istrinya. Dia tahu apa yang di rasakan istrinya itu, dia tahu yang dilakukan istrinya juga untuk kebaikan anaknya. Tapi Ardo paling tidak bisa melihat salah satu dari anaknya menangis, ia amat menyayangi anak-anaknya.

  Bukan hanya Ica yang merasa gagal dalam mendidik anak, tapi Ardo juga merasakan hal yang sama. Ia merasa gagal menjadi kepala keluarga yang baik, ia tidak bisa mengurus anaknya, tidak pula bisa membantah sang istri. Ardo saat ini berada dalam kebimbangan, kerana ia sangat mencintai istri dan anak-anaknya.

   ****

  "Sana mandi Je, tukar baju kamu." Ujar Alvin.

Jeje mengangguk lesuh menuruti permintaan kakak laki-lakinya. Lalu kakinya berjalan menaiki anak tangga menuju kamarnya.

"Kak Jeje kenapa?" Tanya Acha si kecil yang bijak, kepada Alvin. Sedari tadi ia memperhatikan orang dewasa itu berbicara, tapi tak ada satupun yang ia pahami.

Alvin tersenyum, lalu beranjak kesebelah adiknya yang terduduk manis di sofa tunggal.
"Kak Jeje gapapa kok, ayok main sama kakak?"

Acha menggeleng, " Gamau, Acha mau main sama kak Jeje, kak Jeje gak pernah main sama Acha." Rengek Acha dengan gaya bahasa seusianya. Gaya bicara Acha sangat lucu dan menggemaskan untuk seusianya yang lancar berbicara walau agak sedikit celat.

JejeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang