'Sedih' #16

109 4 0
                                    



  Tuduhan itu sangat melukai hati Jeje, ia menatap mamanya dengan marah bercampur sedih. Marah karna mamanya menuduhnya, sedih karna mamanya tak bertanya dulu dan langsung menuduhnya. Tanpa berkata Jeje berjalan pergi menaiki anak tangga. Ia akan menelan semua rasa sakitnya, karena percuma jika ia menjelaskan mamanya pasti tidak ingin mendengar.

   Ica berbalik membawa Acha duduk di sofa, sedari tadi ia sangat bersyukur putri kecilnya tidak hilang, walau ia sangat marah karna Jeje membawanya keluar.

"Mama kenapa marahin kak Jeje?" Tanya Acha tiba-tiba dengan suara khas anak seusianya.

  Ica mendudukkan Acha di sampingnya, tangannya membelai kepala Acha "Karna kak Jeje salah, dia udah ajak Acha tanpa pamit." Jelas Ica. Acha menggeleng kuat,"Bukan, bukan kak Jeje yang ajak Acha keluar, tapi Acha sendiri yang keluar, trus kak Jeje ngejar Acha. Acha tadi hampir ajah ketabrak mobil kalo gada kak Jeje ma,"

  Penjelasan anaknya sudah cukup jelas. Jeje tidak bersalah, tapi kenapa Ia malah memarahi anaknya itu. Terbesit rasa bersalah di hati Ica, tapi ia terlalu segan untuk meminta maaf. Sementara Alvin langsung berlari ke kamar adiknya setelah mendengar penjelasan Acha.

"Mama lihat, mama selalu berprasangka buruk pada Jeje. Mama gak mau dengar penjelasan Jeje dulu, langsung marahin Jeje kayak gitu," Tegur Ardo pada istrinya. Ica menatap mata suaminya dengan sendu.

"Mama tadi khawatir banget sama Acha, pa."

"Ia, tapikan mama bisa bertanya dulu sama Jeje ma. Mama gatau perasaan Jeje sekarangkan? Bagaimana rasanya di tuduh atas tidak kesalahan kita? Papa harap mama berprilaku lebih baik lagi sama Jeje..."

"Tapi pa....."

"Papa mau keluar dulu, Assalamualaikum.."

"Waalaikumsalam"

   Sepeninggalan Ardo, Ica menjadi termenung. Ia tahu ia salah, tapi rasanya sangat sulit meminta maaf pada anaknya itu apalagi anaknya itu banyak sekali mengecewakannya dan membantah perkataannya.

  Ia tak tahu harus bagaimana, ia merasa sangat tidak enak apalagi saat mendengar perkataan suaminya yang jelas telah menyalahkan dirinya secara tidak langsung. Walau tutur kata yang di keluarga suaminya lembut tidak pernah kasar, tapi rasa sakit tetap ada saat suaminya berkata demikian dan pergi.

  Ica sangat paham akan sipat suaminya. Suaminya tidak pernah marah kepadanya dan kepada anak-anaknya. Entah terbuat dari apa hati suaminya Ica sendiri tidak mengerti. Dan terkadang Ica sulit membedakan saat suaminya marah. Karena walau marah suaminya tetap bersuara lembut, tidak pernah membentak, dan juga berkata kasar.

  Suaminya itu hanya melakukan satu jika ia sedang marah atau kesal, dia akan pergi entah kemana sehabis itu kembali lagi seperti tanpa terjadi apa-apa sebelumnya, dia akan berperilaku sama seperti dia di rumah.

"Cha, adek kekamar ya, bobok siang..." pinta Ica pada anaknya.

"Ok ma.." Acha berlari menaiki anak tangga menuju kamarnya.

   Setelah kepergian Acha tinggallah Ica sendiri di ruang tengah. Adiknya masih bekerja di kantor dan akan pulang menjelang sore nanti. Saat ini Ica sangat gelisah. Ia bingung harus berbuat apa.

  Ingin sekali rasanya ke kamar Jeje dan meminta maaf, tapi rasa kecewa di hatinya belum juga terobati karena Jeje menolak masuk Asramah.

  Cukup lama berperang dengan pikirannya akhirnya Ica memutuskan pergi ke kamar Jeje.

****

  Alvin tahu kesedihan adiknya. Apalagi saat Acha menjelaskan bahwa Jeje tidak bersalah, makin sakit hati Alvin mendengarnya. Adiknya pasti saat ini sedang marah dan kecewa. Tanpa pikir panjang Alvin menaiki anak tangga menuju kamar adiknya.

JejeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang