Jeje tak mendengar suara gaduh seperti yang dia dengar tadi. Jeje mencoba mengintip dari balik pohon, tapi tak ada satupun orang disitu.
"Pakai ini!"
Jeje terlonjat kaget, "Masyaallah!" Kaget Jeje saat mendengar suara Kevin dari sampingnya.
Tersadar, Jeje buru-buru menutup tubuhnya menggunakan kemeja yang di beri Kevin.
Jeje memberenggut marah,"Kenapa mesti kisini sih ngasihnya? Kan bisa dari balik pohon." Ujar Jeje sambil mengancingi kemeje di tubuhnya, Lalu Jeje tersenyum menyelidik, "Jangan-jangan lu sengaja mau ngintipkan?" Tuduh Jeje. Kevin berdecih malas dan berlalu pergi.
"Woy, mau kemana lu? Eh, tunggu!" Jeje berlari mengimbangi langkah Kevin. "Eh, ngaku ajah deh lu, cowok tembok mesum!"
Tiba-tiba Kevin memberhentikan langkahnya, membuat Jeje repleks ikut berhenti.
Kevin menghadap ke arah Jeje, "Apa sih yang di lihat dari lo? Rata!" Kevin kembali melangkah meninggalkan Jeje.
Jeje telak dan membulatkan mata tak percaya. Ia menurunkan wajahnya melihat ke arah badannya sendiri, lalu mengangkat wajahnya menatap orang yang berjalan di depannya dengan marah.
Jeje berlari. Saat Kevin ingin membuka pintu mobilnya. Tiba-tiba Jeje menerjang Kevin, membuat dia terpentok pintu mobil itu. Kevin menoleh ke belakang sambil memegang jidatnya yang memerah.
Jeje tersenyum senang.
"Lo..." kevin menunjuk ke arah Jeje dengan geram. Sementara yang di tunjuk tersenyum menantang.
"Apa?" Tantang Jeje.
Kevin menurunkan tangannya sembari menarik napasnya. Ia harus sabar. Jika di depannya itu adalah cowok sepertinya, mungkin sekarang orang itu telah terpelanting jauh di depannya.
Tapi rasa sayang Kevin kepada Bundanya, membuatnya lebih sabar dan menghargai seorang wanita.
Kevin membuka kembali pintu di depannya lalu menatap Jeje, "Masuk!" Titahnya.
Jeje menatap heran Kevin, "What?"
Tanpa tendeng aling-aling, Kevin menarik Jeje, membuat Jeje tertarik paksa masuk ke dalam mobil. Kevin memutari Mobilnya, lalu masuk ke dalam dan melajukan Mobil itu.
"Lu mau culik gue?" Tanya Jeje yang tak dapat respon Kevin sama sekali.
"TURUNIN GUE!" Jeje berteriak.
Kevin menoleh, menatap Jeje dengan datar.
"Eh, cowok tembok, lu bisa dengerkan?"
Kevin masih diam dan kembali fokus pada kegiatan menyetirnya.
Jeje menarik napas lelah. Akhirnya dia diam karena tak mendapat respon Kevin sama sekali. Bibirnya pun terasa sakit saat ia terus berbicara. Ulah kedua preman itu membuat kedua sudut bibir Jeje berdarah dan perutnya masih terasa sakit.
Mobil yang di tumpangi Jeje berhenti di depan rumah mewah dan besar. Bahkan rumahnya kalah dengan rumah ber-cat grey bercampur putih di depannya. Pagarnya besar menjulang tingga berwarna ke-emasan. Halamannya luas berisi berbagai tanaman bunga berwarna warni. Dan di sudut terdapat air mancur yang berisi ikan hias.
Jika dipikir-pikir rumah Jeje dan rumah Tantenya jika di gabungkan baru bisa menyerupai sebesar rumah itu.
"Turun! gausah bengong."
Jeje tersadar dan menoleh ke samping, "Ini rumah siapa?"
"Rumah gue."
"Ha? Wah, lu mau ambil kesempatan dalam kesempitan ya? Lo nolongin gue ada maksud terselubungkan? Awas lu kalo apa-apain gue!"

KAMU SEDANG MEMBACA
Jeje
Teen FictionBagaimana jadinya cewek tomboy yang super bandel dan urak-urakan, bertemu dengan cowok cuek berwajah tembok. Keadaan mulai berubah, seiring berjalannya waktu. ******* "gilak, jantung gue kenapa dangdutan terus kalo dekat dia? enggak-enggak, gue gak...