Mata Kevin menerawang jauh ke atas, saat ini ia sedang berada di balkon kamarnya. Sejak dimana ia melihat Jeje di Caffe itu hatinya mulai gunda dan resah. Ia sendiri tidak tahu perasaan apa yang menggambarkan dirinya saat ini. Namun ada rasa kecewa yang menyelimuti hatinya.Kecewa? Kecewa karna apa? Apa ia mulai menyukai Jeje?
Kevin menggeleng menepis pikirannya yang sudah jauh. Tidak mungkin ia menyukai Jeje.
Di sisi lain, di suatu tempat, Jeje juga sedang berada pada balkon rumahnya. Matanya menatap bintang yang berkelap-kelip di atasnya.
Tadi sepulang dirinya dari Caffe kak Tegar memberikannya selembar kertas putih yang tak lain adalah amplop. Amplop itu kini berada di tangannya. Ia tidak ada niatan untuk membukanya, atau lebih tepatnya tidak berani. Karna saat memberikan amplop itu kak Tegar membisikkan sesuatu ke telinga nya.
"Dari cowok misterius yang cinta mati sama lo."
Setelah membisikkan kata-kata yang membuat bulu kuduk Jeje merinding, kak Tegar berlalu pergi meninggalkan Jeje yang penuh tanda tanya. Sementara Alvin tidak menyadari perubahan Jeje karna sedang asyik menatap layar handphonenya.
Jeje menarik nafas sebelum akhirnya masuk dan menaruh amplop itu kelacinya. Ia membaringkan tubuhnya dan lalu memejamkan mata untuk tidur.
****
"Ya ampun, sial."
Bagai orang yang akan ketinggalan berperang, Jeje memulai aksi MBB nya. (Mandi bebek).
Sangking terlelap nya tidur ia sampai bangun kesiangan. Padahal ia telah berjanji akan berubah. Setelah selesai beres_-beres Jeje berjalan cepat menuruni anak tangga.
"Mau kemana Je buru-buru amat?" Tanya Ardo yang baru akan melahap roti bantal di tangannya.
"Sekolah dong pa, Jeje telat nih." Jeje buru-buru mencomot roti bantal di depannya dan memasukkan kedalam mulutnya hingga mulutnya penuh.
"Pelan-pelan dong Je." Tegur Cia yang baru datang dari arah dapur, tangannya membawa nampan berisi susu coklat, vanila, dan teh manis hangat. Di sampingnya juga ada Via yang membawa nampan berisi air putih.
"Lagian hari minggu kok pakai baju sekolah." Ujar Via santai sambil meletakkan satu persatu gelas yang berisi air putih kemeja.
Sontak Jeje menyemburkan makanan yang ada di mulutnya karna terkejut. Mimpi apa ia bisa se semangat ini untuk pergi ke sekolah, sampai-sampai di hari minggu pun ia juga ingin masuk sekolah.
"Yaampun, minum dulu nih. Jadi berantakan gini kan." Omel Via, namun suara tangis tiba-tiba membuat mereka menatap Acha.
"Ma, Acha mau mandi lagi. Muka Acha udah jorok." Rengeknya disertai tangis. Ternyata wajah Acha terkena semburan roti Jeje tadi, tidak banyak hanya beberapa. Namun jika tidak menuruti kemauan anaknya, bisa-bisa rumah akan meledak akibat suara tangis Acha yang tidak akan pernah berhenti.
"Yaudah, ayo." Ica membawa Acha dalam gendongannya untuk membawanya pergi mandi.
Papanya, Ardo menahan tawanya, takut Jeje tersinggung dengan tingkahnya.
Jeje menggigit bibir bawahnya, ia memundurkan kursi kebelakang.
"Mau kemana? Kan belum siap sarapan. Cepet habisin nanti telat kesekolah lo." Ejek Via.
Jeje tak perduli dan malah berlari menuju kamarnya. Seketika tawa Ardo dan Via pecah. Perubahan Jeje sangat draktis.
"Bego banget sih gue sampai gak tau kalo ini hari minggu." Gerutu Jeje sambil mengganti bajunya menjadi pakaian santai.

KAMU SEDANG MEMBACA
Jeje
Ficțiune adolescențiBagaimana jadinya cewek tomboy yang super bandel dan urak-urakan, bertemu dengan cowok cuek berwajah tembok. Keadaan mulai berubah, seiring berjalannya waktu. ******* "gilak, jantung gue kenapa dangdutan terus kalo dekat dia? enggak-enggak, gue gak...