Bab 5

252 56 0
                                    


Tisya

Kakiku melangkah membuat irama menuju ruang guru dengan banyak tumpukan kertas di tanganku. Kertas-kertas ini adalah tugas dari Miss Natalie yang kemarin beliau berikan sebelum pulang sekolah. Karena kertas ini juga aku pulang agak telat, ya hanya untuk menyelesaikan tugas ini dan tak mendapat omelan dari Miss Natalie.

"Oh iya kalian buka buku paket fisika halaman  tujuh puluh enam. Di sana ada soal, kerjakan nomor satu, dua, empat, tujuh dan sembilan. Saya kasih keringanan, kerjakan itu secara kelompok di kertas polio dan di kumpulkan besok saat jam istirahat pertama!" jelas Miss Natalie penuh penekanan.

"Dua puluh nomor baru saja di kumpul, sekarang nambah lagi lima nomor dan besok di kumpul. Astaga Miss Natalie!" Yuri menghela napasnya malas dan membenturkan kepalanya ke atas meja pelan,  Amel juga menggerutu. "Sehari nggak ngasih tugas Miss Natalie kayaknya nggak bakal mati deh! Lagian juga besok nggak ada pelajaran dia, kenapa gak lusa saja gitu!".

Kuletakkan kertas polio tadi di atas meja Miss Natalie bersama dengan tumpukan kertas yang mungkin isinya juga tugas fisika dari kelas lain. Usai menyelesaikan amanat, aku keluar dari ruang guru berjalan gontai menuju kelas. Tapi ada satu pemandangan yang membuatku terkejut dan langsung menghampiri apa yang tadi kulihat.

Kulihat lelaki bertubuh tinggi dan berotot sedang memukuli seorang siswa berkacamata. Dua orang murid lelaki bertubuh tinggi dan tidak terlalu besar hanya memperhatikan saja, sama sekali tidak berusaha untuk melerainya justru malah tertawa senang. Kuhampiri ketiga murid lelaki yang sedang memukuli siswa berkacamata itu.

"Heh! Berhenti atau  aku akan teriak!" Aku berseru untuk menghentikan aksi pukul itu tapi dia tak mendengarku. "Stop! Nggak punya telinga kali ya? Stop aksi pukulnya atau aku laporkan hal ini ke Miss Natalie sekarang juga!" ancamku. Dan itu cukup berhasil membuat orang itu menghentikan aksi pukulnya. Cowok itu merapikan seragamnya dan menatapku dengan tatapan meremehkan, tapi tak kupedulikan. Tanganku terulur untuk membantu siswa berkacamata itu, "Kau tidak perlu takut dengan orang yang semena-mena denganmu. Laporkan saja ke guru atau kalau bisa kau lawan saja, tidak perlu takut!" Siswa berkacamata itu menganggukkan kepalanya. "Ya sudah, sekarang pergilah ke kelas, tapi sebelum itu pergi ke UKS dulu untuk mengobati lukamu ya" ucapku. Dia bilang terima kasih dan sedetik kemudian dia berlalu dari hadapanku. Aku kembali melangkahkan kaki menuju kelas, tapi langkah kakiku terhenti. Bukan terhenti, tapi cowok yang tadi melakukan aksi pukul itu sedang menahan lenganku, ralat, lebih tepatnya mencengkram lenganku dan menarik paksa lenganku agar kami saling bertatapan.

Matanya melotot seperti singa yang siap menerkam mangsanya, wajahnya semakin dekat denganku. "Lo tau nggak kalau lo udah bikin gue malu di depan bocah ingusan itu?" Suaranya datar, tidak tinggi tapi terdengar tajam sekali. "Nggak! Lagi pula bukan aku yang bikin kamu malu, tapi kamu sendiri yang mempermalukan diri!" jawabku dengan nada yang mungkin sedikit nyolot.

"Dan berani-beraninya lo ngancam gue kayak gitu!" Suara cowok itu mulai meninggi. Cengkramannya pada lenganku semakin erat.

"Heh! Dengar ya, aku sama sekali nggak ngancam kamu. Aku cuma menolong siswa kacamata itu dan cuma sekedar mengingatkan kamu! Siapa tau yang lewat dan lihat aksi pukul tadi bukan aku, pasti kamu bakal dapat masalah!" jawabku dengan suara yang tak kalah tinggi darinya.

Dia menghela napasnya dan semakin menajamkan tatapan matanya. Wajahnya yang garang semakin dekat dengan wajahku, bahkan aku bisa merasakan deru napasnya. "Lo itu tau nggak siapa gue?" bentaknya.

Aku di bentak oleh orang yang sama sekali nggak kukenal? Aku nggak mau kalah darinya, aku membalas pelototan matanya sambil berkacak pinggang, "Banyak banget ya pertanyaan kamu! Aku nggak tau siapa kamu dan sama sekali nggak mau tau siapa kamu. Dan nggak penting juga buat aku untuk tau siapa kamu itu!"

Dadaku naik turun karena emosi sudah memuncak, "Minggir!" kudorong tubuhnya sekuat tenagaku dan aku langsung meninggalkan cowok yang nggak jelas itu.

***

Cowok aneh dan nyebelin pikirku mood-ku mendadak hancur setelah berurusan dengan cowok itu. Kuhempaskan pantat ke kursi dan membuka novel yang kemarin di pinjam dari perpustakaan, tapi sayangnya novel itu sama sekali tidak kubaca melainkan hanya di bolak-balik saja halamannya. Delina dan Yuri sepertinya bingung melihat kelakuanku.

"Kenapa? Ada masalah?" Delina memulai pembicaraan, aku menggeleng.

"Kalau ada masalah, cerita saja sama kita. Gunanya teman itu 'kan untuk membantu meringankan masalah temannya" tutur Yuri dan langsung mendapat anggukkan mantap dari Delina.

"Kena semprot sama Miss Natalie?" tanya Delina ragu, lagi-lagi aku menggeleng. "Terus kenapa?" tanya Delina lagi.

Aku menghela napas berat, "Tadi di koridor ada orang yang sok senioritas dan dia memukul siswa cupu gitu" jelasku pelan. Yuri dan Delina menyimak ceritaku, "Terus apa yang bikin kamu jadi bete?" tanya Yuri dengan ekspresi serius tapi konyol.

"Ya aku merasa kasihan sama siswa cupu itu, aku mengancam kalau bakal melapor ke Miss Natalie kalau dia nggak mau berhenti, akhirnya aksi pukul berhenti dan siswa itu pergi. Tapi cowok yang mukul itu bukannya minta maaf malah bentak dan bersikap kasar sama aku! Nyebelin banget!" Aku menceritakan semuanya dengan emosi yang tertahan di ubun-ubun. "Galak, nyebelin, tukang pukul! Ada ya cowok kayak dia! Nggak gantle! Beraninya cuma sama cewek atau cowok cupu doang!" mulutku menyumpahi cowok itu.

Delina menepuk jidatnya pelan dan menggelengkan kepalanya, "Ampun deh Tisya cuma gitu doang masalahnya sampai kamu bete kayak gini?" tanya Delina, aku mengangguk lagi. "Intinya sekarang sudah selesai masalahnya, kasihan tuh bukunya lecek cuma di bolak-balik, nggak di baca" ucap Delina dengan nada bercandanya untuk mencairkan suasana.

"Aku kira kamu bete sampai bolak-balik buku gitu gara-gara di omelin sama nenek lampir, eh ternyata karena masalah selepe doang! Lagian juga impossible kamu kena omel Miss Natalie, secara kamu sudah kayak anaknya, sayang banget dia sama kamu, jadi nggak mungkin kena omel" ucap Yuri ngawur, kami bertiga langsung tertawa mendengar ucapan Yuri.

****










Otw konflik~ bagi yang baca minta VOMENTnya. Jangan bingung sama sudut padang yang setiap bab berbeda-beda. Thanks...

Contract Couple ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang