TristanLangit biru berawan cerah, matahari bersinar cerah seperti suasana hati selalu berawan tapi terkadang tidak secerah matahari. Jam kini menunjukkan pukul 10.20 waktu istirahat pertama, tapi sepertinya sudah usai karena baru saja bel berbunyi. Kini aku berdiri di koridor sekolah bersama dengan kedua temanku. Rio dan Raka. Bisa di bilang aku dan Raka sudah berteman sejak kecil, jadi kami berdua sudah saling tau sekali bagaimana tabiat kami. Berbeda dengan Rio, aku kenal Rio saat awal masuk SMA, jadi belum terlalu tau bagaimana tabiatnya.
Bosan di kelas itulah yang kurasakan, makanya aku berdiri di koridor sekolah. Kulihat siswa berkacamata dengan menggenggam buku di tangannya sambil berjalan nunduk ke arah kami. Kuberi tanda permainan akan segera di mulai kepada Raka dan salah satu kelebihan Raka itu adalah cepat peka dengan sebuah kode. Raka dan Rio langsung menghadang si cupu itu, kulihat nametag-nya tertera Evan Tamoris dan logo kelasnya adalah X IPA 1. Adik kelas, anak cupu pula batinku.
Si cupu itu ketakutan melihatku, kutepuk pundaknya. "Bagi duit dong, buat teman-teman gue jajan, kasihan mereka gak punya duit."
"Ma..af bang, ka..lau pun saya punya uang, saya nggak akan memberikannya. Nggak baik bang m..merampas uang dari orang lemah, dosa bang" tutur si cupu itu dengan gagap tapi berhasil menyulut emosi seorang Tristan.
Kudorong dia ke dinding koridor kelas sambil mencengkram kera seragamnya. Dia ketakutan, tapi aku sama sekali nggak peduli, siapa suruh dia menyulut emosiku dengan sok menasehatiku, jadi dia harus tau akibatnya. Mulutnya berkomat-kamit 'tolong saya, maafkan saya'. Bodo amat! Langsung kulepas kacamata hitam tebal miliknya yang membuat dia jelek itu dan kulempar. Dia memberontak melawanku, semakin kesal dibuatnya, langsung kupukuli saja wajahnya yang jelek itu agar tambah jelek. Terdengar Raka dan Rio meneriaki 'semangat bos! Terus kasih dia pelajaran biar nggak songong!' Begitulah kira-kira yang mereka katakan sambil tertawa cekikikan. Tapi saat sedang asik memukuli si cupu ini, suara cewek sangat melengking tak enak di dengar telinga membuatku berhenti memukuli si cupu.
Apa yang dia ucapkan? Sebuah ancaman? Aku sama sekali tak takut dengan ancaman apa pun. Cewek dengan suara melengking itu membantu si cupu berdiri dan detik selanjutnya si cupu itu sudah hengkang dari hadapanku. Cewek itu hendak pergi tapi kuperintahkan Raka untuk menghalanginya dan berhasil! Kurasa cewek itu risih! Kucengkram lengannya, kudekati dia. Selangkah. Dua langkah. Setiap kulangkahkan kaki dan membuat jarak di antara kami menipis, cewek itu ketakutan, wajahnya pucat. Kini jarak antara kami hanya tersisa beberapa centi saja, terjun dan melihat ke dalam bola mata hitam miliknya membuatku seakan tersihir. Astaga Tristan apa yang lo pikirkan! Fokus sama nih cewek! Dia sudah berani ngancam lo tadi!
"Lo tau nggak kalau lo udah bikin gue malu di depan bocah ingusan itu?" Tanyaku datar dengan suara khas milik Tristan.
"Nggak! Lagian bukan aku yang bikin kamu malu, tapi kamu sendiri yang mempermalukan diri!" Dia berani menjawab pertanyaanku dengan nada yang begitu menjengkelkan menurutku.
"Dan berani-beraninya lo ngancam gue kayak gitu!" tanyaku dengan suara yang mulai meninggi karena emosiku sudah di ubun-ubun.
"Heh! Dengar ya, aku sama sekali nggak mengancam kamu, aku cuma menolong siswa kacamata itu dan cuma sekedar mengingatkan kamu! Siapa tau yang lewat tadi bukan aku, pasti kamu bakal dapat masalah!" Cewek itu menjawabku dengan suara melengkingnya dan yang paling penting suaranya tak kalah tinggi dariku.
Dia cewek unik, aku menghela napas kasar, "Lo itu tau nggak siapa gue?" bentakku.
Dia menatapku sinis sambil berkacak pinggang. Mulai berani dia rupanya, "Banyak banget ya pertanyaan kamu! Aku nggak tau siapa kamu dan sama sekali nggak mau tau siapa kamu. Dan nggak penting juga buat aku untuk tau siapa kamu!" ucapnya dengan setiap penekanan di dalam kalimatnya sambil menunjuk-nunjuk diriku.
"Minggir!" ucapnya sambil mendorong bahuku dan detik selanjutnya cewek itu sudah hilang dari hadapanku. Aku hanya menggelengkan kepalaku tak mengerti, ada ya cewek gila unik kayak dia, batinku. Secara nama aku Tristan Cristopher, anak dari pemilik sekolahan ini, semua orang takut dan hormat sama aku. Tapi cewek itu justru berani membentakku? Benar-benar tak habis pikir cewek dengan suara melengking itu! Sikapnya seperti orang gila menurutku, semakin di bentak dia semakin membentak dua kali lipat. Tapi dia memiliki mata hitam indah yang mampu menyihir dalam sekejap saja. Oh astaga Tristan apa yang kau pikirkan!
"Gue mau lo cari informasi tentang cewek itu! Bisa 'kan?" pintaku melirik sekilas ke arah Raka. "Cuma cari informasi tentang dia 'kan? Itu terlalu mudah buat gue, kecuali lo suruh gue belah lautan kayak Musa, nggak bakal sanggup gue!" jawaban Raka mulai melantur.
***
Hembusan angin bebas menggerayangi tubuh atletisku, rasa dingin dari angin dan air kolam renang yang membasahi mulai mejalar ke seluruh tubuhku bahkan terasa sampai ke tulang. Duduk bersantai menikmati indahnya kolam renang dan taman rumah di temani dengan snack dan juice segar sangat menyenangkan. Di tambah lagi sang angin sibuk meggerayangi tubuh ini sedari tadi membuatku ingin tertidur lelap di bangku santai tepi kolam yang sedang kunikmati ini.
Derap langkah kaki dengan bunyi berkhas, aku mengenal orang si pemilik langkah kaki ini.
"Widih lagi bersantai-santai seperti di pantai, join ah" ucap si pemilik derap langkah kaki itu dan langsung duduk di sampingku. "Eh ada jus jeruk, kebetulan abang lagi haus sekali" sambungnya dan langsung menghabiskan seluruh jus jerukku dalam sekali tenggak.
Aku hanya menggelengkan kepala melihat tingkah lakunya. "Eh ada snack juga, kebetulan abang lagi laper. Rezeki anak soleh nih" ucapnya dan langsung melahap semua snack.
"Bisa bangkrut gue punya temen kayak lo, untung udah temenan dari orok ya Rak!" gerutuku pada si pemilik derap langkah kaki yang tak lain adalah Raka, aku sudah hapal bagaimana bunyi derap langkah kakinya itu. "Pelita Jaya punya bokap lo, anak perusahaan juga dimana-mana, mana mungkin lo bangkrut. Lagian cuma snack sama jus, jangan medit lo jadi orang" ucapnya.
"Serah lo, kalau lo udah puas makan snacknya, buang bungkusnya. Gue mau molor, capek!"
"Ett ntar dulu bang, jangan tidur dulu. Dengar gue cerita dulu, pasti lu nggak bakalan capek atau pun mau molor" ucap Raka agak memaksa.
Huft, apalagi ulah Raka sekarang, apalagi ocehan nggak bermutu yang akan Raka lontarkan di sore yang membosankan ini! Aku hanya berdeham menjawab ucapannya, tapi tetap memjamkan mata.
"Cewek dengan suara melengking yang bermasalah sama lo di koridor sekolah itu namanya Tisya. Tisya Swaratama" ucap Raka serius.
Tunggu! Tadi Raka bilang cewek suara melengking? Aku langsung membuka telinga dan mataku lebar-lebar bahkan aku langsung duduk tegak tak jadi tidur saat mendengar Raka menyebutkan cewek suara melengking itu.
"Tuh, apa gue bilang juga, pasti lo nggak bakalan jadi molor dengar cerita gue." Aku berdecak sebal mendengar sindirannya itu, "Lanjutkan cerita lo!"
"Namanya Tisya Swaratama, dia anak kelas dua belas ipa satu. Dia bukan orang punya atau pun anak sosialita, dia orang nggak mampu tapi pinter banget. Itulah sebabnya dia bisa sekolah di Pelita Jaya, karena beasiswa. Dia masih jomblo, dia orangnya diam banget, kalau istirahat suka makan bekal di kelas sambil baca buku. Ayahnya sudah meninggal di umur dia yang ke tujuh tahun, dia tinggal berdua doang sama ibunya. Untuk masalah alamat rumah, maaf gue nggak bisa mendapatkan itu, soalnya alamat rumah siswa rahasia banget bro, dan lo tau itu" jelas Raka panjang lebar tentang si cewek suara melengking itu yang ternyata namanya adalah Tisya.
Aku mengangguk, tersenyum puas dengan informasi yang didapatkan oleh Raka. Kelebihan Raka yang lainnya adalah dapat diandalkan dalam mengumpulkan informasi yang sangat amat lengkap sekali. Great!
****
Sepertinya abang Tristan mulai tertarik sama Tisya nih. Wkwk, yang baca jangan lupa untuk meninggalkan jejak. VOMENT. Thanks...
KAMU SEDANG MEMBACA
Contract Couple ✔
Teen FictionCinta pandang pertama atau cinta sejati? Percaya atau tidak keduanya itu sangat berbeda. Contract Couple; 1. Jika pihak yang menulis kontrak mengutarakan pendapatnya untuk melanjutkan hubungannya naik satu tingkat, itu karena semata-mata hanya untuk...