Bab 9

166 59 2
                                        


Tisya

Aroma obat-obatan menusuk indera penciuman. Air mata masih mengalir membasahi pipi sejak tiga puluh menit lamanya. Di sinilah aku berada sekarang, rumah sakit. Menunggu di depan ruang ICU, dinding yang sangat besar dan lebar itu sengaja di buat dari kaca menjadi penghalang antara aku dan ibu sekarang. Di depan mataku dokter dan suster sedang menangani ibu, alat-alat rumah sakit juga menempel menghiasi badan ibu yang kecil mungil.

Kupejamkan mata untuk melepas kepenatan yang melekat di tubuh ini, sudah satu jam lamanya aku memejamkan mata sambil menunggu kepulangan ibu. Tapi ibu tak kunjung pulang juga, padahal harusnya dia sudah di rumah saat satu jam yang lalu. Aku mulai gelisah dan khawatir. Kakiku melangkah dengan malasnya ke dapur untuk mengambil segelas air putih, tapi kudengar suara air mengalir di kamar mandi. Dapur dan kamar mandiku hanya terpisah oleh sebuah dinding yang besar dan tebal, jadi aku tidak mungkin salah mendengar suara alir mengalir dari kamar mandiku. Siapa yang ada di kamar mandi? Aku pergi ke kamar mandi untuk mematikan keran air, tapi betapa terkejutnya aku melihat apa yang ada di kamar mandi. Mulut bergetar tak dapat berteriak karena terkejut dengan apa yang kulihat. Tangan dan kakiku bergetar, lemas rasanya hingga *PRANG* gelas yang ada di genggamanku meluncur ke lantai. Air mata menggenang di pelupuk mata mulai mengalir deras membasahi pipi.

Kuberanikan diri untuk mendekati orang yang aku cari-cari selama satu jam ini, "Bukan! Dia tidak mungkin ibuku" gumamku sambil mendekati seseorang yang tergeletak di lantai tak sadarkan diri. Kubalikan tubuhnya untuk memastikan kalau itu bukan ibuku, tapi bagai tersengat listrik dengan tegangan tinggi dalam sekejap. Ternyata dia ibuku, badan kurus mungil, rambut bergelombang sebahu dan hidung mancung yang mungil. Entah sudah berapa lama ibu sudah terkapar di lantai kamar mandi, hidungnya mengeluarkan darah yang sudah mulai mengering, wajahnya pucat pasi, air di baskom juga sudah terisi penuh sejak lama kelihatannya. Entah sudah berapa jam lamanya ibu terkapar di lantai kamar mandi dengar air yang membahasi tubuh mungilnya, pasti kini rasa dingin sedang menusuk-nusuk tubuh mungilnya yang pucat pasi.

Aku berlari keluar rumah mencari pertolongan dengan air mata yang masih deras mengalir di pipi. Hanya berteriak meminta tolong yang dapat keluar dari mulutku, tapi di sini sangat sepi sekali bahkan tidak ada kendaraan yang lewat sama sekali. Tapi sepertinya Tuhan mendengar doaku, sebuah mobil berwarna hitam sejenis sedan ingin melintas depan rumah. Langsung saja kuhentikan mobil itu dan pintu mobil itu terbuka menunjukkan si pengemudi keluar dari mobilnya. Si pengemudi itu menghampiriku sambil membuka kacamata hitamnya dan betapa terkejutnya aku melihat si pengemudi itu.

"Kamu?" Aku terkejut bukan main ternyata si cowok aneh yang katanya pemilik sekolah Pelita Jaya.

"Iya ini gue, kenapa?" tanyanya nyolot sambil memelototiku.

"Lah kok kamu yang nanya kenapa? Harusnya aku yang nanya kenapa kamu bisa di sini?"

"Nggak salah? Dasar aneh! Yang memberhentikan mobil gue sambil nangis-nangis itu lo dan sekarang malah lo yang nanya kenapa? Harusnya gue yang nanya kenapa?" Dia membentakku lagi untuk yang kesekian kalinya.

Aku menyipitkan mata curiga padanya, "Jangan bilang kamu sengaja lewat sini? Alah basi! Modus! Kamu mata-matain aku 'kan?" Tanyaku sambil menunjuk-nunjuk wajahnya.

Dia hanya menggelengkan kepalanya dan berbalik berjalan ingin masuk kembali ke dalam mobilnya, tapi langsung kutahan lengannya dan dia kembali berbalik menatapku. Aku kembali terisak tanpa kusadari. Aku mendengar dia berdecak, "Lo berhentiin mobil gue dan lo curigain gue. Pada saat gue mau balik, lo menghalangi gue dan sekarang lo juga malah nangis. Mau lo itu apaan?" Aku mendengar nada capek dan kesal yang tertahan dalam pertanyaannya itu.

"Ibu aku pingsan di kamar mandi entah sejak kapan, jadi aku mohon sama kamu tolong bantuin aku untuk bawa ibu ke rumah sakit" ucapku lirih.

Mata hitamnya terbelalak sempurna kaget mendengar penjelasanku, "Apa? Selain aneh ternyata lo gila juga ya? Ibu lo sendiri pingsan dan lo nggak tau sejak kapan?" Dia langsung berlari masuk ke dalam rumah dan aku mengikutinya. Kuarahkan dia menuju kamar mandi tempat ibu berada, dia menatapku dengan tatapan yang sulit untuk ku mengerti dan dia menggelengkan kepala. Dia langsung merengkuh tubuh ibu yang kecil mungil itu dan di bawa ke dalam mobilnya, aku pun ikut masuk ke dalam mobil itu bersama ibu. Tak butuh waktu lama, mobil itu langsung melintas menuju rumah sakit. Hanya keheningan yang menyelimutiku dan dia, mulutku bergumam berkali-kali mengucapkan doa untuk keselamatan ibu.

Contract Couple ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang