Tisya melangkahkan mengikuti kakinya menyusuri koridor sekolah yang di bilang tidak lengang, banyak siswa dan siswi yang berbincang di sepanjang koridor sekolah. Tak lupa senyum yang lebar nampak tulus milik seorang Tisya menghiasi wajahnya. Dua hari sejak kejadian dia menemukan surat warisan itu hatinya menjadi hancur apalagi sikap Tristan semakin hari semakin dingin dan tak peduli sehingga menambah hancur hatinya. Hancur sudah berkeping-keping hatinya tapi dia tutupin dengan senyumannya seolah-olah dia tidak tau apa-apa.Di koridor sekolah Tisya kembali berpapasan dengan pacarnya dan kedua temannya. Terpancar kedinginan di mata Tristan saat menatap Tisya dan dia sadar akan hal itu. Tatapan Tisya tertuju pada tangan Tristan yang di perban, baru saja dia ingin mempertanyakan itu Tristan langsung berlalu dari hadapan Tisya tanpa berkata apapun. Tisya hanya menghela napasnya berat.
"Eh tunggu dulu sebentar" Tisya menghalangi jalan Raka dan Rio. Rio melempar pandangannya malas, sedangkan Raka hanya berdeham merespon Tisya.
"Kalian tau kenapa tangannya Tristan di perban kayak begitu?" Raka hanya mengangkat bahunya tanda tak tau.
Tisya menghela napas gusar. "Apa kalian tau kenapa sikap Tristan semakin hari semakin dingin dan cuek?" Nadanya terdengar begitu lirih. Dia memang sudah tau soal perjanjian pacaran itu untuk mendapat warisan, tapi dia masih ingin dengar alasan Tristan bersikap sedingin dan secuek itu padanya.
Lagi-lagi Raka mengangkat bahunya, "Maaf banget ya masalah itu gue sama sekali nggak tau. Mungkin dia mulai bosan dan lelah." Raka dan Rio langsung pergi meninggalkan Tisya yang mematung memikirkan perkataan Raka. Mulai bosan dan lelah? Mungkin itulah jawabannya. Lagi-lagi matanya kembali terasa panas dan cairan bening sudah siap meluncur membasahi pipinya tapi di tarik napas dalam-dalam agar air matanya tak terjun bebas.
Tisya semakin ragu kalau Tristan mencintainya. Dia selalu berpikir untuk mengakhiri hubungannya dengan Tristan tapi jika di akhiri bagaimana nasib ibunya. Dia tidak mungkin egois. Mau tidak mau dia harus menerima perlakuan Tristan yang menyakiti hatinya demi pengobatan ibunya. Entah sudah berapa lama Tisya bergeming setelah kepergian Tristan dan kedua sahabatnya. Dia tak kunjung beranjak dari koridor itu. Selembar kertas kecil terpampang di depan matanya membuatnya sadar dari lamunannya. Dan entah sejak kapan juga Tisya melamun di koridor sekolah. Dia menoleh kepada pemilik tangan yang menyodorkan kertas kecil itu. Senyuman lebar menghiasi wajah Tisya saat dia melihat pemilik tangan itu adalah Tristan.
"Apa ini?" Tisya mengambil kertas kecil itu ternyata itu adalah foto mereka berdua. Di mana Tisya tersenyum bahagia dan Tristan mengerucutkan mulutnya sambil menarik pipi Tisya. Mereka nampak bahagia sekali. Dan di belakang foto itu terdapat tulisan 'sweet couple and i love you' Tisya terkesima. Senyuman manisnya yang bertengger di wajahnya saat melihat Tristan kini semakin bertambah manis dan lebar saat melihat pemberian Tristan.
"Pegang saja foto itu sama kamu, aku sama sekali nggak butuh itu. Album foto di ruanganku sudah pada penuh, tadinya mau di buang karena itu sama sekali nggak penting buatku. Makanya aku berikan padamu." Senyuman lebarnya masih bertahan tapi ucapan dingin Tristan sukses membuat senyuman itu sedikit berkurang.
"Dan tulisan yang ada di belakang foto itu bukan aku yang nulis. Itu kerjaan Rio, dia memang usil anaknya kalau main ke apartemen. You know aku nggak ada waktu buat nulis tulisan alay dan nggak bermutu gitu." Sambung Tristan dan kali ini sukses membuat senyuman Tisya yang manis dan lebar menghilang dari wajah Tisya. Mata Tisya kembali berkaca-kaca. Tanpa berkata apa-apa Tristan langsung pergi meninggalkan Tisya. Cairan bening yang sedari tadi sekuat tenaga di tahan agar tak lolos kini berhasil lolos dari pelupuk matanya. Perih sekali.
***
Bel istirahat sudah berbunyi memberitahu kalau sekarang waktunya makan siang. Tisya mengeluarkan kotak bekal berwarna biru dari dalam tasnya. Dia menarik napas dalam-dalam mempersiapkan hatinya untuk bertemu Tristan. Ya bekal itu untuk Tristan, walaupun sudah di sakiti dan diperlakukan sedingin apapun Tisya tetap bersikap baik pada Tristan dengan selalu menyiapkan bekal makan siang. Dia melihat Tristan duduk sambil memainkan ponselnya, Tisya melangkah dengan gontai penuh keyakinan menghampiri Tristan. Lagi-lagi hanya tatapan dingin seperti es yang Tristan lemparkan pada Tisya, tapi Tisya tak mempedulikan tatapan itu justru dia membalasnya dengan senyuman hangat. Dia menyerahkan kotak bekal itu, Tristan tidak langsung mengambil kotak itu. Di tatapnya kotak itu lamat-lamat dan baru dia ambil. Di ambang pintu sudah berdiri Cika dan perempuan itu berjalan menuju mereka berdua dengan santainya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Contract Couple ✔
Novela JuvenilCinta pandang pertama atau cinta sejati? Percaya atau tidak keduanya itu sangat berbeda. Contract Couple; 1. Jika pihak yang menulis kontrak mengutarakan pendapatnya untuk melanjutkan hubungannya naik satu tingkat, itu karena semata-mata hanya untuk...